Teman minum

2454 Kata
Geo menghentikan mobilnya di parkiran club malam itu. Mereka berdua lalu keluar dari mobil sambil menatap gedung club malam tempat biasa mereka nongkrong. Geo dan Hito melangkah masuk ke dalam club malam, menatap sekeliling dimana saat ini club malam itu tengah ramai pengunjung. Pria dan wanita berjoget mengikuti alunan musik yang diputar oleh sang DJ, suara musik yang begitu keras dan memekakan telinga. Lampu kerlap kerlip yang menghiasi ruangan itu, membuat ruangan itu lebih hidup dan itulah yang menjadi salah satu ciri khas dunia malam. “Dimana sahabat lo itu?” tanya Geo masih dengan menatap sekeliling. Hito melihat salah satu sahabatnya yang tengah melambaikan tangan padanya. “Itu mereka. Lebih baik kita kesana sekarang,” ajaknya lalu mendapat anggukan kepala dari Geo. Mereka menghampiri empat orang yang tengah menunggu mereka saat ini. “Sorry nunggu lama, kenalin, dia sahabat gue. Geo,” ucap Hito memperkenalkan Geo pada keempat sahabatnya. Goe menjabat tangan keempat sahabat Hito. “Geo.” “Franki.” “Jasson.” “Rika.” “Lidia.” Keempat sahabat Hito sudah memperkenalkan diri mereka masing-masing. Hito dan Geo duduk di sofa yang sama. Salah satu teman cewek Hito yang bernama Lidia menuangkan wine ke dalam gelas kosong, lalu memberikannya kepada Geo. “Terima kasih,” ucap Geo sambil mengambil gelas berisi wine itu, lalu mulai meneguknya. “To, temen lo cakep juga. Ngomong-ngomong udah punya gebetan belum nih?” tanya Rika sambil melirik ke arah Geo yang tengah meneguk wine. Rika bahkan ikutan menelan ludah, saat melihat jangkun Geo yang naik turun, membuatnya semakin tertarik dengan sahabat Hito itu. “Kenapa? lo suka sama Geo?” “Lo tau kan selera gue gimana? Boleh juga itu temen lo.” Hito lalu menyenggol lengan Geo. “Ada yang naksir lo tuh. Lumayan buat ngelepas stres.” Geo menatap ke arah Rika yang saat ini juga tengah menatapnya. Pakaian yang Rika gunakan sangat terbuka. Bahkan bagian atas tubuhnya bisa dinikmati oleh banyak orang karena belahan dadanya yang rendah. Belum lagi bagian bawahnya yang hanya tertutup separuh, memperlihatkan kulit pahanya yang mulus tanpa noda. Rika memang cantik dan menarik, tapi tidak untuk Geo. Entah seperti apa standar cewek yang Geo inginkan. Apa mungkin seperti Siren? pembangkang tapi bisa membuatnya panas dingin. Bukannya menggubris ucapan Hito dan Rika, Geo memilih untuk menuangkan kembali wine ke dalam gelasnya yang sudah kosong. Hito terkekeh. “Kayaknya lo ditolak deh, Rik. Lo bukan tipe Geo kayaknya,” godanya. “Ck, sok jual mahal. Dia belum tau siapa gue.” Rika lalu beranjak dari duduknya, melangkah ke arah sofa yang Geo dan Hito duduki, lalu mendudukkan tubuhnya di samping Geo. Rika meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha Geo. “Yakin lo nolak gue?” bisiknya di telinga Geo. Geo menyingkirkan tangan Rika yang sejak tadi mengusap pahanya. “Gue kesini hanya untuk menemani Hito. Gue juga lagi gak mood buat ngeladenin lo.” Rika mengepalkan kedua telapak tangannya, baru kali ini dirinya ditolak seperti ini, mana di depan sahabat-sahabatnya lagi. Hito, Jasson, Franki, dan Lidia tergelak saat melihat sahabat mereka ditolak mentah-mentah oleh Geo. “Udah, lo nyerah aja deh. Geo gak akan tertarik sama lo, karena bininya lebih cantik dan menantang dari lo,” ucap Hito yang sontak membuat keempat sahabatnya membulatkan kedua matanya. “Yah, suami orang ternyata. Meski gue kayak gini, gue juga gak mau jadi pelakor atau istri kedua kali!” umpat Rika lalu beranjak dari duduknya dan kembali ke tempat duduknya semula. Geo tak begitu peduli dengan ucapan Hito, karena ucapan Hito itu justru membantunya lepas dari perempuan penggoda macam Rika. “To, malam ini kita akan bersenang-senang. Kenapa lo gak ajak pacar lo? Atau perlu gue booking cewek buat temani lo malam ini?” tanya Jasson sambil menuangkan wine ke dalam gelasnya yang kosong. “Gak perlu. Gue lagi gak butuh.” Seorang pelayan wanita datang mengantar dua botol wine pesanan Josson. Geo mengernyitkan dahinya saat melihat siapa pelayan itu. “Dia kan wanita yang waktu itu? astaga! kenapa gue bisa lupa kalau dia selama ini kerja di club ini,” gumam Geo dalam hati. Jasson menarik tangan pelayan itu, hingga membuat pelayan itu jatuh ke pangkuannya. “To, dia cantik. Lo mau?” tawarnya. Pelayan itu mencoba untuk turun dari pangkuan Jasson, tapi Jasson justru memeluk erat tubuhnya. “Tolong lepaskan saya, Tuan. Saya cuma pelayan disini, saya bukan wanita ....” “Sama aja jalang! lo sama aja kayak jalang-jalang yang kerja di bar ini!” potong Jasson dengan suara meninggi. Hito menatap wanita itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Dimana saat ini pelayan itu memakai rok span yang sangat pendek dengan stoking berwarna hitam. Rambutnya dikuncir kuda hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang sangat mulus. “Boleh. Lo temani gue disini malam ini,” ucap Hito dengan tersenyum menyeringai. Geo membulatkan kedua matanya. Dirinya tak menyangka Hito benar-benar akan menyewa pelayan itu. Jasson membiarkan pelayan yang bernama Leta itu turun dari pangkuannya. Tapi ia tak membiarkan Leta pergi begitu saja. “Lo duduk di samping sahabat gue. Sekarang!” serunya yang membuat bulu kuduk Leta berdiri. Leta hanyalah pelayan di club malam. Dirinya juga tak mampu menolak perintah dari para pengunjung club malam itu, karena itu adalah pekerjaannya, termasuk menemani minum para pengunjung club yang membutuhkan jasanya. Dengan jantung berdebar-debar, Leta mendekap nampan di dadanya dengan erat. Dalam hati dirinya terus merapal, semoga malam ini dirinya tak akan dilecehkan lagi. Kalau hanya untuk sekedar menemani minum, dirinya akan lakukan, karena dirinya akan mendapatkan tambahan bayaran dari itu. Hito meminta Leta untuk duduk di tengah, antara dirinya dan Geo. Leta menatap ke arah Geo. Begitupun juga dengan Geo yang sejak tadi tak mengalihkan tatapannya dari pelayan cantik itu. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka saat ini, karena mereka sama-sama terdiam untuk beberapa detik, sebelum akhirnya Geo mengalihkan tatapannya dan meminta Leta untuk menuangkan wine ke dalam gelasnya. Leta mengambil botol wine dan mulai menuangkannya di gelas Geo. “Punya gue juga,” pinta Hito sambil mengulurkan gelas kosongnya di depan Leta. “To, kalau lo mau, gue akan minta temen gue buat booking ini pelayan buat teman tidur lo malam ini,” ucap Jasson dengan senyuman menyeringai. Kedua mata Leta membulat dengan sempurna sambil menggeleng pelan. Dirinya hanya pelayan dan tak menjual diri. Jika dalam keadaan mendesak pun, dirinya juga tak mungkin menjual dirinya kepada pengunjung club malam itu. “Gue hanya butuh dia buat temani gue minum,” ucap Hito lalu meneguk wine yang sudah Leta tuangkan ke dalam gelas kosongnya. “Ck, barang bagus lo tolak.” Jasson lalu menatap ke arah Geo. “Kalau lo gimana? Dia cantik, pasti dia bisa muasin lo di ranjang,” lanjutnya. Geo dan Leta saling menatap satu sama lain. Geo menyunggingkan senyumannya saat melihat wajah pucat pasi Leta saat ini. Dirinya yakin, kalau wanita itu mengingat siapa dirinya. “Boleh.” Kedua mata Hito, Rika, dan Leta membulat dengan sempurna, sedangkan Jasson, Franki, dan Lidia tergelak. “Ka, Geo nolak lo tadi, tapi dia mau sama pelayan itu,” sindir Lidia sambil menyenggol lengan Rika. “b******k!” umpat Rika dalam hati karena merasa telah dipermalukan oleh Geo. “Ok, malam ini lo bisa bawa dia. Gue akan bicara sama teman gue entar. Lo tenang aja, lo tinggal pakai, semuanya gue yang urus,” ucap Jasson lalu meneguk wine yang ada di dalam gelasnya. Geo menarik Leta pergi dari tempat itu dan membawanya ke tempat yang sepi. “Lepas! Mau apa kamu!” seru Leta sambil mencoba untuk melepas cengkraman tangan Geo pada pergelangan tangannya. Geo sudah mulai mabuk, tapi ia tidak hilang akal dan menyakiti Leta begitu saja. “Kenapa lo masih kerja disini? Bukannya di tempat ini lo hanya akan dilecehkan!” Leta menghempaskan tangannya dengan sangat kuat, hingga cengkraman tangan Geo terlepas. “Itu bukan urusan kamu!” “Gue udah nolong lo dari Jasson, tapi ini balasan lo kasih ke gue!” “Aku gak minta bantuan kamu. Lagi pula, kamu sama teman-teman kamu itu sama aja! sama-sama pria b******k!” seru Leta dengan sorot mata yang tajam. Geo tersenyum menyeringai. “Jadi itu yang lo pikirkan tentang gue? Apa lo mau lihat, apa yang akan gue lakukan sama lo!” Geo menarik tangan Leta ke arahnya, mendekap tubuhnya dengan erat, agar Leta tak lepas darinya. “Apa yang kamu lakukan, hah! Lepaskan aku!” teriak Leta sambil mencoba untuk melepaskan diri dari dekapan Geo. Tapi sepertinya usahanya sia-sia, karena tenaganya tak sebanding dengan tenaga Geo. “Lepas!” teriaknya sekali lagi. “Gue gak akan lepasin lo gitu aja. Lo ingin tau kan apa yang bisa gue lakukan sama lo? Bukannya lo tadi bilang kalau gue ini gak ada bedanya dengan mereka semua?” Leta membulatkan kedua matanya, saat tiba-tiba Geo menarik tengkuknya dan membungkam mulutnya dengan kasar. Itu memang bukan ciuman pertamanya, karena dirinya sering mendapatkan perlakukan seperti itu dari pengunjung club yang selalu berbuat seenaknya padanya. Selama ini Leta tetap diam, asal bukan harta yang paling berharga dalam dirinya yang direnggut paksa darinya. Seandainya dirinya terlahir dari keluarga kaya, ia tak akan melakukan pekerjaan hina itu. Tapi, Leta adalah tulang punggung keluarganya. Ia masih harus menghidupi sang ibu yang sudah mulai sakit-sakitan. Dengan memikirkan ibunya yang menunggunya di rumah, membuatnya menjadi seorang wanita yang kuat dan tak mudah menyerah begitu saja. Setelah puas mencium bibir mungil Leta, Geo mengakhiri pagutannya. Ia tak menyangka akan benar-benar melakukan itu kepada pelayan club yang saat ini tengah mengatur nafasnya dengan kedua mata yang sudah mengalirkan cairan bening. “b******k!” seru Leta sambil melayangkan tangan kanannya tepat di pipi kiri Geo. “Apa yang lo lakukan, hah!” seru Geo yang tak sempat menghindar dan berakhir dengan tamparan keras di pipi kirinya. “Kamu pantas mendapatkan itu! aku berharap tak akan pernah bertemu denganmu lagi!” seru Leta lalu pergi begitu saja tanpa dicegah oleh Geo. Geo merasakan pusing di kepalanya karena pengaruh alkohol yang diminumnya. “b******k!” umpatnya lalu meluruhkan tubuhnya ke lantai. Leta yang melihat Geo terduduk di lantai hanya diam. Ia lalu melanjutkan langkahnya dari pergi dari tempat itu. Sementara ini Siren baru saja selesai berbicara di telepon dengan Nicholas, karena ia tak ingin sampai Nicholas salah paham padanya dan meninggalkan dirinya. Jadi ia mencoba untuk memberikan penjelasan kepada Nicholas agar mau mempercayainya lagi. Siren melihat jam di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 23.00. “Kemana dia? Apa dia pergi mabuk-mabukan lagi?” Siren tau betul kebiasaan Geo yang sering minum minuman keras. “Lebih baik aku hubungi dia. Gila aja, masa aku punya suami pecandu alkohol.” Siren lalu mencari kontak Geo, lalu menghubunginya. “Hem.” Siren mendengar suara lantunan musik yang sangat keras yang dirinya yakini adalah suara musik di club malam. “Kamu minum lagi?” “Hem. Ada apa?” suara Geo terdengar sangat berat. “Apa? kenapa diam?” tanya Geo lagi sambil mencoba untuk berdiri. Dengan langkah berat, Geo mencoba untuk pergi dari tempat itu. “Kenapa? kamu kangen sama aku?” Siren masih tetap diam. “Ok. Aku akan pulang sekarang. Aku akan temani kamu tidur malam ini. Tunggu aku di rumah, jangan keluyuran kemana-mana.” Geo lalu mengakhiri panggilan itu. Geo melihat Leta yang saat ini tengah dipaksa seorang pria itu untuk meneguk minuman keras. Tapi dirinya sama sekali tak peduli dan tetap melanjutkan langkahnya menuju tempat Hito dan keempat temannya. “To, sorry, gue cabut duluan.” Geo meninggalkan Hito yang juga tengah mabuk berat. Dirinya tak mungkin menemani Hito sampai pagi, karena besok dirinya harus bekerja. Tapi Geo tak yakin, besok pagi dirinya bisa bekerja dengan kondisi tubuhnya saat ini. Sesampainya di rumah, Geo keluar dari mobil. Tentu saja dirinya memakai jasa orang untuk mengantarnya sampai di rumah dengan selamat karena kondisinya yang tak memungkinkan untuk menyetir dalam keadaan mabuk berat. Seorang wanita paruh baya membukakan pintu rumah untuk Geo. “Siren mana, Bi?” tanya Geo dengan tubuh sempoyongan, nafasnya bau alkohol. “Ada di dalam kamarnya, Tuan.” Geo hanya mengangguk mengerti. Berarti malam ini Siren tak pergi keluar rumah lagi untuk menemui kekasihnya itu. Geo lalu melangkah menuju tangga dengan tubuh sempoyongan khas orang mabuk. Sesampainya di dalam kamarnya, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya. Malam ini dirinya hanya ingin tidur dengan nyenyak. Tak butuh waktu lama kedua mata Geo sudah mulai terpejam. Ia bahkan tak mendengar saat pintu kamarnya mulai terbuka dengan perlahan. Siren melangkah masuk ke dalam kamar Geo. Ia melihat Geo yang masih memakai sepatu dan jaket yang tadi dipakainya saat keluar dari rumah. Geo bahkan tak mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum tidur. “Dasar! Aku paling benci sama pemabuk.” Siren membantu Geo untuk melepas sepatu dan jaket yang Geo pakai. Tapi dirinya tak membantu Geo untuk mengganti pakaiannya. Ia membiarkan Geo tidur dengan pakaian yang dipakainya saat pergi keluar. “Aku melakukan ini hanya untuk ucapan terima kasih, karena kamu gak membekukan uangku dan mengembalikannya padaku. Aku harap kamu gak akan ingkar janji kali ini.” Setelah mengatakan itu Siren mematikan lampu utama kamar Geo dan menggantinya dengan lampu tidur. Setelah itu ia melangkah keluar dari kamar Geo. Geo membuka kedua matanya saat pintu mulai kembali tertutup. Ia lalu menyunggingkan senyumannya. “Lo pasti akan bertekuk lutut dihadapan gue, Ren. Gue akan pastikan itu.” Setelah mengatakan itu kedua mata kembali terpejam, karena pengaruh alkohol membuatnya sangat mengantuk. Sementara ini Hito diantar pulang oleh orang suruhan Jasson. Tapi, bukannya meminta diantarkan ke rumahnya, Hito justru meminta untuk di antarkan ke rumah seseorang. “Sorry, gue cuma bisa antar lo sampai disini,” ucap teman Jasson setelah menurunkan Hito di depan sebuah rumah minimalis. “Ok. Lo boleh pergi,” ucap Hito dengan tubuh sempoyongan. Mobil itu sudah melaju pergi, meninggalkan Hito sendirian. Hito melangkah menuju pintu rumah minimalis itu, lalu mengetuk pintunya dengan keras. “Celin! Buka pintunya!” teriaknya keras, hingga membuat penghuni rumah itu yang tengah tertidur nyenyak jadi terbangun. “Siapa sih! Mengganggu aja!” kesal Celin lalu beranjak turun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamarnya. Celin memang hanya tinggal sendirian di rumah itu, karena kedua orang tuanya saat ini tengah berada di rumah kerabatnya yang ada di Bandung. Celin terkejut setelah membuka pintu rumahnya. “Hito!” serunya dengan kedua mata membola. “Halo, Celin sayang. Apa aku boleh masuk?” “Hito, kamu mabuk!” setelah sekian lama tak bertemu dengan Hito, sekalinya bertemu dalam keadaan mabuk. “Gak! Siapa yang mabuk.” Hito bahkan hampir terjatuh karena tak sanggup menopang tubuhnya, untung Celin menopang tubuhnya. Celin tak ingin membuat keributan, ia tak punya pilihan lain selain membawa Hito masuk ke dalam rumahnya. Ia merebahkan tubuh Hito di kamar tamu. “Astaga! mimpi apa aku sampai harus ketemu sama kamu lagi!” kesal Celin saat melihat Hito yang kini sudah tertidur lelap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN