Bab 6. Mertua Egois

1035 Kata
Suara langkah kaki lebih dari satu orang terdengar dari arah lorong koridor rumah sakit. Membuat Aya dan bapaknya menoleh melihatnya. Ada dua pasang orang dewasa tengah baya sedang berlari ke arah Aya dan bapaknya. "Bagaimana keadaan Abian?!" tanya seorang wanita tengah baya itu. "Tenang dulu, Bu! Abian sedang dirawat. Dia masih pingsan," jelas bapak Aya. "Tapi, ngomong-ngomong kapan kalian pulang ke sini? Kenapa kamu tidak mengabari dulu kalau mau pulang ke bapakmu, Aya?" tanya mertua laki-lakinya. Aya terdiam dan tidak langsung menjawab. Jadi, selama Aya pulang ke rumah bapaknya, Abian memang sama sekali tidak memberitahu pada kedua orang tuanya kejadian yang sebenarnya. "Maaf. Tolong dengarkan penjelasan saya dulu, Bu," kata bapak Aya yang berusaha menengahi saat Aya mulai diinterogasi. Bapak Aya mengajak mertua Aya menjauh dari Aya. Setelah berada agak jauh dari Aya, Aya melihat bapaknya menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Soal anaknya yang melakukan hal buruk pada menantunya. Aya masih terdiam dan tidak mengatakan apapun juga. Ia memandangi ketiga orang tua dari jauh. Aya lalu duduk di bangku tunggu dengan lemas. Ia menghela nafas beratnya. Meskipun Abian sudah melakukan kekerasan padanya, Aya tidak ingin semua ini terjadi. Bagaimanapun juga, Abian adalah suaminya. Ia ingin Abian segera sadar dan dokter bilang segera bisa pulang dari rumah sakit. Pikir Aya. Tiba-tiba, ponsel Aya berdering. Aya pun langsung mengambilnya dari dalam saku. Setelah itu, ia melihat di layar ada panggilan dari Prisa. Membuat Aya langsung cemas dan mengangkat panggilannya. "Halo, Pris? Ada apa? Apa Nala terbangun?" Aya mendadak panik begitu ka menerima panggilan telepon. "Tidak, Kak. Tenang saja. Nala masih tidur, kok," jawab Prisa. Membuat Aya lega mendengarnya. "Syukurlah." "Bagaimana keadaan di sana, Kak?" "Dokter masih melakukan scan dan hasilnya belum keluar. Mas Abi juga belum sadar. Tapi, kata dokter itu adalah reaksi wajar. Untungnya, Mas Abi sudah melalui masa kritis." "Syukurlah, Kak." "Pris. Aku rasa, aku nanti sedikit pulang agak telat. Di sini, mertuaku datang." "Jadi mereka sudah datang, ya? Cepat sekali?" "Begitu bapak menghubungi mereka, mereka langsung berangkat. Tapi, mereka tidak tahu kalau aku kabur dari rumah waktu itu. Mereka tahunya aku dan mas Abi memang pulang kampung untuk mengunjungi bapak." "Oh, begitu. Ya sudah, Kak. Jangan khawatir soal Nala. Biar aku menjaganya sampai besok. Kak Aya juga istirahatlah." "Terima kasih, Pris." Panggilan ditutup. Aya menjauhkan ponsel dari telinganya. Setelah itu, ia kembali melihat ke arah bapaknya yang menjelaskan pada mertuanya itu. Aya pun duduk untuk menunggu bagaimana reaksi mereka. Tidak lama, bapak dan mertuanya kembali mendekati Aya. Aya masih diam dan tidak berbicara apapun. Ia hanya menundukkan setengah pandangannya. "Jadi, apa kamu baik-baik saja?" tanya ibu mertuanya saat sudah di dekat Aya. Aya hanya menganggukkan kepala menjawabnya. Aya tiba-tiba saja merasa mual. Ia juga pusing dengan keadaan sekitar. Apa lagi ini? Janin di dalam kandungannya mulai bereaksi kembali? Bapak Aya melihatnya langsung cemas. "Aya, Bapak Carikan minuman hangat dulu, ya," kata bapak Aya seraya langsung pergi meninggalkan mereka. Bahkan, Aya belum sempat menjawab bapaknya. Bapak mertuanya juga ikut pergi untuk membeli rokok. Sehingga, saat ini, hanya ada Aya dan ibu mertuanya menunggu Abian di luar kamar pasien, tempat Abian dirawat. "Apa mungkin kamu masuk angin?" tanya ibu mertuanya lagi. Aya hanya menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin ia bilang kalau dirinya hamil anak kedua. "Aya. Seharusnya kamu bilang pada kita kalau kamu sedang ada masalah. Jangan langsung kabur dari rumah seperti itu!" Tiba-tiba, ibu mertuanya menambahi kalimat lain, bahkan sebelum Aya menjawab pertanyaan pertamanya. Membuat Aya terhenyak mendengarnya. "Lihat, semua jadi kacau begini, kan?! Itu sama artinya dengan kamu sudah menyebar aib suamimu sendiri!" tambah ibu mertuanya lagi, dengan nada agak tinggi. Aya tidak habis pikir dengan kalimat ibu mertuanya tadi. Ia hanya memalingkan wajah sambil mendengus kasar. Bukannya permintaan maaf yang didengar Aya, tapi malah membela anaknya yang salah. Kenapa bisa ibu mertuanya berbicara seperti itu? Kenapa tidak menyalahkan anaknya saja yang melakukan KDRT pada Aya? Coba kalau beliau berpikir jernih. Jika anaknya tidak memukul atau menuduh Aya yang bukan-bukan, pasti kejadiannya tidak akan seperti ini. Malam itu, jika seandainya Aya tidak melarikan diri malam itu, apa ibu mertuanya bisa menjamin Aya masih hidup sampai sekarang?! "Maaf. Saya sudah memutuskan bercerai dengan Mas Abi," kata Aya dengan menahan luapan emosinya. Aya sudah tidak tahan lagi. Toh, selama ini ia juga merasa seperti menantu yang tidak dianggap. Ketika di rumah mertuanya, Aya selalu disuruh melakukan pekerjaan rumah, sedangkan adik ipar perempuannya, terus bermain ponsel seharian. Dengan mengatakan soal perceraian, semoga bisa menyadarkan diri mertuanya. Agar tidak terlalu memandang salah satu pihak dan tidak terus menyalahkan Aya yang sebenarnya korban dalam masalah ini. "Aya?! Perceraian itu tidak menyelesaikan masalah! Seharusnya dibicarakan baik-baik. Jangan memilih untuk bercerai! Bagaimana nanti Nala?! Memangnya kamu tidak berpikir sejauh itu?!" Aya semakin tidak mengerti. Bisa-bisanya mertuanya mengatakan hal seperti itu?! Dan lebih buruknya lagi, mertuanya mengatakan hal itu saat bapak Aya pergi. Rupanya anaknya mewarisi sifat dari orang tuanya. Pengecut! "Bu, bagaimana Nala bisa tumbuh dengan baik kalau terus menerus melihat kekerasan?! Bukankah seharusnya mas Abi yang bersalah? Kenapa malah memarahiku?!" "Aya. Abian tidak mungkin berbuat seperti itu tanpa sebabnya. Apa kamu tidak bisa instrospeksi diri dulu?! Lagi pula, kalian juga saling bertengkar, kenapa hanya Abian yang salah?!" "Saya juga salah, Bu. Tapi mas Abi sudah keterlaluan. Mas Abi bahkan sudah hampir membunuh saya hanya karena alasan tidak masuk akal! Mas Abi menuduh saya selingkuh tanpa bukti. Dan itu dilakukannya berkali-kali. Selama ini saya bertengkar karena saya membela kalau memang saya tidak pernah selingkuh!" "Aya. Ibu tahu, sifat Abian seperti itu karena dia sayang sama kamu." "Apa, sayang itu harus menyakiti seperti yang dilakukan mas Abi pada saya? Saya sampai dicekik malam itu! Saya bahkan berpikir untuk lapor polisi!" "Ya ampun, Aya! Kenapa kamu sampai berlebihan seperti ini? Kenapa kamu tega seperti itu pada suamimu sendiri, Aya?!" "Mas Abi juga kenapa tega sampai mencekik saya, Bu?!" Aya berbicara dengan langsung berdiri. Habis sudah kesabarannya. Tidak ada lagi rasa hormat pada mertua yang tidak bijaksana seperti itu. Aya memang dalam pengaruh sensitif karena hormonnya berubah saat hamil muda. Ia menjadi sangat mudah marah. Namun, Aya yakin siapapun yang mengalami kejadian seperti ini, pasti akan marah meskipun tidak dalam keadaan hamil. Sekian detik kemudian, Aya tiba-tiba merasa sangat pusing! Ia yang berdiri, tiba-tiba oleng dan memegangi kepalanya. Hanya dalam hitungan detik, semuanya mendadak menjadi gelap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN