11. Hari Pertama

1851 Kata
Rasa lelah setelah menempuh perjalanan beberapa jam, dari Jakarta menuju Daerah Puncak sukses terbayar lunas, dengan segarnya udara di sana. Walaupun agak dingin, tapi tetap saja menyegarkan.  Pak Dirman, Sopir di rumah mengantar pasangan muda ini hingga ke Villa dimana mereka akan menginap, dan menghabiskan waktu bersama. Setelahnya, Pak Dirman pamit pulang, dan mungkin saja, 3 hari setelahnya baru ia kembali untuk menjemput.  Setelah menyapa penjaga Villa, serta di beritahu letak kamar mereka, Risyad dan Dinda langsung menghambur diri mereka, ke atas tempat tidur empuk yang berada di sebuah kamar yang luas. Tak Mempedulikan lagi, bahwa sekarang mereka berbaring di sebuah tempat tidur yang sama.  Capek. Itulah kata yang kini membelit tubuh mereka. Tapi tak lama, hanya beberapa menit saja. Setelahnya, mereka memutuskan untuk jalan jalan.  " Mau kemana dulu? " tanya Risyad saat melihat Dinda yang telah siap dengan sneakers nya.  " Jalan jalan aja. Mau ngehirup udara seger. Sumpek. " jawab Dinda.  " Ya udah. Ayo. " Tak ada kata basa basi lain, diantara mereka. Setelah meminta izin untuk mengelilingi sekitar, kepada penjaga Villa, Mang Ujang dan Bik Siti, mereka berdua pergi.  ❤❤❤ Malam..  Udara dingin menyeruak menyusup hingga ke tulang, membuat siapapun harus mengenakan pakaian tebal, bak tengah berada di negara yang sedang turun salju.  Risyad dan Dinda keluar malam ini. Ya, layaknya pasangan muda mudi yang tengah berpacaran, mereka jalan jalan. Menikmati pemandangan malam, di daerah ini. Menghirup udara segar, yang walaupun terkesan dingin. " Syad, Gue pengin makan baso. " kata Dinda saat mereka berjalan kaki, menyusuri desa. " Dingin, jadi pengin yang anget anget. " " Sama, sih gua juga. " jawab Risyad. "Tapi gua ga tau dimana ada tukang baso. " " Kita cari aja, yuk. Siapa tau nemu. " Mereka menusuri jalan, semakin masuk ke dalam desa. Membelah dinginnya suasana malam. Tak ayal, mereka berpapasan dengan beberapa warga desa, yang tak sungkan menyapa mereka dengan ramah.  " Itu, disana Syad. " tunjuk Dinda saat matanya menangkap sebuah gerobak baso yang berdiri beberapa meter di depan mereka, dengan beberapa pelanggan disana.  Risyad mengikuti arah tunjukan tangan Dinda. " ya udah, kita kesana." Tanpa ragu, bahkan kini Jemari Risyad telah berayun menautkannya kepada jemari lentik yang berada di sampingnya. Dinda terkesiap saat merasakan tangan besar yang menggamit erat jemarinya.  " Mang, Basonya 2." pekik Dinda saat mereka sampai, dan memilih kursi panjang yang masih kosong untuk diduduki.  " baik, neng. Sebentar ya.. " jawab si Mamang tukang baso itu.  Beberapa pasang mata melihat mereka, sosok asing yang baru mereka kenal.  " Warga baru ya, Mas, Mbak? " tanya seorang ibu yang Memberanikan diri untuk bertanya kepada pasangan yang baru dilihat nya.  Senyum manis dari kedua orang itu mengembang. " Bukan, Bu. " jawab Dinda. " Kami cuma pengunjung, yang menginap di salah satu Villa di sini. " Risyad hanya tersenyum tanpa tau lagi harus berkata apa. Jujur, jaket hoodie yang ia kenakan tak cukup memberi kehangatan bagi tubuh lelahnya.  " Oh, begitu. Itu suaminya ya, Mbak? " tanya si ibu lagi.  Jelas saja, si ibu ini mulai Kepo.  " Iya, Bu. Dia suami saya. " jawab Dinda.  Beberapa anak gadis yang kebetulan tengah menunggu pesanan baso mereka datang, terus menerus memandangi Risyad dengan tatapan memuja. Nampaknya, mereka tak mendengar jawaban Dinda, bahwa pemuda tampan yang mereka kagumi sekarang telah beristri.  " Ihh.. Meni ganteng pisan, nya? " " Ganteng pisan, ih. " " nya atuh. Itu teh, siapanya ya? Ko ganjen kitu, ih. Meni nempel nempel. " " jangan jangan, itu teh bobogohannya atuh. " " bukan meren. Adiknya mungkin. " " nte nyaho lah. " " Ih.. Ganteng pisan. Abah.. Ambu.. Neng mau kawin.. " Begitulah kira kira reaksi gadis gadis yang menatap penuh memuja kepada Risyad yang pada kenyataan nya memang memiliki wajah tampan yang begitu mempesona mata.  " Ini, Neng, Jang basonya. " kata si Mamang tukang baso, sembari menyodorkan 2 mangkok baso ke hadapan Risyad dan Dinda.  " makasih, Mang. " Dinda dan Risyad kompak.  Terdengar nada komplain di antara gadis gadis tadi saat pesanan mereka tak kunjung datang.  Dinda tampak benar benar menikmati semangkok baso yang berada di hadapannya. 'Enak banget, basonya' batin Dinda. Tapi, ia tak merasakan bahwa seseorang yang berada di sebelahnya menikmati makanan yang ada di hadapannya.  " Lo kenapa? " tanya Dinda saat Risyad tak kunjung menyuap baso yang di pesannya.  Risyad tampak meneguk salivanya. "kenapa kita makan baso disini, si? " tanya Risyad dengan tampang sok polosnya.  " kenapa emang? Enak loh basonya. " kata Dinda. " cobain deh. " " bukan itu masalahnya. " kata Risyad lagi. Sedari tadi entah beberapa kali, ia nampak gelisah. " lo liat, tuh. " kata Risyad sambil berbisik. " banyak cabe kiloan yang pada liatin gua. Kek mau nyulik gua aja. Bisik bisik tetangga mulu. "  Nyaris saja tawa Dinda meledak.  " Haha.. Ada ada aja, Lo Syad. Parno an berlebihan. " kekek Dinda. " Mana ada penculik pake acara pesen baso segala. " " ya siapa tau aja kan, itu pengalihan. Risih gua daritadi di liatin mulu. " keluh Risyad. Kali ini nampaknya ia bersungguh sungguh.  Dinda mengulum senyumnya. " kalo ga mau diliatin gitu, buruan abisin basonya. Abis itu, kita lanjut jalan lagi. " Dengan cepat, tanpa babibu lagi, ia menyantap baso di hadapannya kini.  Dinda nyaris terkikik geli melihat kelakuan seorang Risyad. Haha.. Benar benar menggemaskan.  ❤❤❤ _Dinda Pov.  Gue bener bener ga habis pikir, ternyata Risyad itu parnoan banget, ya jadi orang.  Padahal, jelas jelas cewek cewek tadi itu natap dia dengan tatapan memuja. Tapi dia malah ngira kalo mereka mau nyulik? Hah.  Keknya tuh anak, udah kelamaan Jomblo deh. Makanya kek gitu.  " Haha.. Lo lucu, Syad. Kek gitu aja parno an! " ledek Gue.  Kecut. Muka dia sekarang. " males aja gua. Risih tau ga di liatin kek gitu. " " Terserah deh. Kita mau kemana lagi? Masih awal, nih. Pulangnya nanti aja, ya? " " hem.. Mau kemana lagi, emang? " Gue mikir. " kemana aja, Yukk. " Dia nurut aja.  Padahal, kan Mama sama Papa ngirim gue sama Risyad kesini itu buat Honeymoon an. Ya, mungkin kek planning mereka buat ngarepin cucu dari gue sama Risyad. Tapi.. Berhubung ini cuma di puncak, jadi gue mendingan jalan jalan. Refreshing, setelah sumpek menghirup udara yang penuh polusi di ibukota.  Gue lanjutin jalan jalan sama Risyad. Tapi..  " Yah yah yah... Ujan.. " Seketika, hujan deras turun layaknya di sinetron yang turun secara tiba tiba. " Kita kesana aja. Neduh. " ajak Risyad sambil narik tangan gue menuju sebuah Rumah pohon yang berada ga terlalu jauh dari tempat gue sama Risyad sekarang.  Tanpa ragu gue ikutin Risyad, karena dia narik tangan gue. " Padahal disini dingin, tapi masih aja hujan. " keluh Risyad sembari menggosok gosokkan kedua telapak tangannya, karena kedinginan.  " iya, ya. " gue mengiyakan. Gue juga melakukan hal yang sama, dengan apa yang Risyad lakukan.  Hening di antara gue sama Risyad.  Gue duduk memeluk lulut, di pojokan rumah pohon itu, sedangkan Risyad, ia tengah bersandar, sembari melipat tangannya di depan d**a. Jacket hoodie yang gue pake ga mempan menghalau dingin. " Lo kedinginan banget, ya? "  Pertanyaan itu lolos dari bibir Risyad yang sedari tadi hanya diam membeku. " lumayan. " jawab gue.  Entah apa yang sekarang Risyad pikirkan. Seenaknya ia membuka bomber jacket yang membungkus tubuhnya, mendekat ke arah gue.  Tangannya langsung merengkuh punggung gue, dengan jacketnya. "Lo ngapain, si? " tanya gue heran.  " biar lo ga kedinginan. " katanya.  Hah? Gila! Bukannya dia juga kedinginan?  " gue kan udah pake Hoodie. Lo pake aja, gapapa. " kata gue, berharap dengan tolakan kecil itu bisa membuat Risyad mengurungkan niatnya, dan kembali merengkuh jacket nya itu membungkus tubuhnya.  " Gapapa. Gue ga kedinginan kok. " kata dia.  " tapi, Syad__" Dia langsung motong kalimat gue. "Ga usah banyak protes. Pake aja, apa susahnya si? Ribet amat! " Dia nyibir gue? Hah! Barusan aja, dia terkesan romantis, tapi sekarang.. Ihh.. Sifat Nyebelin nya Kumat.  Dia kembali menyenderkan badannya di salah satu tiang. Masih dengan posisi sama, seperti tadi, tengah melipat tangannya di depan, dengan kaki yang berdiri tegak, namun sedikit disilang.  Entah kenapa, nih mata gue pengin banget liatin dia. Aneh emang. Tapi wajar, kan? Dia suami gue, tapi ko rasanya ga wajar gini ya?  Dia memejamkan matanya. Seulas senyuman rasanya mulai menarik ujung ujung bibir gue. Kalem. Itu yang gue lihat sekarang.  Entah apa yang membuat gue tertarik dengan air hujan kali ini. Gue berdiri dari posisi gue sekarang, menengadahkan telapak tangan gue, menahan air hujan yang semakin deras membasahi bumi.  Ga lama, kaki ini tertarik untuk melangkah turun dari rumah pohon yang cukup tinggi ini, mungkin untuk berlarian di bawah rintikan deras air hujan. Gue turun, tanpa mempedulikan panggilan Dari Risyad, yang mulai melarang gue buat hujan hujanan.  " Din, mau kemana? Hujan? " Teriak dia percuma. Toh sekarang gue udah berlarian kesana kemari, sembari menari nari di bawah derasnya hujan. Bahkan, jacket Risyad tadi gue tinggal.  " Din, entar sakit! " teriak Risyad lagi.  " gue cuma mau nikmatin ujan, kok! " teriak gue di antara derasnya hujan.  Risyad turun dari rumah pohon itu, dengan sedikit berlari menghampiri gue. " Dinda, entar lo sakit, elah!"  " sekali kali aja, ko. Gapapa. " Keras kepala. Ya, itulah gue. Sekarang, baju gue udah bener bener basah kuyup, rambut gue lepek, tapi ga mengurangi rasa senang gue waktu bermain hujan hujanan, serta berjingkrak jingkrak kegirangan layaknya anak TK. Hahah.  Gue ga nyadar, kalo ternyata Risyad kembali naik ke atas rumah pohon itu. Ga lama, dia turun lagi sambil menenteng jacket dia yang gue tinggal tadi. Pria tegap, tampan mempesona itu berlari lari kecil menghampiri gue. Rambut lepek karena air hujan, sukses membuatnya terlihat macho. Ganteng, beneran. Gue ga bohong.  Pria berkaos putih itu mempertipis jarak dia sama gue, lalu mulai memayungkan jacketnya di atas kepala gue. " Kita pulang sekarang! " kata dia.  Dingin. Lebih dingin daripada suasana malam ini.  " Tapi, Syad gue__" " Diem. " kata dia memotong penolakan gue. " Pulang atau gua tinggal disini,? " Terpaksa gue nurut. Dia rela membiarkan badannya basah kuyup, dan bahkan, dia cuman mayungin gue pake jaketnya. " Syad, Lo juga dong. Masa jaketnya lu payungin di kepala gue doang? " tanya gue.  " udah. Diem aja. Kalo gua ikutan mayungin kepala gua, sama aja boong. Tetep basah. " kata dia.  Huufftt.. Terserah.  Dia romantis? Jelas. Tapi, sikapnya masih aja dingin.  Sudahlah, gue ga mau berdebat lebih jauh lagi.  " Tapi, Gue__" Belum sempat gue merampungkan kalimat gue, dia langsung merengkuh bahu gue Possessive. Siall. Kenapa dia harus bikin gue sport jantung, gini si? Gue biarin dia, merangkul gue, sedangkan tangannya yang lain, sibuk menahan jacket agar tetap melindungi kepala gue dari air hujan yang membuat galau ini.  " Kek anak kecil, tau gak? Main ujan ujanan segala. " cicit Risyad.  Huhh.. Gue menghela nafas. " Berisik. Mendingan, tuh kepala lo juga di tutupin. " saran gue.  " ga muat, ogeb. Udah diem, jangan banyak omong, oke? " Huh.. Sikap Absurd nya Kumat..  Sabar, intinya Risyad ajak gue pulang ke Villa, kok.  Yang penting pulang, walaupun dengan pakaian basah kuyup.  ❤❤❤❤❤❤❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN