chapter 4

1232 Kata
Lovita menjalankan mesin jahit di kantor, karena Acela yang meminta padanya untuk mengajari satu tukang jahit yang sering kali melakukan kesalahan. Lovita menuruti keinginan Acela dan mengajarkan perempuan itu dengan sangat teliti. Tapi perempuan itu terlihat tidak senang setiap kali Lovita memberikan arahan padanya. Baginya Lovita tidak berhak untuk mengajarinya. Lovita menyadari ketidaksukaan perempuan itu padanya. Tapi dia tidak ingin mempedulikannya dan tetap mengajarkannya, karena itu  yang Acela perintahkan padanya. Karena ia dan Acela sudah memiliki target penjualan. Jadilah Lovita turun tangan dan sedikit membenahi kesalahan yang di buat para pegawai.   Acela adalah perempuan perfectionis dalam hal apapun. Terlihat dari style pakaiannya, makeup dan tubuhnya yang sangat sempurna. Dia terlihat sangat cantik dan sempurna. Dia juga sangat pintar menjalankan bisnisnya. Dan darinya Lovita belajar banyak caranya mengurus bisnis dan mengelolanya. Bahkan dia berniat untuk membangun beberapa cabang butiknya diseluruh Indonesia. Dan beberapa bulan ke depan Acela sudah berencana untuk membuat fashion show. Dan Acela akan memasukkan namanya sebagai perancang. Lovita sangat tidak menyangka dengan apa yang Acela katakan saat itu. Sampai akhirnya Acela berkata padanya dengan wajah yang sangat serius.             “ Lovita kamu sangat berbakat, aku sangat suka dengan semua desain yang kamu buat. Dan aku yakin kamu pasti akan menjadi desainer dunia. Hanya membutuhkan dukungan saja,” ucapnya. Lovita pun hanya tersenyum walau hatinya masih ragu kalau dia akan menjadi desainer ternama.   Lovita memasuki ruang Acela untuk memberikan desain-desain terbarunya. Namun, saat dia masuk ke dalam ruangan, perempuan itu terlihat tidak fokus dengan pekerjaannya dan beberapa kali menatap jam dipergelangan tangannya. Perempuan itu seperti mencemaskan sesuatu. Lovita berjalan mendekati Acela dan memberikan desainnya padanya.             “Kak, ada sesuatu?” tanya Lovita. Acela menatapnya dan menghela napas.             “Kekasihku baru kembali hari ini, Lovi. Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan disini,” ucapnya. Dia masih memperhatikan beberapa berkas dan dia baru saja memarahi pegawai yang lagi-lagi melakukan kesalahan.             “Kak, aku akan jaga toko. Sebaiknya kakak pergi untuk menemuinya,” ucap Lovita seakan meyakinkan Acela untuk menjemput kekasihnya. Acela menatap Lovita beberapa saat, lalu dia pun mengambil tasnya. Dan sebelum pergi dia mencium pipi Lovita, lalu berkata,” aku percaya sama kamu, Lovi.” Lovita melihat perempuan itu keluar dari ruangannya. Meninggalkan meja yang masih berantakkan. Lovita merapikan beberapa berkas-berkas yang masih berantakkan dan menatanya di meja. Sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan Acela dan menguncinya dengan rapat. ****     Mata Acela masih memandang manusia-manusia yang baru saja sampai di Jakarta. Semua orang berlalu lalang, mencari keluarga atau teman yang menjemput. Sementara dirinya mencari pria tampan yang menambat hatinya selama hampir dua puluh tiga tahun. Cintanya yang sempat hilang karena sebuah bencana dan kembali ia temukan sekitar tiga tahun yang lalu. Ia tidak percaya bisa bertemu dengannya lagi. Acela sedikit terkejut saat seorang pria dengan tiba-tiba memeluknya dari belakang dan memutar tubuhnya. Acela pun terpekik membuat pria itu menuruninya. Acela memutar tubuhnya dan memeluknya dengan sangat erat. Pria itu memberikan ciuman pada bibir kekasihnya dan memagutnya dengan sangat lembut. Sambil merangkul pinggang Acela dan mendorong kopernya, mereka berjalan menuju parkiran. Acela mengelak saat pria itu ingin membawa mobil. Pria itu hanya merenggut seperti anak kecil, membuat Acela tersenyum dengan tingkah kekasihnya yang masih seperti anak kecil. ****   Lovita memasuki rumah dan melihat kedua putranya sedang asyik bermain perang-perangan. Entah yang mana yang menjadi pangeran atau musuhnya. Karena baginya keduanya adalah pangerannya. Apa mungkin keduanya nanti akan merebutkan satu gadis yang sama? Bukankah itu sering terjadi pada antar saudara. Lovita menggelengkan kepalanya menghilangkan pemikiran yang sangat dini. Kedua putranya masih sangat kecil. Dan masih sangat jauh untuk membicarakan soal kekasih. “Mama pulang,” sapa Lovita. Kedua putranya menoleh dan melihat mommynya sudah pulang. Mereka langsung berlari kepelukan Lovita. Membuat Lovita terjatuh ke sofa, karena pelukan kedua putranya. Dan itu membuat keduanya tertawa, membuat Lovita semakin gemas dengan mereka. “Kalian belum tidur?” tanya Lovita. Keduanya menggelengkan kepala bersamaan. Dan keduanya pun melanjutkan permainan mereka. Lovita membiarkan keduanya dulu dan beranjak ke dapur untuk mengambil minuman. Dan saat di dapur Lovita mendengar Siska yang sedang berbincang dengan teman-temannya. Mereka memang sering berkumpul di sini dan berbincang banyak hal. Dari masalah pekerjaan sampai keluarga mereka. “gue kan udah bilang sama lo, sis. Itu perempuan jangan lama-lama disini, bukan gak mungkin dia bakal rebut laki lo. Apalagi dia lebih muda dari lo,” ucap seorang perempuan. Lovita menarik napasnya menghalau rasa sakit yang ia rasakan. “Dia gak mungkin kaya gitu, Des. Gue kenal dia, Lovita itu cewek baik-baik,” balas Siska. “Sis, please deh, lo jangan polos-polos amat. Pelakor itu gak akan bilang-bilang kalo ngerebut laki orang,” tambah temannya yang bernama Desi itu. “Udah ah, ngomong sama lo malah ngaco! Gue mau ambil air dulu,” tutur Siska. Dia beranjak dari bangkunya dan melihat Lovita yang baru saja meninggalkan ruang dapur. Dia menarik napas dan menatap temannya kesal.   ****   Lovita duduk di kamar anak-anaknya yang masih bersiap-siap untuk tidur. Mereka sedang mengganti pakaian dan pergi ke kamar mandi untuk sikat gigi. Dia terdiam dan memikirkan apa yang teman-teman Siska katakan. Dia tidak pernah ada pemikiran buruk itu sedikit pun. Tapi omongan itu yang sering dia dengar dari teman-teman Siska membuatnya tidak nyaman. Dan karena itu juga dia ingin pergi dari rumah ini. Dia tidak nyaman dengan seluruh pemberian Wisnu dan Siska. Lovita menarik napasnya dan menahan air mata yang hampir saja terjatuh di depan putranya.   Mereka baru saja selesai rapi-rapi dan keluar dari kamar mandi. Lovita mengantar kedua putranya ke kasur mereka. Keduanya menutup matanya dan mereka pun tertidur. Dan dia pun beranjak dari kamar kedua putranya dan masuk ke dalam kamarnya. Tidak berapa lama pintunya diketuk dan Siska pun masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di kursi yang bersebelahan dengan Lovita.             “Lovi, aku beneran minta maaf. Teman aku udah kelewatan banget,” ucap Siska.             “Gak apa-apa, Sis. Mereka kan emang kayak gitu. Yang penting kakak percaya sama aku,” ucap Lovita. Siska menatap Lovita dan merasa ragu dengan apa yang dikatakan wanita ini.             “Kalau kamu emang gak masalah, kenapa kamu ingin membeli apartemen?” tanya Siska. Lovita terdiam karena dia bingung darimana Siska tahu soal itu. Karena dia tidak pernah mengatakan itu pada siapa pun. Wanita itu beranjak dari bangku dan mengambil satu buku di meja kerja Lovita. Dia membuka pada satu halaman dan menunjukkannya pada Lovita. Itu adalah daftar yang sudah Lovita buat dan dia pun semakin terdiam.  “Apa aku atau Wisnu membuat kamu gak nyaman dirumah ini? Sampai kamu mau pergi dari rumah,” tanya Siska dengan wajah yang terlihat sedih. Membuat Lovita semakin merasa tidak enak dengan wanita dihadapannya. Wanita yang menyelamatkan nyawa kedua putranya.   Lovita langsung menggenggam tangan Siska erat. Lovita menatap wanita di hadapannya. Berusah untuk tidak menyakiti hatinya. Hidupnya sangat berhutang budi padanya dan dia tidak akan rela menyakitinya. Tapi dia juga tidak mungkin selamanya menumpang pada mereka. ” Bukan kayak gitu, Sis,” ucap Lovita. Dia terdiam beberapa saat seakan mencari kata-kata yang tepat. ”Aku mencari apartemen yang gak jauh dari sini. Agar kamu dan Wisnu tetap bisa bertemu dengan anak-anak,” ucapnya lagi. “Ini pasti karena teman-temanku, kan?” “Gak Sis, bukan karena mereka. Aku harus berusaha untuk diri aku sendiri. Aku gak bisa terus menerus mengandalkan kalian. Dan aku harus bisa mandiri mulai sekarang. Untuk aku dan anak-anakku,” penjelasan Lovita membuat Acela terdiam dan menghela napas. Lovita tersenyum dan menepuk punggung tangan Siska pelan. “Kamu gak usah khawatir, aku masih harus nabung untuk beli apartemen ini. Paling gak aku dan anak-anak akan tinggal disini sampai tahun depan,” ucap Lovita. Siska pun semakin menghembuskan napas dan tidak bisa berkata apa pun lagi. “Yaudah kalau itu pilihan kamu,” ucap Siska. Perempuan itu pun meninggalkan Lovita di kamarnya.   *****  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN