Happy birthday My lovely Major.
Selalu Happy kalau lihat kamu seneng dapat kejutan dari aku. ILY, Sayangku.
My lovely Major dia bilang, sungguh sangat tidak tahu diri caption yang ditulis oleh Mentari ini. Dia memanggil suami orang dengan sebutan My lovely Major. Beberapa kali suamiku menyebutku bodoh namun perempuan yang dipilihnya menjadi tempat berpaling tersebut rupanya lebih bodoh, tidak hanya bodoh namun juga tidak tahu malu mengumbar kebodohannya, sehebat apa suamiku itu dimatanya sampai-sampai seorang perempuan single dengan karier bagus dan latar belakang wah sepertinya tergila-gila. Rupanya pendidikan tinggi dan tumbuh di lingkungan militer sedari diri dalam keluarga yang terpandang tidak menjamin menjadi pintar dan beradab. Mentari ini adalah contoh nyata manusia yang tidak sesuai dengan pangkat yang diembannya.
Menjadi Kowad bukannya menjadi prajurit teladan malah menjadi pelakor murahan. Ciiiihhhh.
Bergidik dengan rasa jijik dan marah yang memenuhi setiap inchi tubuhku, aku menggulir setiap story yang diposting oleh wanita yang kini membuat suamiku tergila-gila, tampak jelas bagaimana romantisnya makan malam mereka berdua merayakan hari jadi suamiku yang 37 tahun tersebut. Jika di awal tampak tangan suamiku yang menggenggam tangannya berlatar meja dengan hidangan mewah dan kalimat selamat ulang tahun dari sang Letnan cantik, maka di slide berikutnya tampak siluet suamiku yang memeluk pinggang Mentari dengan sangat posesif, hal menjijikkan yang langsung membuatku melemparkan ponselku begitu saja.
Tidak tahan mendapati suamiku yang telah mendua di depan mataku seketika tangisku pecah yang langsung aku bekap dengan bantal tidurku, hancur, sehancurnya-hancurnya, tidak pernah aku bayangkan bahkan dalam mimpiku hal buruk ini akan terjadi dalam hidupku. Suami yang dulu memintaku untuk bersamanya dengan penuh permohonan, yang aku temani saat dia baru saja menjadi perwira muda yang dicemooh karena berasal dari keluarga biasa, yang aku bantu dana pendidikannya agar dia bisa dengan cepat naik pangkat, agar dia punya latar belakang yang bagus namun saat akhirnya dia berada di atas dengan pangkat dan juga jabatan yang dimilikinya kini dia pun mendua. Suamiku, seorang yang sangat aku cintai, seorang yang berkata ingin menjadi seorang Jendral dimasa depan yang bisa aku dan Rinjani banggakan pada akhirnya menggadaikan hati yang berulangkali dia sebut hanya milikku.
Sedih, amarah, kecewa dan rasa jijik yang aku rasakan begitu dalam, ingin rasanya aku berteriak keras-keras meluapkan segala rasa sesak dan sakit hatiku yang tidak mampu aku tampung dalam hatiku ini. Tidak, aku tidak peduli dengan penilaian tetangga kanan kiriku yang tidak lain adalah senior dan rekan suamiku jika pun mereka mendapati tangisanku, satu-satunya yang aku pikirkan hanyalah hati putri kecilku jika sampai dia mendengar tangis piluku. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana hancurnya hatinya saat Jani tahu sosok Ayah yang dia miliki nyatanya seorang pecundang pengkhianat.
Kubekap wajahku kuat-kuat, meredam kerasnya teriakanku, dan banjirnya air mataku. Rasa sakit yang aku rasakan begitu mendalam seolah ada sembilu yang mengoyak setiap inchi tubuhku dengan caranya yang sangat menyakitkan.
"Kenapa? Kenapa kamu bisa setega ini Mas sama aku?"
"Kenapa kamu harus nyakitin aku dan Jani dengan menjijikkan seperti ini?"
"Apa kurangnya aku sebagai istrimu, Mas? Sampai-sampai kamu harus menduakanku?"
"Sepuluh tahun aku membersamaimu, menemanimu dari bawah, mendukungmu saat kamu tidak punya apa-apa dengan segala hal yang aku miliki dan sekarang saat kamu sudah mapan, kesetiaanku justru kamu balas dengan pengkhianatan."
Tangis ini mengalir deras tanpa bisa aku hentikan. Batinku tidak bisa berhenti berteriak mengungkapkan tanya kurangnya dimana aku ini sebagai pasangan suamiku. Segala hal terbaik yang bisa aku lakukan selalu aku upayakan untuknya, dan nyatanya semuanya kini musnah.
Suamiku, dia berkhianat dengan juniornya. Bagaimana aku tidak menangis dan hancur jika seperti ini?