BAB 10.

1721 Kata
"Apa tidak apa kita meninggalkan Allea di Rumah? Dengan mommy dan nenek" Adrian menghela nafasnya lelah, lelah pada sang istri yang kerap kali bertanya dengan pertanyaan yang sama hingga berulang-ulang sejak keberangkatan mereka dan kini mereka berada di dalam Pesawat. "Ini sudah ke 17 kalinya kau bertanya padaku, sekali lagi kau dapat piring cantik dariku" "Tenang saja istriku..  Kau ingat kan, Allea, mommy dan Nenek begitu mendukung kepergian kita kali ini" Flashback on. "Allea jangan nakal di sini, jangan rewel dan menyulitkan nenek baiklah"ucap Hera pada sang Putri yang kini berada di gendongan mommy Min. "Ne mommy"jawab Allea. "Pergilah.. Allea tidak merepotkan, ingat... Saat pulang nanti kau harus memberikanku Seseorang cucu lagi"ucap nenek mengingatkan. "Dari jaman aku belum menikah yang diminta hanyalah Seseorang cucu"dengus Adrian. "Memangnya kalau aku minta Seseorang pria tampan kau akan memberikannya"ucap nenek. "Memangnya ada yang mau sama nenek"ucap Adrian yang membuat Hera menyenggol lengannya. "Memang benar, apa ucapanku salah"lanjut Adrian yang membuat Hera melototkan matanya ke arah pria itu. "Nenek jangan dengarkan dia, nenek masih sangat-sangat cantik dan begitu mempesona.. Wajah nenek masihlah berseri-seri bagaikan remaja berumur 17 tahun"puji Hera seraya menunjukan kedua ibu jarinya ke arah sang nenek. "Ahh... Kau ini, bisa saja aku jadi malu"ucap nenek seraya menutupi wajahnya dengan kipas lipat. "Tsk! Pembohong yang hebat"decak Adrian seraya melirik Hera. "Terserah"ucap Hera seraya menjulurkan lidahnya meledek Adrian. "Sudah pergilah dari sini.. Cepat, nanti kalian ketinggalan pesawat"perintah mommy Min. "Ne mommy"jawab Hera. Adrian dan Hera masuk ke dalam taksi, Hera menurunkan kaca jendela mobil, melambaikan tangannya ke arah tiga orang itu. "Mommy sayang Allea"ucap Hera. "Allea sayang mommy... " "Berjuanglah menantuku, Adrian semangat untuk berikan aku cucu arra"ucap nenek. "Mommy kata nenek,, pulang dali jalan-jalan jangan lupa bawa adik buat Allea"ucap Allea seraya mengapit mulutnya dengan kedua telapak tangannya. "Hahahahaha... Pasti nenek yang ajarkan ya.. Nenekkkkkk"protes Hera. Flashback end. "Aku jadi merindukan mereka bertiga"gumam Hera seraya memandang ke arah jendela pesawat. "Hei... Kita baru saja berpisah 3 jam yang lalu, tapi kau sudah merindukan mereka"decak Adrian. "Memangnya kenapa, ahh... Aku merindukan Allea"gumam Hera. Adrian beranjak dari sandaran kursi. Tubuhnya mendekat ke arah Hera. "Saat ini kita sedang berlibur, kapan lagi kita berduaan seperti ini, jadi aku mau pinjam hatimu, pikiranmu untukku saja saat ini.. Selama 1 minggu ini baiklah"ucap Adrian. "Tsk! Aigoo... Suamiku ini egois sekali, kau ini.. Baiklah"ucap Hera seraya mencubit gemas pipi Adrian. Chu~ Adrian mencium sekilas bibir Hera, membuat Hera panik seketika. Hera memperhatikan sekelilingnya, untungnya tidak ada yang melihatnya. Hera mendorong tubuh Adrian menjauh, membuat pria itu kembali bersandar di kursinya. "Kau malu aku menciummu di sini" "Tentu saja.. Masih bertanya lagi"gumam Hera seraya mengalihkan pandangannya ke jendela pesawat. "Uhh.. Lucunya"ucap Adrian gemas. Adrian melingkarkan kedua tangannya di leher Hera. Pandangannya ikut melihat ke arah luar jendela pesawat. "Kau pasti senang, keinginanmu terkabul untuk memberikan Allea adik, apalagi 100% nenek begitu mendukungmu" Adrian terkekeh mendengar penuturan Hera padanya. "Nenek selalu mendukung kalau itu menyangkut cucu" "Kita harus membuat nenek senang, jadi ayo berusaha memberikannya cucu ,emm.. Bagaimana kalau 10 cucu?" "Apa kau mau membuatku mati muda? Perutku bisa bolong kalau melahirkan 10 anak sekaligus"protes Hera. "Aku melihat di internet ada Seseorang wanita yang melahirkan 10 orang anak dan dia baik-baik saja, anak mereka juga sehat" "Kalau begitu nikah saja dengan wanita yang ingin melahirkan 10 anak untukmu, atau kau saja yang melahirkan 10 orang anak" "Bagaimana bisa pria melahirkan?" "Aku pernah melihat Seseorang pria melahirkan diinternet" "Jangan terlalu percaya pada internet" "Aku rasa kalimat itu juga cocok untuk mu " "Ckckcckckckckck.. "Tawa Adrian meledak dan membuat Hera tersenyum. "Kau membalikan kata-kataku dasar curang"dengus Adrian. "Aku belajar darimu tuan Refano" "Ckckckckckck" *** Evan berjalan sambil terus mengawasi tingkah laku Elena yang terus berjalan dengan langkah yang begitu ringan. Elena mampir di sebuah toko bunga, Evan mengintip ke dalam -melihat wanita itu membeli sebuah bunga lily putih. Evan bersembunyi di balik tembok saat Elena keluar dari dalam toko Bunga. Lagi-lagi Evan mengikuti langkah Elena hingga di Halte Bus. Sebuah Bus datang, Elena masuk ke dalam Bus diikuti oleh Evan. Elena mengambil tempat di bag. Depan dekat supir, sementara Evan duduk di paling belakang. Butuh waktu hingga 1 jam lamanya, hingga akhirnya Elena berdiri untuk menekan tombol merah pada dinding bus. Elena turun dari sana, diikuti Evan yang turun ke depan sedikit agar tidak di ketahui Elena. Evan menatap ke sekeliling, sebuah tempat pemakaman. "Siapa yang mau dia kunjungi di sini?"gumam Evan sedikit penasaran. Evan terus membuntuti Elena, hingga akhirnya wanita itu sampai di sebuah rak yang ada sebuah foto pria paruh baya di sana. Elena membungkukan tubuhnya hormat. "Halo daddy... Putrimu datang"gumam Elena yang membuat Evan tersentak kaget. "Daddy, aku mengunjungimu, ini hari kematianmu yang ke 11, Maafkan aku... Hera tidak bisa datang, dia sedang pergi dan mommy sedikit sibuk di kedai, jadi aku yang datang hari ini" "Semoga kau tidak sedih di sana karena hanya putrimu Seseorang yang datang" "Tapi Hera dan mommy tidak datang hanya pada hari ini, jadi jangan marah pada mereka berdua"Evan terkekeh mendengarnya, Evan kira Elena akan marah dan sedih karena hanya dia yang datang Seseorang diri. Tapi memang dasar wanita baik, dalam doa pun wanita itu masih membela mommy dan sahabatnya yang sebenarnya pantas untuk dia kecewakan. Karena hari ini adalah hari yang cukup penting, tapi malah tidak bisa datang. "Daddy.. Putrimu ini sedang menyukai seseorang"Elena menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya malu, dan hal itu sukses membuat Evan terkekeh karenanya. "Dia.... Akh... Aku malu menceritakannya, habis dia belum bilang kalau dia menyukaiku" "Kalau dia bilang dia menyukaiku aku pasti akan langsung menerimanya" "Karena aku percaya, kalau dia adalah pria baik"ucapan Elena barusan membuat Evan tertegun. Evan tersenyum mendengarnya. "Aku ingin menikah daddy,... Aku mau memiliki Seseorang putri seperti Allea, Putri Hera yang Hera kenalkan waktu itu.. Dia imut kan" "Aku mau memiliki Putri seperti putrinya Hera" "Tolong carikan aku pangeran dari atas sana arra" "Aku menyayangi daddy, aku pamit... Halo daddy, saranghae" Elena membungkukan tubuhnya sebelum akhirnya keluar dari sana. Elena melewati Evan tanpa wanita itu sadari. Evan melihat Elena pergi, namun bukan ikut keluar Evan malah datang ke arah foto daddy Elena. Evan membungkukan tubuhnya, memberi hormat. "Halo haseyo paman" "Atau boleh saya panggil daddy" Ucap Evan seraya terkekeh kecil. "Nama saya Evan, kalau boleh percaya diri saya sangat percaya diri kalau pria yang dimaksud Putri anda adalah saya ckckck. Maafkan aku"ucap Evan malu. "Saya mau minta ijin untuk mendekati Putri anda, semoga anda mengijinkan saya untuk berpacaran dengan Putri anda" "Saya cukup tampan untuk bersanding dengan Putri anda yang cantik" "Itu saja daddy, saya pamit mau mengejar Putri anda... Halo" Evan membungkuk lagi, lalu berjalan keluar dari tempat pemakaman. Evan mengedarkan pandangannya, bibirnya tersenyum saat mendapati Elena yang tengah melihat Seseorang peramal siswi Sekolah yang sedang melakukan demo. "Halo eonni apa anda mau diramal?"tawarnya pada Elena. "Kalau mau, anda hanya butuh 10 rb won untuk sekali di ramal"ucap wanita itu lagi. Elena nampak berpikir sebentar hingga akhirnya... "Cobalah ramal, apa kami berdua berjodoh?"ucap seseorang saat Elena ingin mengatakan sesuatu. Elena menoleh ke belakang dan mendapati Evan di sana. Pria itu berjalan mendekati Elena, berdiri di samping wanita itu seraya tersenyum hangat. Mata Elena mengerjap beberapa kali, dalam hati dia seakan bertanya apa semua ini nyata. Evan di sini bagaimana bisa? Sejak kapan? Jantung Elena berdegup kencang, pipinya bersemu merah. Evan mengalihkan pandangannya pada siswi tersebut. "Hey... Tolong ramal kami ya"ucap Evan. *** Adrian dan Hera sampai di Hotel. Mereka sampai pukul 9 malam. "Akhirnya kasur... Sejak tadi aku butuh ini" Adrian membanting tubuhnya di atas kasur, keduanya melakukan perjalanan ke New York. Adrian bilang dia mau melihat pertandingan Basket, dan pria itu begitu antusias untuk singgah di NewYork. Padahal Hera lebih suka Jepang atau Macau yang lebih banyak tempat wisata menurutnya. Hera menutup pintu kamar Hotel, sedikit terkejut saat mendapati sang suami yang sudah terbaring di atas tempat tidur. Hera duduk di samping Adrian yang sedang berbaring, Adrian terlihat begitu lelap, pria itu tidur dengan pulasnya. Hera terkekeh, matanya beralih ke arah balkon. Di kamarnya ada sebuah kaca yang menghadap pada pemandangan kota New York. Hera melangkah mendekati jendela kaca, ternyata ada pintu yang dibuka dengan cara di geser. Hera keluar menuju balkon dan membuatnya dapat merasakan dinginnya tiupan angin yang berhembus. Mereka berada di lantai 21 dari 30 lantai Hotel. Lampu-lampu cukup terang menghiasi malam kota New York yang terlihat begitu Indah. Hera tersentak, tangan Adrian melingkar dipinggangnya. Pria itu menaruh dagunya di bahu kanan Hera, kedua tangannya makin mengerat memeluk tubuh Hera. "Ukhhh... Di sini begitu dingin, apa kau tidak kedinginan humm"ucap Adrian. "Tidak, bukannya kau tidur? Cepat sekali bangunnya?" "Itu karena tidak ada kau di sisiku" Hera tersenyum mendengar perkataan Adrian. "Kau berlebihan" Adrian membalikan tubuh Hera menjadi menghadapnya. Kedua tangan Adrian berada di pagar balkon, mengunci Hera di dalamnya. "Akhirnya kita hanya berdua"ucap Adrian. "Wae?? Kau tidak suka ada Allea?" "Bukan... Masalahnya kalau aku ingin mendekatimu, kau selalu punya alasan karena ada Allea, takut dan takut.. Itu yang selalu kau katakan untuk mengancamku berbuat hal lebih" "Tentu saja aku takut, bagaimana kalau Putri kita melihat... Melihat... "Ucapan Hera berubah menjadi ragu-ragu dan hal itu membuat Adrian terkekeh. Adrian mengigit bibir bawahnya seraya menatap Hera gemas. Wanita ini benar-benar terlihat begitu menggemaskan di matanya. "Melihat apa humm?"goda Adrian. "Melihat hal yang tidak boleh dilihat"Hera menundukan wajahnya malu, sesekali melirik ke arah Adrian lalu beralih ke arah lain. Adrian terkekeh geli melihat Hera. "Hey.. ." Chu~ Adrian mengecup singkat kening Hera, membuat wanita itu melirik ke arahnya. Adrian menatap Hera dalam, membuat tatapannya mengunci penglihatan Hera. Membuat wanita itu hanya berfokus menatap kedua manik matanya. Dengan perlahan Adrian mulai mendekatkan wajahnya ke arah Hera. Kedua mata mereka terpejam, hidung mereka saling bersentuhan hingga bibir itu saling menyatu. Adrian melumat habis bibir Hera, memainkan lidahnya dan saling melilit satu sama lain. hingga akhirnya Hera mendorong tubuh Adrian untuk menjauh. Adrian menurunkan ciumannya ke leher jenjang wanita itu, Hera terdorong kebelakang, berusaha menjauh dari Adrian. "Adrian " Panggilan Hera tak digubris pria itu. Adrian terus berusaha meraih bibir Hera, mencoba menikmati bibir wanita itu. Adrian kembali meraih bibir Hera tapi lagi-lagi wanita itu menjauhkan dirinya. "Aishh...Kenapa?"protes Adrian yang mulai kesal karena Hera terus-terusan menolak aksinya. "Kau bau , mandi dulu sana"perintah Hera seraya menutup hidungnya dengan ke-2 jarinya, meledek Adrian. "Oh ya... Kalau begitu ayo kita mandi bersama" "Oh.. Oh.. Tidak, .. Tidak"protes Hera saat Adrian langsung menggendong nya ala bridal style menuju kamar mandi...  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN