Prolog

429 Kata
Ruangan itu temaram hanya dengan pencahayaan minim, tak ada niat bagi satu-satunya gadis di sana untuk beranjak dan menerangi ruangannya. Berada di sebuah kamar asing yang akan ditempati hingga entah berapa lama, Rebecca Tasanee duduk masih dengan gaun pengantin yang melekat di tubuhnya. Menunduk, Becca menatap cincin pernikahan. Dibaliknya terdapat nama suaminya, Sean Caldwell. Pria asing yang satu minggu lalu datang dengan begitu arrogant tanpa memberinya pilihan selain setuju terikat pada pernikahan ini. Rebecca mulai terisak kecil, teringat semua terjadi karena ia harus bertanggung jawab atas perbuatan yang tak pernah ia lakukan. Bukan ganti rugi yang pria itu tuntut, tetapi hidupnya. Terikat dalam pernikahan tanpa cinta dengan pria asing, hidup Rebecca mendadak runtuh, rencana yang tersusun indah berantakan hanya karena satu pria yang akan Becca benci alih-alih cintai sebagai pasangannya. Suara langkah mendekat, Sean masuk dengan jas yang terlipat di lengannya. Tiga kancing teratasnya sudah terlepas. Sorot mata arrogant itu seolah mampu melahap harga diri seorang gadis sederhana sepertinya. Sean menghidupkan lampunya, saat Rebecca bicara dengan suara pelan, “matikan saja lampunya—” “Di sini hanya aku yang boleh memerintah, Nona… Bukan dirimu.” Katanya. Lihat, betapa dia sombong bukan? Caranya mengangkat dagu, menunjukkan ketampanannya, yang percuma sebab di mata yang memiliki perasaan benci seperti Becca, semua pada diri Sean adalah minus. “Aku sudah menuruti kau. Apa pernikahan ini, belum cukup untukmu?” Becca berharap Sean pergi, meski mereka sudah menikah, Becca tidak siap satu kamar apalagi satu ranjang dengan pria itu. Salah satu sudut bibirnya tertarik, Sean menunduk membuat wajah Becca mundur. Sedangkan tangan Sean hendak meraih wajah jelita Becca yang mulai gemetar takut. “Belum, pernikahan ini belum apa-apa.” “Apa maksudmu?” tanya Becca bingung. “Berikan aku keturunan, satu anak laki-laki. Maka aku akan melepaskanmu.” “Apa—mmmptth!” Kalimat Becca terendam oleh tangan yang mencengkeram erat wajahnya. Disusul ciuman memaksa yang menuntut. Air matanya kian deras seiring suara robekan dari gaun pernikahannya. Hidup Becca tidak lagi sama, di pelukan seorang Sean, mungkin seluruh wanita di New York menginginkan posisinya. Nyatanya, Sean memperlakukannya tak ubah seorang tawanan alih-alih pasangan. “Aku membencimu, Sean…” bisik lirih Becca sambil memejamkan mata, enggan menatap wajah Sean yang puas tengah menikmati tubuhnya secara paksa. “Benci sebanyak yang kau mau, Becca… itu lebih baik, di banding kau mencintaiku!” Bisikan itu membuat Becca membuka mata hingga tatapan mata mereka bertaut. Tidak ada cinta dalam pernikahan mereka, akankah Becca bertahan dalam hubungan ini? Sayangnya, sekali pun ia ingin lari, Sean menutup semua kesempatannya hingga Becca memenuhi keinginannya yaitu memberi keturunan untuk keluarga Caldwell.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN