10

1711 Kata
Happy reading and enjoy~ 25 tahun yang lalu. "Ibu, lihat! Aku mendapat nilai tinggi hari ini." Aslan berlari-lari sembari membawa selembar kertas dari gurunya. Ia hanya ingin membuktikan bahwa dirinya lebih hebat dari kakaknya. Ratu Adalia hanya meliriknya sekilas dengan ujung matanya, kemudian wanita itu kembali berpaling dan mengalihkan perhatiannya pada kain yang ditenun. "Tadi guru mengatakan bahwa aku mulai besok bisa mempelajari bab 50 di buku  Dewa dan Dewi, guru juga bilang bahwa aku murid yang pandai dan cepat belajar. Aku lebih unggul dari teman-teman sebayaku yang lain." Aslan bercerita dengan semangat, sementara Ratu Adalia menunjukkan wajah jengah, wanita itu tampak tidak suka. "Guru bilang ibu harus menandatangani kertas ini, apa Ibu mau menandatanganinya sekarang?" Aslan mengulurkan kertasnya dengan wajah berbinar, Ratu Adalia menghentikan tenunannya, menatap Aslan dengan wajah marah. "Apakah kau tidak bisa berhenti? Kau tidak bisa diam dan duduk tanpa harus mengganggu aktivitasku. Kau itu seorang pangeran, tidak boleh merecoki Ratu, kau harus punya martabat. Kau tidak boleh bersikap kekanak-kanakan, meskipun saat ini dirimu masih anak-anak. Pergi dan kembali belajar! Aku tidak ingin melihat wajahmu, atau tidak perlu belajar, kau tidak perlu menunjukkan nilai-nilaimu pada ku, aku tidak butuh apa pun darimu. Kau dengar aku?" Ratu Adalia terdiam sejenak, menatap Aslan yang menundukkan wajahnya dalam-dalam. "Apalagi yang kau tunggu? pergi sana!" Dengan hati sedih ia melangkah keluar, saat itulah abangnya yang bernama pangeran Ozza masuk dengan wajah berbinar sembari membawa selembar kertas di tangannya. "Ibu lihat! Nilaiku sudah tidak merah lagi." Semua orang yang ada di istana tahu betul bahwa Aslan lah yang lebih pintar daripada Ozza, akan tetapi entah mengapa Ratu Adalia membedakan kasih sayangnya di antara dua pangeran. Mungkin karena Aslan yang terpilih sebagai putra mahkota, sedangkan mereka tahu bahwa Ozza adalah abang dari Aslan. Tentunya jabatan itu tidak bertahan lama, karena Ratu Adalia meminta sang Raja mengganti kedudukan mereka. Ozzalah yang menempati peran sebagai putra mahkota seperti yang diinginkan Ratu Adalia, lelaki itu mendapat perhatian lebih dari para menteri dan juga anak-anak menteri. Semuanya melupakan Aslan yang berdiri dengan tatapan nanar. Kenapa dirinya harus berbeda dari yang lain? Dari abangnya, dari kasih sayang ayah dan ibunya. Tidak ada yang benar-benar memperhatikannya. Padahal ia dan juga Oza sama-sama anak Raja. "Wah, anak Ibu memang pintar.  Ibu yakin suatu saat nanti kau yang akan memimpin Alasjar, kau memang cocok menjadi putra mahkota." Ratu Adalia menunduk untuk mengecup dahi Ozza dengan sayang, hal itu tak luput dari Aslan yang mengintip melalui jarak yang cukup dekat, karena ia belum pergi dari ruangan. Ozza tersenyum lebar. "Aku akan berusaha lebih keras lagi, Ibu." Ratu Adalia mengusap rambut Ozza. "Ibu percaya padamu, ibu akan jadi Ratu yang paling bahagia jika melihatmu memimpin negara ini." Aslan berbalik, ia tidak mau mendengar apa pun ucapan Ratu. Ia berlari ke hutan, menerjang angin beserta ranting-ranting dan dedaunan. Ia berlari tanpa arah, tetapi akhirnya ia berhenti di telaga. Menatap wajahnya dari atas air.  Apa yang membedakannya dari Ozza? Wajah mereka berbeda, ia memiliki rambut berwarna hitam gelap dan juga mata yang berwarna emas. Aslan menatap kedua tangannya, ia pandai bermain pedang dan juga berkuda. Semua dilakukannya dengan baik, mengapa orang-orang itu tak pernah meliriknya atau setidaknya sedikit memberikan komentar atas usahanya? Mengapa mereka seolah-olah tutup mata dengan apa apa yang diperbuatnya? Hal yang baik atau pun buruk, mereka pasti akan mengabaikannya. Tidak ada yang memujinya jika ia bersikap baik, juga tidak ada yang mengomentari nya ketika ia bersikap buruk. Percayalah, diabaikan benar-benar menyakitkan dari pada dibenci. Aslan menatap air yang ada di hadapannya Apa sebaiknya ia tenggelam di telaga ini? Pasti tidak akan ada  yang mencarinya, mereka akan senang jika melihatnya mati. Jika seperti itu, kematiannya akan menjadi sesuatu yang bodoh. "Pangeran Aslan, mengapa Anda bisa berada di sini?" Aslan berpaling menatap guru Mino yang datang menghampirinya. Guru Mino adalah satu-satunya guru yang yang tidak membedakan kasih sayang antara dirinya dan juga Ozza. Dia memperhatikan bahkan memuji Aslan dengan jujur. Ia menyayangi lelaki itu lebih dari pada ibunya dan juga ayahnya sendiri. "Guru, apa boleh aku bunuh diri? Jika aku mati, apa apa Ibu Ratu akan mencariku?" Aslan dengan polos mengungkapkan isi hatinya. "Mengapa Anda berbicara seperti itu, pangeran? Anda adalah pangeran negeri ini, Anda kuat dan pintar. Anda tidak boleh bunuh diri, Ratu menyayangi Anda, hanya saja beliau tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya." Aslan mendongak untuk menatap wajah gurunya. "Tapi mengapa Ibu Ratu bisa mengungkapkan rasa sayangnya kepada kakak? Aku tidak pernah  dicium ibu, tapi kakak sudah berulang kali dicium. Aku selalu mendapat nilai lebih tinggi, tapi kakak selalu dipuji. Apakah sesulit itu untuk mengungkapkan rasa sayangnya padaku?" Guru Mino merangkul pundaknya, lalu mengusap-ngusap kepalanya. "Suatu saat nanti Ibu Ratu pasti bisa menyayangi Anda, Pangeran. Beliau seperti itu karena ingin melihat Anda tumbuh menjadi lelaki yang kuat dan juga bijaksana. Maka dari itu, Anda harus hidup dan tumbuh menjadi lebih kuat dan  mengalahkan pangeran Ozza, Anda akan menjadi panglima perang dan mengalahkan negri-negri yang kita jajah. Orang-orang akan melihat Anda dan mendukung Anda." Aslan menundukkan wajahnya. Di dalam istana tidak ada yang mau mengajarinya setelah ia turun dari jabatan putra mahkota. Dulu, mereka mau mengajarinya bermain kuda dan pedang. Dia juga mahir di sana dan selalu mendapat pujian, tetapi ketika pangeran Ozza yang menjadi putra mahkota, semua berubah. Sekuat apa pun ia menggunakan pedang juga berkuda, gurunya tidak pernah memujinya. Bahkan yang lebih parah sekitar seminggu yang lalu, gurunya berhenti mengajarinya bermain pedang dan juga berkuda. Semua aktivitasnya Dendi kan hanya belajar yang masih terus berjalan itu pun semua guru-gurunya yang mengajari budaya dan tata krama kerajaan juga berhenti mengajarinya hanya guru minum yang masih tetap setiap "Tapi bagaimana aku menjadi kuat dan pintar, tidak ada yang mau mengajariku. Apakah guru mau mengajariku? Aku mohon, jangan menjadi orang lain yang menghindariku,  karena aku tidak bisa belajar sendiri." Mino terkekeh. "Hamba akan tetap menemani Anda hingga Anda bisa menjadi Raja, Pangeran Aslan. Hamba akan setia, hamba berjanji tidak akan pernah meninggalkan Anda, karena hamba percaya pada Anda. Usaha dan kesabaran pasti bisa merubah takdir Anda. Sekarang jika Anda tetap seperti ini tanpa berniat untuk meningkatkan kekuatan Anda, bagaimana bisa Anda mengalahkan Pangeran Ozza? Ayo, sekarang Anda harus bangkit dan pergi ke perpustakaan untuk membaca buku dan mencobanya sendiri. Jika Anda tidak paham Anda bisa datang ke ruangan saya." Merasa mendapat dukungan dan juga kasih sayang, Aslan bangkit dengan semangat. Ia memeluk guru Mino. "Terima kasih, guru," katanya sebelum berlari menuju istana. Ia langsung pergi ke perpustakaan, mengambil beberapa buku pelajaran dan mulai membacanya. Ia juga membawanya ke kamar, semua buku dibacanya, mulai dari buku tentang Teleport, Dewa dan Dewi, pengabsahan kekuatan tenaga dalam, dan buku-buku yang lain. Aslan juga membawa buku tentang pedang, strategi dalam berperang, bahkan ia juga membawa buku tentang menenun, hal yang dipelajari oleh wanita. Aslan juga ingin pandai dalam melakukan hal yang dilakukan oleh wanita. Bisa saja ketika ia menenun, Ratu Adalia menyukai hasil tenunannya dan berakhir menyukainya.Aslan tersenyum lebar, ia bersemangat. Sejak saat itu, mulai pagi hingga malam ia terus berada di kamarnya, bahkan Aslan tidak menghadiri acara  makan bersama anggota keluarga kerajaan. Hanya pelayan yang mengantarkan makanannya hingga ke depan pintu, sesekali ia keluar untuk menemui guru Mino. Dan ketika itu pula Ratu Adalia mengira bahwa Aslan menjadi pemurung dan berputus asa, padahal lelaki itu malah semakin bersemangat. Aslan benar-benar menjadi orang yang anti sosial, ia tidak punya kawan. Kehidupan itu berlangsung hingga dua tahun lamanya. *** Pagi itu ulang tahunnya yang ke-9 tahun. Saat itu guru Mino mengatakan bahwa sudah saatnya Aslan mempraktekkan apa yang sudah dipelajarinya dari buku-buku yang dibacanya. Ia baru mempraktekkan tenunan  kain yang dipelajarinya dari buku, dengan gambar Ratu Adalia, raja,  Pangeran Ozza, dan juga dirinya.  Ratu Adalia, Pangeran Ozza serta Raja berdekatan, sementara ia sendiri menjauh. Gambar di kain tenunannya mewakilkan keadaannya. Aslan dan guru Mino berjanji ingin bertemu di lapangan berkuda, tapi sebelum menemui guru Mino, Aslan pergi ke kamar Ibu Ratu untuk memberikan kain hasil tenunannya. Iya tidak mengetuk pintunya terlebih dahulu dan saat itu kebetulan pintu kamar Ratu adalia terbuka sedikit ia mendengar teriakan dari dalam suara Ratu "Kau Ibunya dan kau sama sekali tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini! Dia sudah mengurung dirinya selama 2 tahun di dalam kamar, sekali pun kau tidak pernah menjenguknya." Aslan mendengar ayahnya--atau raja negeri Alasjar berteriak. "Aku bukan ibunya! Sudah berapa kali kukatakan padamu, kau sendiri tahu bahwa dia bukan anak kandung ku. Jangan pernah menyebutnya anakku lagi. Jika kau penasaran dengan keadaannya, pergi temui dia. Jangan membuatku repot karena harus membesarkan anakmu, Yang Mulia." Aslan terpaku, ia memundurkan langkahnya sebelum memilih berlari. Apa maksudnya? Apa benar dia bukan anak kandung Ratu? Jika begitu, anak siapa dirinya? Wajar jika Ratu membenci dan mengucilkannya, dan wajar jika Ratu Adalia membalikkan telapak tangan dari semua masalah tentangnya. Bagaimana ini? Kepada siapa ia bercerita? Jika ia menceritakan jati dirinya kepada guru Mino, Aslan takut lelaki itu menjauh darinya dan tidak ingin mengajarinya berkuda, dan juga mengembangkan kekuatan tenaga dalam. Aslan takut satu-satunya orang yang baik padanya  menjauhinya. Dia tidak punya siapa pun sekarang, perlahan guru Mino juga pasti akan tahu siapa dirinya sebenarnya. Guru Mino pasti mendukung anak raja yang sah, bukan anak raja campuran sepertinya. Aslan kembali ke kamarnya, ia tidak jadi menemui guru Mino. Kini ia tidak berani keluar kamar, para pelayan pasti menatapnya dengan sorot menakutkan. Mungkin banyak yang belum tahu bahwa dirinya bukan anak Ratu, tetapi waktu itu Aslan kecil berbalut kebingungan dan ketakutan. Ia memilih salah satu buku yang membahas tentang tenaga dalam, lalu meringkuk di bawah tempat tidur dan membacanya. Aslan bersumpah ia tidak akan keluar kamar lagi. Ia belum sanggup menerima tatapan-tatapan sinis dari orang-orang, waktu itu mengapa ia menjadi putra mahkota? Wajar jika Ratu meminta kepada raja agar menggulingkannya dan memberikan tahta putra mahkota kepada Pangeran Ozza. Aslan menatap kedua tangannya. Jika ia menjadi kuat dan berhenti mengurung diri, lalu raja menunjuknya sebagai panglima perang, apakah ia setidaknya walaupun sedikit bisa disukai Ratu? Ratu pasti menganggap bahwa ia sedikit berguna. Itu hanyalah pikiran polos dan penuh semangat dari Aslan kecil, ia sama sekali tidak tahu bahwa menjadi terkuat dan menjadi pusat perhatian bukan mendapat kasih sayang Ratu Adalia, melainkan mendapatkan lebih banyak kebencian dari wanita itu. Aslan kecil yang tidak tahu apa-apa dengan semangat menutup bukunya saat mendapat pikiran baru, ia duduk di atas ranjang, melipat kedua kakinya dan menutup matanya, mencoba untuk memunculkan tenaga dalam. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN