"Mas mau sarapan apa?"
"Nggak perlu, nanti saya sarapan di kantor saja."
Yaya menghembuskan napas panjangnya. Setelah kemarin malam ia berhasil mendekatkan diri dengan Regan, kini pria itu kembali bersikap dingin kepadanya.
"Nanti malam mau makan pecel lele lagi nggak, Mas?" tanya Yaya tidak ingin membiarkan kecanggungan mengambil alih suasana.
Usai melilitkan dasinya dengan benar, Regan berbalik badan, tatapannya memandang Yaya jengah. "Saya makan di luar nanti malam, kamu nggak perlu nunggu saya pulang." ketusnya.
Bibir bawah Yaya langsung merengut, padahal semalam ia berhasil membuat Regan jatuh cinta dengan pecel lele. Rencananya nanti malam Yaya mau memesan seblak untuk Regan, suaminya itu pasti belum pernah merasakan nikmatnya sensasi kuah seblak saat masuk ke dalam mulut.
"Saya pamit." ujar Regan sembari meraih kunci mobil dan tas kerjanya. Namun sebelum langkah pria itu benar-benar keluar dari kamar, dengan cepat Yaya menghadang jalan Regan.
"Apa?" Regan menatap Yaya bingung.
Yaya mencibir, ia meraih tangan kanan Regan lalu membubuhkan kecupan manis di sana. "Hati-hati, Mas." jawabnya diiringi senyum manis. Regan memang menyebalkan dengan keangkuhannya, tapi Yaya tidak akan menyerah untuk membuat hati Regan luluh padanya.
Untuk sesaat Regan membeku, ia berdehem singkat sebelum beranjak pergi dengan wajah menahan rona. Yaya ... sentuhan bibir wanita itu pada punggung tangannya berhasil membuat darah Regan berdesir aneh.
Setelah kepergian Regan ke kantor, tinggal lah Yaya seorang diri di mansion luas itu. Tidak sendirian juga karena ada ART dan tukang kebun yang menemaninya di rumah. Hari ini Yaya tidak ada kegiatan di kampus, jadi ia putuskan untuk pergi ke rumah mertua.
Yaya ingin belajar memasak dari Ghania, Mama Mertuanya.
Dengan mengendarai Fortuner putih peninggalan Ayahnya Yaya menuju rumah sang mertua. Ia sudah memberi kabar kepada Ghania kalau ia akan datang berkunjung, dan wanita paruhbaya itu dengan senang hati akan menyambut kedatangannya.
Jalanan yang sedikit lenggang siang ini membuat kuda besi yang Yaya kendarai berhasil sampai di tempat tujuan dengan kurun waktu setengah jam.
"Mama,” Yaya memeluk Ghania usai menyalimi tangan wanita cantik itu.
"Sayang, akhirnya kamu sampai juga." Ghania melepaskan pelukannya, ia membelai lembut pipi kemerahan Yaya.
Yaya memasang raut wajah penuh sesal. “Maaf ya, Ma, nunggu lama." ujar Yaya merasa bersalah.
Ghania menggeleng dengan cepat. "Kamu datang sendiri? Egan mana?" tanya Ghania dengan pandangan mengedar, menatap ke arah pintu utama. Menunggu kemunculan sang anak dari sana.
"Mas Regan kerja, Ma." Kalau pun Regan sedang di rumah, Yaya tidak yakin kalau suaminya itu mau mengantarnya ke rumah orangtuanya. Regan pasti lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah dari pada mengantarnya pergi.
"Masa meluangkan waktunya sebentar buat nganter istrinya saja nggak mau sih," cibir Ghania.
"Mama kayak nggak tau Mas Regan aja, dia gila kerja." timpal Yaya yang langsung diangguki setuju oleh Mama mertuanya. Ghania menuntun menantunya itu untuk duduk di sofa ruang tengah.
"Ngomong-ngomong, kamu ada apa ke sini?" tanya Ghania.
Yaya menggaruk tengkuknya kikuk. “Aku mau minta diajarin masak sama Mama." jawab Yaya lalu menunduk malu.
Siapa yang tidak malu jika mengaku tidak bisa masak di depan Ibu Mertua sendiri? Yaya bahkan pernah melihat Kakak Iparnya Mila diomelin sama habis-habisan sama Mamanya Mila karena tidak bisa memasak. Untung saja Yaya tidak dapat Ibu Mertua seperti Mamanya Mila.
"Kamu mau belajar bikin apa memangnya, Sayang?"
Yaya berpikir sejenak. “Makanan kesukaannya mas Regan apa, Ma?"
Kini giliran Ghania yang berpikir. “Dulu kalau pulang kuliah larut malam Egan suka minta dimasakin nasi goreng cumi. Bikinnya mudah kok, Ya."
"Aku mau, Ma! Mau belajar bikin nasi goreng cumi!"
* * *
"Pak, di luar ada Bu Yasmin."
Regan mengangkat padangannya, menatap diam Ayumi yang baru saja masuk ke dalam ruangannya untuk memberi informasi.
"Suruh masuk, Mi."
"Baik, Pak." Wanita berpakaian formal itu menunduk hormat lalu berbalik badan.
"Mi," panggil Regan menahan langkah wakil Sekretarisnya. Sementara Sekretaris utamanya adalah Kino.
"Iya, Pak?"
"Tolong bikin kopi ya dua gelas."
Ayumi mengangguk lagi dengan senyum manisnya sebelum benar-benar membawa langkahnya keluar dari ruangan sang atasan. Dalam hitungan menit pintu ruangan Regan kembali terbuka, menampilkan Yasmin dengan penampilan elegannya.
"Hai, Gan." Wanita yang bibirnya dipoles dengan warna merah menyala itu berjalan menghampiri meja kerja Regan.
"Hai, Yas. Duduk," balas Regan sembari mempersilakan Yasmin untuk duduk.
Ayumi menarik kursi kosong di hadapan Regan lalu mendudukinya, ia menaruh tas brandednya di atas meja sebelum memandang Regan penuh arti.
"Ada apa, Yas? Tumben datang ke kantorku tanpa kasih kabar dulu?" Untuk sejenak Regan melupakan pekerjaannya yang menumpuk. Jelas kehadiran Yasmin lebih pentiing untuknya.
Yasmin yang hendak menjawab perkataan Regan harus menelan kembali kata-katanya saat pintu ruangan Regan terketuk lalu berdecit terbuka, suara langkah kaki mendekat ke arah mereka. Ayumi datang membawa dua gelas kopi pesanan Regan.
"Terimakasih, Mi." jawab Regan yang Ayumi angguki tanpa suara.
Saat pintu kembali tertutup, Yasmin melirik ke arah menghilangnya sang Sekretaris itu.
"Ayumi masih kerja di sini? Bukannya dia sudah resign karena mau menikah?" tanya Yasmin dengan wajah penuh tanda tanya.
Regan mendorong satu gelas kopi mendekat ke Yasmin. “Diminum, Yas." perintah Regan. Yasmin mengindahkannya dengan cepat. Namun, hanya menyesapnya sesaat.
"Ayumi nggak jadi nikah, calonnya ketahuan selingkuh."
Sepasang mata Yasmin terbelalak, cukup terkejut dengan musibah menyedihkan yang Ayumi alami, juga terkejut karena Regan mengetahui hal seperti itu. Biasanya Regan sangat acuh dengan urusan pegawainya.
"Tumben kamu update tentang pegawai kamu.” cibir Yasmin sembari meletakan gelas kopinya ke tempat semula.
Regan melakukan hal yang sama, "Ayumi sendiri yang bilang ke aku, sebelumnya dia udah kasih mengajukan surat resign tapi ditarik lagi dan dia kasih tahu alasannya."
Yasmin mengangguk paham. "Padahal aku ke sini buat nyari info lowongan. Siapa tahu aku bisa gantiin posisi Ayumi."
Regan terkekeh sesaat. Yasmin mencari kerja? Wanita itu pasti sedang bercanda!
"Untuk posisi Ayumi, Kino yang merekrutnya. Karena bagaimana pun, Ayumi lebih banyak kerja dengan Kino dibanding aku, jadi Kino harus mencari orang yang cocok dengannya."
Yasmin mengangguk lagi. "Kalau gitu kasih posisi Kino ke aku, biar aku saja yang jadi Sekretaris utama kamu, Gan." ujar Yasmin dengan enteng. Meminta posisi Sekretaris Utama Regan dengan seenak jidat tanpa berpikir bagaimana usaha kerasnya Kino bekerja untuk mendapatkan posisinya yang sekarang.
Mendengar permintaan lancang itu, Regan tertawa kecil. "Nggak bisa begitu, Yas."
"Aku ‘kan temen kamu, Gan."
Raut wajah Regan perlahan berubah datar, ia memandang Yasmin dengan penuh pengamatan. Yasmin adalah seorang mantan General Manager di perusahaan besar dan tentu saja wanita itu memiliki nilai integrasi yang tinggi, jadi meminta posisi pekerjaan dengan orang dalam bukanlah sifat Yasmin. Dan Yasmin tahu kalau Regan selalu merekrut pegawainya dengan cara yang adil, semua calon karyawannya harus sesuai dengan kualifikasi yang ia cari.
"Tetap nggak bisa begitu, Yas. Kamu tahu aku kayak gimana, dan ini juga bukan kamu banget. Kamu sebenarnya kenapa, Yas?"
Ruangan itu mendadak sunyi setelah Regan menghembuskan napas beratnya. Yasmin masih bungkam dengan pandangan kosong ke arah luar jendela ruangan Regan. Hingga akhirnya wanita anggun itu bersuara, “Aku harus kerja, Gan. Aku harus punya tabungan sebelum Mas Ario menceraikan aku..."