16

1817 Kata
Happy reading and enjoy~ Untuk beberapa saat Elina hanya terdiam. Mengapa Aslan berjalan mendahuluinya dengan raut marah? Ia tidak mengerti dengan sifat para lelaki, karena dulu ia punya adik perempuan. Dengan dahi berkerut, ia mengejar langkah Aslan yang mulai menjauh. Jangan bilang laki-laki itu mau meninggalkannya di padang pasir ini sendirian. Sungguh tidak bermoral. Mulutnya terbuka ingin menjerit. "Yang Muli ...." Wush! Aslan sudah menghilang. "A ..." Demi Dewa dan Dewi! Ternyata benar laki-laki itu meninggalkannya sendirian. Sekarang, bagaimana ia pulang dan bagaimana caranya minta bantuan? Ia tahu Aslan adalah makhluk yang kejam, tidak berperasaan, tapi bukan berarti lelaki itu tidak menolongnya dan meninggalkannya. Jangan bilang, ini alasan Aslan untuk membuangnya, sehingga lelaki itu bisa memimpin Alasjar tanpa embel-embel ratu disampingnya. Sejak awal, pernikahan mereka hanya formalitas. Aslan membutuhkan darahnya, ia juga tidak boleh membantu lelaki itu dalam mengurusi masalah kerajaan. Ia berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya, membuat pasir yang diinjaknya bertebrangan tertiup angin. Dan akhirnya mengenai matanya, apa ini yang disebut enjata makan tuan? Lihat saja jika ia bisa mengembangkan kekuatannya, Aslan akan menerima semua perbuatannya! Terik matahari di padang pasir begitu menyengat. Sepanjang jalan ia tidak menemukan adanya minuman atau telaga. Elina memilih duduk di tengah-tengah padang pasir. Saat ini pilihannya ada dua, yang pertama, menunggu Aslan menyadari ketidak beradaannya dan yang kedua menunggu di sini sampai ajal menjemput. Semoga pilihan kedua tidak pernah terwujud. Keringat bercucuran dari dahinya. Elina bahkan sudah lupa berapa lama ia duduk di sini, tampaknya Aslan ingin membuat wajah serta kulitnya gosong. Ia sibuk memain-mainkan pasir panas yang didudukinya. Oh tidak! Sudah berapa lama ini? Mengapa belum ada bantuan atau jemputan yang datang? Apa jangan-jangan Aslan lupa sudah meninggalkannya di mana. Elina memejamkan matanya, ia mencoba untuk melihat masa depan. Lagi-lagi! Entah karena sinarnya terlalu terik atau memang kemampuannya sudah memudar, ia tidak bisa melihat masa depan lagi. Menit demi menit ia menunggu, sampai akhirnya perlahan-lahan matahari tidak terlalu terik, dan samar-samar bulan juga ingin timbul. Walaupun ia tidak ingin memercayainya, tapi entah kenapa Elina yakin bahwa Aslan benar-benar berniat untuk meninggalkannya. Lelaki itu membuangnya dan tidak akan menjemputnya. Karena letih duduk selama berjam-jam, Elina akhirnya membaringkan tubuhnya. Demi Dewa Dewi, setelah reinkarnasi dengan tubuh seorang putri pun dan akhirnya menjadi ratu hidupnya tetap tidak beruntung. Mungkin sepanjang sisa hidupnya Elina tidak akan pernah bisa menemukan keberuntungan, ia tidak tahu apakah bisa mengembangkan kekuatannya atau tidak. Nyatanya sekarang dirinya berada di sini. Sebastian! Lelaki itu pasti mau menolongnya. Sebastian benar-benar berniat ingin membantunya, tapi untuk saat ini Elina masih marah pada lelaki itu. Sebastian harus meminta maaf pada seluruh warga, dia yang menimbulkan kekacauan ini, tapi tentu saja itu tidak mungkin. Karena jika Sebastian meminta maaf dengan warga, Aslan pasti tahu bahwa Sebastian yang meracuni desa Dyras, sedangkan Aslan dan Sebastian teman dekat. Elina tidak ingin mengambil konsekuensi dengan memisahkan persahabatan mereka berdua. Kini langit benar-benar menjadi gelap, dia tidak melihat apa pun, hanya pasrah terbentang. Seluruh tubuhnya letih, Elina memejamkan kedua matanya. Ia akan tidur sebentar, semoga di dalam tidurnya ia bisa melihat masa depannya sendiri. Apakah pada akhirnya dirinya ditolong atau dibiarkan mati. Walaupun matanya benar-benar berat, ia sama sekali tidak bisa tidur, karena kerongkongannya butuh air. Dengan malas Elina kembali duduk, memaksakan kedua kakinya berdiri dan berjalan. Semoga di ujung sana ada telaga atau pun air bersih yang bisa diminum. Oh tidak mesti air, dedaunan pun tidak apa-apa, karena ada di daunan yang menghilangkan dahaga. Tapi bagaimana bisa ia menemukan dedaunan di antara padang pasir seperti ini? Itu sama saja dengan mencari jarum di tumpukan jerami. Elina menghela napas kuat-kuat, ia sudah tidak tahan lagi untuk berjalan. Pada akhirnya Elina berhenti dan kembali duduk. Dulu ia memang sering kehausan saat mengurus ladang milik orang tuanya, saat sudah berinkarnasi dan menjadi seorang putri bahkan Ratu, ia tidak pernah kehausan lagi. Semua keinginan dan kebutuhannya terpenuhi. Berbulan-bulan hidup dimanja seperti itu membuat Elina lupa masa-masa susahnya dahulu. Jika ia tidak berusaha, maka kehidupannya akan selalu seperti ini, tapi jika ia memaksa bisa-bisa ia pingsan di tengah-tengah padang pasir. Elina sudah pasrah, ia berbaring sembari memperhatikan pasir yang ditidurinya. Wush! Angin berhembus tanpa aba-aba, membuat pasir yang tadinya diliatin masuk ke dalam mata. Hampir saja u*****n lolos dari bibirnya, tapi tertahan ketika mendengar suara Aslan. "Kurasa aku terlambat menyelamatkanmu, kau sudah mati ternyata. Baiklah kalau begitu, aku pergi lagi." "Yang Mulia!" Tanpa sadar Elina berteriak ia langsung bangkit, tetapi kedua matanya masih tertutup. "Anda meninggalkan saya sendiri di sini, lalu Anda tiba-tiba datang dan membuat mata saya kemasukan pasir yang begitu banyak. Jika saya buta, Anda sendiri yang akan malu karena memiliki permaisuri yang tidak bisa melihat. Tidak ada air di sini, bagaimana saya membersihkan mata saya?" Elina tidak tahu di mana saat ini Aslan berada, tapi sepertinya lelaki itu berada tepat di hadapannya. Dia benar-benar kesal, seharusnya dia tidak usah ikut dengan lelaki itu. Nyatanya sama saja, Aslan tetap tahu tanaman Evzen, bahkan mencabutnya dengan mudah. Sudah ditinggalkan, kini matanya kemasukan pasir. Benar-benar membuatnya harus banyak memelihara kesabaran. "Kau berani berteriak kepada ku? Memangnya siapa dirimu?" Dia mendengar suara Aslan. Elina memundurkan tubuhnya. Ya Tuhan, ia bahkan berteriak kepada Aslan karena tidak bisa menahan amarahnya. Sekarang bagaimana? Lelaki itu pasti membunuhnya. Aslan sudah berbaik hati datang untuk menjemputnya saja itu sudah merupakan anugerah, tapi ia malah marah kepada lelaki itu. Memangnya siapa dirinya? Hubungan mereka belum dekat, ia juga bukan teman lelaki itu. Elina mengibaskan tangannya ke udara. "Tidak, Yang Mulia. Saya tidak berteriak kepada Anda, saya berteriak kepada angin saja. Tadi di sini saya menemukan hewan yang membuat mata saya kemasukan pasir dan dia juga hewan itu membuat saya menunggu lebih lama. Sebenarnya saya bisa pulang dari tadi, jika tidak diganggu hewan itu. Dia membuat saya terjebak di sini." Hening. Elina tidak mendengar apa pun. Tidak! Apakah Aslan sudah kembali pergi meninggalkannya? Ia membersihkan matanya dengan tangan, bukannya sembuh, tetapi malah semakin sakit. Elina akan menunggu lebih lama, membiarkan pasir-pasir itu luntur dengan sendirinya. "Yang Mulia?" tanyanya dengan suara tegang. "Setelah berteriak padaku, kau bahkan mengataiku sebagai hewan. Aku yang membuatmu menunggu di sini dan aku yang membuat pasir masuk ke matamu. Kau berani mengataiku sebagai hewan, kesalahanmu kepadaku ada dua. Apakah kau tahu konsekuensi memiliki dua kesalahan terhadap Raja? Mereka akan digantung di depan ribuan rakyat. Sebenarnya aku tidak keberatan jika melihatmu digantung di depan ribuan rakyat, itu akan jadi tontonan yang menarik. Berita akan tersebar kemana-mana dan namamu akan jelek, meskipun kau bukan Putri Daviana yang asli, apa kau tidak malu? Sekarang kau sudah memakai tubuhnya, mau tidak mau kau akan menjaga nama baiknya. Bahkan belum setahun kau sudah membuat nama baik Putri Daviana menjadi jelek." "Ya ... Yang mulia ..." Elina tergagap. "Kita bisa bicarakan hal ini baik-baik aku. Saya tidak bermaksud menjelekkan Anda, tapi saya hanya ... hanya ...." "Apa yang bisa kau jadikan jaminan sebagai pertukaran agar aku tidak membunuhmu? Tidak ada, Elina menjawab di dalam hatinya. Aslan sudah punya segalanya. Ia tidak bisa memberikan jaminan apa pun kecuali darahnya. Benar! Lelaki itu menyukai darahnya. Menelan ludahnya gugup, Elina berkata dengan suara yang sangat kecil. "Saya tidak punya apa pun untuk diberikan kepada Anda, Yang Mulia, tetapi saya hanya bisa memberikan darah saya. Saya tidak yakin Anda mau, tapi ... tapi hanya ini yang saya punya." Hening kembali. Aslan membuatnya tidak tenang. Ini semua kesalahan lelaki itu, tapi Elina yang harus menanggung, bahkan meminta maaf, juga memberi jaminan. Benar-benar egois, mengapa ia bisa bertemu dengan orang sebrengsek ini! "Apa kau pikir aku mau menggigit leher mu sementara saat ini tubuhmu kotor?" Aslan tertawa sinis. "Kau mungkin terlalu menyanjung dirimu, tapi aku sama sekali tidak mau meletakkan gigi suciku di atas kulitmu. Berikan penawaran yang lain, aku mau saat ini juga. Elina mengerang secara berlebihN. "Saya tidak punya apa pun Yang Mulia. Sungguh, Anda bisa memeriksa tubuh saya, saya tidak membawa benda-benda berharga. Satu-satunya benda yang saya bawa adalah penutup wajah yang tadi pagi saya kenakan." "Baiklah, karena derajatmu Ratuku, maka aku akan memberi keringanan. Aku akan menerima penawaran mu, aku akan meminum darahmu setelah kau membersihkan diri, makan yang banyak karena aku ingin meminumnya sampai kau pingsan. Siapkan dirimu saat ini." Elina merasakan kedua tangan memegang kedua pipinya. "Buka matamu," perintahnya. Elina menggeleng pelan. "Saya tidak bisa melihat, mata saya terlalu sakit untuk dibuka, Yang Mulia." "Kau bisa memilihnya sendiri, buka matamu atau kucongkel?" Elina tahu Aslan tidak main-main, dulu iaa pernah dicongkel lelaki itu dan membuatnya trauma. Dengan sangat terpaksa Elina membuka kedua matanya. Ajaib! Hal yang tidak pernah dibayangkannya, bahkan melalui mimpi sekali pun Aslan menghembuskan napasnya pada mata Elina, membuat pasir itu seketika pergi dan matanya cerah kembali. Kini ia bisa melihat Aslan, lelaki itu seperti biasa, memakai jubah berwarna hitam. Karena sekelilingnya begitu gelap, ia seperti melihat Aslan menjadi salah satu dari pemandangan hitam yang dilihatnya. Satu-satunya yang bisa dilihatnya hanya wajah. Aslan menyodorkan tangannya. "Aku sudah mengambil beberapa tanaman Evzen yang lain. Jadi aku akan membawamu ke desa Dyras, tabib juga sudah mengelola tanaman itu dan mulai meminumkannya pada warga-warga. Untungnya tanaman itu bekerja cukup cepat dalam satu menit tubuh para warga yang sudah meminum obat itu tidak merasakan sakit lagi. Aku akan memberikan hadiah untuk tabib istana." "Saya yang merekomendasikan tanaman itu pada tabib istana, Yang Mulia. Bukankah saya juga berhak mendapat hadiah karena telah menolong warga Alasjar?" "Aku tidak memintamu untuk menolong wargaku, kau sendiri yang bersikeras untuk menyelamatkan mereka karena kau ratu kerajaan ini. Apa itu adalah hal yang wajar jika Ratu meminta balasan karena telah membantu rakyatnya sendiri? Jika seperti itu, sedari awal kau memang meminta hadiah dari tenaga yang kau berikan." Salah lagi, bukan itu maksudnya. Elina berpikir mungkin saja Aslan bisa meringankan hukumannya karena ia sudah membantu para warga, tabib saja diberikan hadiah, masa dirinya tidak. Padahal ia yang telah merekomendasikan tanaman Evzen, tapi tidak berani menyuarakannya, nanti lelaki itu salah paham lagi. Sudahlah sepertinya malam ini ia akan pingsan hingga besok pagi. "Saya tidak meminta apa pun, Yang Mulia. Saya berharap Anda memberikan hadiah berupa pengampunan karena kelancangan saya hari ini." "Huh, kau mengelak lagi. Sudahlah, tutup matamu karena aku akan membawamu sekarang." Tidak perlu diperintah dua kali, Elina langsung memejamkan matanya. Ia merasa tubuhnya melayang, terhempas-hempas lalu kemudian menjadi tenang. Saat Elina membuka matanya, ia sudah berada di kamarnya sendiri di Kerajaan Alasjar. "Anda membawa saya pulang, Yang Mulia? Saya ingin melihat warga, aya ingin memastikan keadaan mereka baik-baik saja." "Aku saja sudah cukup untuk memastikan mereka baik-baik saja, apa kau pikir aku tidak bisa mengurus wargaku sendiri? Cepat mandi dan bersihkan dirimu karena darahmu adalah kekuatanku. Kau cukup menyumbangkan darahmu untukku, tidak perlu repot-repot pergi ke desa dan berbaur dengan orang yang berpenyakitan. Aku akan kesini lagi lima menit lagi. Jika kau belum siap mandi, kau akan tahu akibatnya. Lehermu akan digantung di depan ribuan rakyat, ah, aku juga mau mengundang rakyat Damansus agar rakyat Alasjar dan rakyat Damansus bersatu menyaksikan kematianmu, indah, bukan?" Tanpa menunggu jawaban Elina dan setelah mengatakan kalimat kurang ajar itu Aslan langsung menghilang. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN