1 bulan sudah berlalu sejak Reza dan Ani rutin berangkat kuliah bersama, atau lebih tepatnya, Reza yang memaksa agar Ani berangkat kuliah bersamanya, meskipun sebenarnya jadwal kuliah mereka terkadang tidak sama.
Reza akan dengan sabar menunggu sampai mata kuliah Ani selesai. Reza akan meminta agar Ani menunggunya, jika jadwal kuliah Ani selesai lebih dulu darinya. Dengan begitu, mereka tetap akan bisa pulang bersama meskipun jadwal kuliah mereka berbeda. Ani sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.
Terkadang Ani akan menunggu Reza di kantin atau di taman, sambil bermain game. Pada awalnya, Ani merasa sedikit kesal karena harus menunggu Reza, tapi semakin lama, Ani mulai terbiasa. Ani malah menikmati rutinitas barunya tersebut.
Hampir setiap akhir pekan atau tanggal merah, Reza akan memilih menghabiskan banyak waktunya untuk berduaan dengan Ani. Entah itu di rumah Ani, atau mengajak Ani pergi jalan-jalan mengelilingi Ibu Kota menggunakan motor ataupun mobil.
Tentu saja Ani merasa risih dan terganggu saat Reza selalu mengunjunginya di akhir pekan, itu karena Reza selalu saja mengganggu waktu akhir pekan yang biasanya banyak ia habiskan untuk menonton atau bergelung di bawah selimut.
Reza sama sekali tidak peduli meskipun Ani sudah sering kali mengusirnya sampai pada akhirnya Ani merasa lelah sendiri dan tidak lagi mengusirnya, membiarkannya bermanja-manja pada Ani.
1 minggu yang lalu, Reza mengajak Ani untuk pergi menonton. Reza bukan hanya mengajak Ani menonton, tapi juga mengajak sang kekasih untuk pergi makan malam di salah satu restoran ternama di bilangan Jakarta dengan nuansa yang begitu sangat romantis.
Ani tak menyangka kalau Reza akan mengajaknya menikmati makan malam romantis, karena itulah ia hanya mengenakan pakaian yang sangat sederhana, berbeda dengan Reza yang tampil begitu rapih pada hari itu.
Untung saja Reza tidak mempermasalahkan penampilannya, malah memujinya, membuat Ani tidak lagi merasa malu.
Seperti pagi yang cerah di hari minggu ini. Pagi-pagi sekali, Reza sudah datang bertamu ke rumah Ani. Saat Reza datang, Ani masih asyik bergelung di bawah selimut tebalnya.
Seperti biasa, Reza akan dengan senang hati mengganggu tidur pulas Ani, dengan cara terus menggelitik pingang Ani atau mengecupi wajah Ani, membuat Ani kesal dan mau tak mau akan membuka matanya.
"Kak!" Ani menjerit histeris, sementara Reza malah tertawa terbahak-bahak.
Reza merasa puas saat melihat raut wajah Ani yang tampak kesal dan marah padanya.
Tentu saja Ani kesal, dan mungkin marah padanya, siapa yang tidak akan kesal dan marah saat di cubit dengan cukup kuat.
"Sakit tahu," rintih Ani sambil memegang pipinya yang tadi Reza cubit.
Tawa Reza terhenti begitu melihat raut wajah Ani yang masam. Reza menghampiri Ani, duduk tepat di samping kanan Ani.
Reza ingin merangkum wajah Ani tapi Ani menepis kedua tangan Reza. Tentu saja Reza tidak menyerah, bukan Reza namanya kalau ia menyerah hanya karena Ani menepis tangannya.
Reza merangkum wajah Ani, lalu mengecup pipi Ani yang tadi ia cubit. "Sakit ya?"
"Sakit banget," cibir Ani dengan raut wajah kecut.
"Maaf ya sayang, habisnya pipi kamu gemesin si."
"Iya, aku juga tahu. Tapi jangan dicubit juga dong, kan jadi sakit."
"Masih mending aku cubit, tadinya malah mau aku gigit."
Ani melotot, membuat Reza gemas. Reza berniat untuk mencuri satu kecupan dari bibir Ani, tapi Ani sudah terlebih dahulu menghindarinya dengan cara memalingkan wajahnya ke arah lain.
Tanpa kata, Ani pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Reza sendirian. Reza menggeleng dengan senyum yang terus menghiasi wajahnya, lalu memilih untuk membaringkan tubuhnya di tempat tidur Ani.
Reza meraih bantal Ani, menghirup dalam-dalam aroma Ani yang tertinggal di sana.
Sejak pertama kali bertemu dengan Ani, Reza sudah menghafal aroma tubuh Ani dan Reza sangat menyukainya.
Reza memilih memejamkan matanya dengan wajah yang kini terbenam di bantal Ani. Reza tak tahu berapa lama ia memejamkan matanya, tapi ia menoleh begitu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka.
Langkah Ani terhenti begitu ia melihat Reza menoleh padanya. Bulu kuduk Ani meremang saat melihat smirk devil yang manghiasi wajah Reza.
"Diam di tempat!" Teriak Ani menggelegar.
Reza yang berniat bangun mengurungkan niatnya untuk mendekati Ani. Saat itulah Ani berlari menuju walk in closet. Reza hanya terkekeh, lalu memilih untuk pergi menuju kamar mandi.
Sekarang Reza dan Ani sedang berada di sofa ruang tamu. Ani sedang mengerjakan tugas yang hari ini harus segera selesai karena besok harus dikumpulkan.
Haikal sudah pergi main golf bersama dengan rekan-rekannya sejak tadi pagi. Jadi di rumah hanya ada Ani, Reza, Bi Nah, Mang Asep, dan para satpam yang berjaga di pos.
Bi Nah dan Mang Asep sedang sibuk mengerjakan tugas mereka.
"Reza diam!" Ani menyentak tangan kanan Reza yang terus memainkan rambut panjang miliknya yang di kuncir kuda.
Reza mengabaikan peringatan Ani, dan terus memainkan rambut bergelombang Ani yang terkuncir kuda.
Rambut Ani sangat lembut, dan juga wangi, membuat Reza betah berlama-lama memainkan salah satu aset berharga milik Ani.
Ani menghela nafas panjang, lalu menoleh, menatap Reza yang kini duduk di belakangnya.
Tangan kiri Reza bertengger di pinggang ramping Ani, lalu wajah Reza terbenam di ceruk lehernya.
Nafas hangat Reza terasa menggelitik, membuat bulu kuduk Ani meremang. Hal itu sukses membuat konsentrasi Ani untuk mengerjakan tugas terganggu.
Ani sama sekali tidak bisa berkonsentrasi karena sejak tadi, Reza terus mengganggunya dengan cara memaikan rambutnya, atau menggeskan hidung mancungnya pada lehernya.
"Kamu tuh enggak ada kerjaan lain ya selain gangguin aku?" tanya Ani ketus.
Reza menggeleng. "Engga ada," jawabnya tanpa mau repot-repot mengangkat wajahnya dari ceruk leher Ani.
Ani mendengus, kembali mencoba mengerjakan tugasnya, tapi konsentrasinya buyar saat tangan kiri Reza menyusup memasuki piyamanya.
"Reza lepas!" Ani mencoba melepas pelukan tangan kiri Reza dari pinggangnya, tapi Reza malah semakin mengeratkan pelukannya, enggan melepas Ani dari pelukannya.
"Enggak mau," jawabnya lirih.
"Aku enggak bisa konsentrasi tahu!" Akhirnya Ani berteriak, kesal karena Reza malah sengaja meniup-niup tengkuk lehernya.
Reza terkekeh dan tanpa Ani duga, Reza malah mencuri satu kecupan dari bibirnya.
Ani berniat memukul bahu Reza, tapi Reza dengan cepat menahan pergelangan tangan Ani dan malah membawa punggung tangan Ani untuk ia kecup. "Enggak boleh main pukul sama calon suami, enggak sopan tahu."
"Makanya jangan suka cium-cium sembarang!"
"Jadi kalau cium harus izin dulu?" tanya Reza memastikan. Reza menaik turunkan alisnya, sengaja menggoda Ani.
Ani mengangguk. "Iya dong, harus izin dulu."
Reza menggeleng. "Enggak mau izin dulu ah, nanti malah enggak di kasih izin."
Ani mendengus begitu mendengar jawaban Reza yang memang benar adanya. "Kamu gak pulang?" Ani mencoba mengalihkan pembicaraan dan Reza sadar akan hal itu.
Lagi-lagi Reza menggeleng. "Enggak ah, di rumah juga enggak ada orang."
"Pada ke mana?"
"Jalan-jalan ke puncak."
Ani menatap Reza dengan mata memicing. "Kenapa kamu enggak ikut?" tanyanya penasaran. Padahal kalau Reza ikut jalan-jalan ke puncak ia pasti masih asyik berbaring di tempat tidur.
"Kamu mau ke puncak?" Bukannya menjawab pertanyaan Ani, Reza malah balik bertanya.
Ani menggeleng. "Enggak mau, enakan di rumah."
"Berarti kita sama dong." Reza tersenyum pongah begitu mendengar jawaban Ani.
Mata Ani mengerling begitu mendengar jawaban Reza. "Dasar Reza menyebalkan," gerutunya dalam hati.
Reza kembali mencuri satu kecupan dari bibir ranum Ani, membuat Ani benar-benar kesal. Ani menatap Reza dengan mata melotot dan Reza malah kembali mencuri satu kecupan dari bibir Ani.
"Senyum dong jangan monyong terus tuh bibir, nanti aku malah pengen cium kamu terus kalau bibirnya terus monyong."
Ani mendengus begitu mendengar ucapan Reza. Ani berniat kembali mengerjakan tugasnya, tapi Reza malah membalikkan posisi tubuhnya, membuat Ani menjerit karena terkejut.
Reza hanya terkekeh sama sekali tidak peduli dan takut dengan tatapan tajam yang Ani berikan.
Saat ini posisi mereka saling berhadapan dengan Ani yang duduk dalam pangkuan Reza.
Bulu kuduk Ani meremang saat melihat tatapan mata Reza yang terus menatap bibirnya dengan intens.
"Laper atau enggak?"
Ani melirik jam di dinding, lalu mengangguk. "Iya, lapar banget."
"Sama, aku juga laper banget. Butuh asupan," sahut Reza dengan suara parau. Tangan kanan Reza terulur, membelai bibir ranum Ani dengan gerakan sensual.
Ani merasa ada desiran halus yang menjalar di sekujur tubuhnya, tat kala jemari Reza terus membelai bibirnya.
Mata keduanya saling bertaut, dan semakin lama, Ani bisa meraskan hembusan nafas Reza yang beraroma mint menerpa wajahnya.
Wajah Reza semakin mendekat dan Ani sudah bisa menebak apa yang Reza inginkan.
Reza merangkum wajah Ani, memiringkan sedikit wajahnya dan langsung menempelkan bibirnya pada bibir tipis Ani yang sejak tadi sudah sangat menggodanya.
Mata Ani terpejam, menikmati ciuman memabukan yang Reza berikan.
Reza meningkatkan tempo ciumannya menjadi lebih cepat. Reza menahan tengkuk Ani dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya sudah memasuki kaos Ani, membelai perut rata Ani dengan gerakan sensual.
Ani merintih saat Reza menggigit bibir bawahnya. Mau tak mau Ani membuka mulutnya, membiarkan lidah Reza menerobos masuk mengexplore rongga mulutnya.
"Ki-kita di sofa, Za," lirih Ani disela ciuman. Ani mencoba mengingatkan Reza di mana kini mereka berada, ia tidak mau kalau ada orang yang akan memergoki aksi mereka.
Dengan perasaan tidak rela, Reza melepas tautan bibirnya dari bibir Ani yang kini sudah memerah dan sedikit membengkak akibat ulahnya. "Ki-kita harus berhenti sekarang juga," ujarnya terbata diiringi deru nafasnya yang semakin lama semakin memburu.
Ani hanya mengangguk, tak mampu bersuara. Ani sibuk menghirup udara guna mengisi pasokan udara di paru-parunya yang sudah menipis.
Reza membawa Ani berbaring di sofa disusul dirinya yang kini membawa tubuh Ani masuk dalam dekapan hangatnya.
Ani menyerukan wajahnya di ceruk leher Reza dengan kedua tangan yang ia kalungkan di leher Reza. Ani merasa malu dengan apa yang baru saja terjadi, ia bahkan tidak berani menatap wajah Reza. Ani takut kalau Reza akan mentertawakannya, atau bahkan malah meledeknya.
Reza mengecup ubun-ubun kepala Ani, menghirup dalam-dalam aroma shampoo Ani. "Kita tidur ya?" tanyanya, meminta persetujuan Ani.
Ani mendongak, menatap Reza. "Tapi tugas aku belum selesai."
"Nanti siang kita kerjakan bersama-sama, ok." Reza tahu, semalam Ani begadang. Bukan begadang untuk belajar tapi menonton drama yang akhir-akhir ini sedang Ani gemari.
Reza tak tahu pasti drama apa yang sedang Ani gemari, karena ia memang tidak terlalu menyukai drama. Hanya dalam hitungan menit, Reza sudah mendengar deru nafas Ani yang teratur.
Reza sedikit menjauhkan wajahnya agar ia bisa melihat wajah Ani, saat itulah ia melihat mata Ani yang sudah sepenuhnya terpejam. Senyum manis menghiasi wajah Reza. Reza mengecup pelipis Ani, lalu ikut memejamkan matanya.