Aileen tersengal-sengal setelah dia kabur dari ruangannya sendiri karena pria bernama Damian memaksa Aileen menikah dengannya. Perempuan itu berlari meninggalkan bar hanya membawa tas sepatunya saja, sedangkan hari ini dia tidak bisa kabur dengan mobilnya karena sedang dipinjam oleh adiknya.
“Sial! Sial! Sial!” umpatnya kesal di sepanjang perjalanan. Saking tidak tenangnya dia sampai lupa memanggil taksi online dan barulah sekarang dia terpikir untuk melakukan hal itu.
Aileen dengan kesal mengambil ponselnya dan memanggil taksi online dengan tangan yang masih bergetar. Saat ini dia tidak terlalu jauh dari bar dan kalaupun Damian ingin mengejarnya, pria itu pasti akan mendapatkan dirinya dengan mudah. Apalagi dengan pengawal yang bersama dengannya. Akan tetapi, sampai saat ini Aileen masih aman karena dia tahu kalau Damian tidak akan memerintah pengawalnya untuk menangkapnya.
Kalau hal itu sampai terjadi, Aileen pasti akan sangat membenci Damian sampai ke ujung kaki.
“Kenapa tiba-tiba pria itu melamarku?” dia bertanya pada dirinya.
Tentu saja Aileen ingin tahu alasan Damian dengan tiba-tiba melamarnya. Aileen sadar akan siapa dirinya dan siapa Damian.
Dia tahu bahwa pria itu adalah salah satu pengusaha sukses dan banyak menarik perhatian perempuan golongan atas yang sederajat dengan dirinya. Sementara, Aileen hanyalah seorang pemilik bar yang kapan saja bisa dihancurkan oleh orang-orang berkelas seperti Damian.
Meskipun demikian, Aileen merupakan seorang perempuan yang penuh kerja keras dan tidak mengandalkan orang tuanya. Apalagi bergantung pada seorang laki-laki untuk menafkahinya. Jika bukan laki-laki yang akan menjadi suaminya kelak.
“Kalau aku menunggu di sini, maka Damian pasti akan menemukan aku. Aku tidak ingin menikah dengannya dan mengorbankan kebebasanku dengan masuk ke kandang singa seperti keluarga Kaelan. Merek adalah keluarga yang penuh dengan ambisi dan mampu menjatuhkan satu sama lain. Akan lebih baik kalau Damian menerima perjodohan dari ibunya daripada dia terus menungguku yang hanya akan menolaknya.” Gumam Aileen sembari menengadah ke atas melihat kerlip bintang yang tenang berada pada tempat mereka tanpa ada yang mengusik.
Aileen ingin lepas dari pria bernama Damian yang dulu pernah mewarnai hari-harinya dan mereka nampak bahagia, bahkan siap untuk menikah. Namun, semua itu hanyalah masa lalu.
Kini, dia membenci Damian yang rela meninggalkannya dalam kesunyian hanya demi kursi CEO. Setelah pria itu sukses menjadi pengusaha muda, dia kembali lagi ke kehidupan Aileen.
Tentu saja akan sangat mudah bagi Damian untuk menemukan dirinya. Sejak setahun lalu, Damian setiap hari datang ke barnya dan memesan banyak minuman. Namun, sekalipun Aileen tidak pernah berniat menemuinya. Meski Damian mengeluarkan banyak uang hanya untuk bertemu dengan dirinya. Alih-alih menemui pria itu, Aileen malah mengirimkan sepuluh wanita ke ruangan VIP yang di pesan oleh Damian.
Damian masih tidak jerah berkunjung ke bar miliknya. Meskipun Aileen selalu mengabaikan Damian, bahkan ketika mereka tidak sengaja berpapasan Aileen cepat-cepat menghindar. Dia sama sekali tidak ingin berurusan dengan pria itu untuk kedua kalinya karena semua hal yang berhubungan dengan pria itu sangatlah menyakitkan bagi Aileen dan dia tidak ingin mengingat kenangan menyakitkan itu.
Namun, perlakuan Damian terhadapnya sangat berbeda kini. Damian menjadi lebih pemarah dan keras kepala, bahkan Aileen hampir tidak mengenali pria itu karena sikapnya berubah drastis selama mereka tidak bertemu sekian lama setelah perpisahan menyakitkan beberapa tahun lalu.
Aileen bahkan tidak ingin mengingat satu kenangan pun.
“Cepat atau lambat pria itu pasti akan menemukan aku. Apakah takdirku memang tidak bisa lari darinya?” keluh Aileen masih menengadahkan kepalanya ke atas agar air matanya tidak jatuh.
Suara mobil yang berhenti di sebelahnya membuat Aileen tersentak. Jantungnya hampir saja jatuh ke perutnya jika dia tidak cepat-cepat menoleh dan mendapati bahwa, mobil yang berhenti tersebut merupakan taksi online yang dia pesan barusan.
“Dengan Nona Aileen?”
“Iya,” jawab Aileen dan langsung masuk ke dalam taksi.
Setelah itu Aileen memberikan alamat apartemennya pada sopir taksi. Malam ini sangat melelahkan bagi Aileen. Padahal dia ingin menikmati malamnya setelah bekerja melayani tamu selama berhari-hari dia baru mendapatkan hari liburnya malam ini. Walaupun dia merupakan pemilik dari bar dan Bos di sana, tetapi Aileen bukanlah seorang wanita manja. Dia senang bekerja dan mengatur usahanya.
Aileen menghembuskan napas gusar, dia tetap menatap langit sembari memikirkan cara untuk menjauh dari Damian.
“Apa aku harus pindah saja ke kota lain dan menetap di sana?” gumamnya dengan nada ragu-ragu.
Pikiran Aileen sedang kusut bagaikan benang yang digulung tidak rapi dan memperbaikinya akan sangat sulit. Jika seperti itu terus dia mungkin akan mendapatkan sakit kepala.
Mobil terus melaju, meski sudah beberapa menit berkendara dan harusnya Aileen sudah sampai di apartemen karena tidak terlalu jauh dari bar. Akan tetapi, taksi tersebut terus melaju bukan ke arah apartemennya, melainkan ke arah lain.
“Sial!” umpatnya dengan kesal sambil memukul kursi pengemudi. Dia tahu ke mana dia akan diantarkan oleh sopir. “Turunkan aku! Aku tidak ingin pergi ke rumah orang itu!”
Pria yang berada di kursi pengemudi hanya melirik sekilas dari kaca spion, tanpa ada keinginan untuk menyahut pada Aileen.
“Kamu tidak dengar? Kubilang turunkan aku!”
Pria itu masih tetap membisu dan melajukan mobilnya dengan cepat seraya sesekali melirik Aileen.
Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, sehingga Aileen tidak dapat berkata dengan jelas. Dia merasa mual dan pusing selama perjalanan itu.
Sesampainya di sebuah rumah pria itu berkata, “Anda sudah bisa turun.”
Lantas pria turun dan membukakan pintu untuk Aileen.
Namun, Aileen muntah di atas sepatu pria itu, saking mual perutnya.
“Sial,” gumamnya sambil menyeka mulutnya dengan punggung tangan. “Ini ….”
Aileen sangat terkejut ketika dia melihat rumah besar di hadapannya. Mengetahui betul pemilik dari rumah itu, membuat Aileen tambah pusing.
“Aku mau pulang.” Dia keluar dari mobil dan berjalan ke arah pintu keluar.
Akan tetapi, dua orang berbadan kekar menghampirinya, dan membawanya masuk dengan paksa.
“Apa-apaan kalian!”
“Kami ditugaskan untuk membawa Anda pada CEO, hidup ataupun mati,” kata salah satu dari mereka menakut-nakuti Aileen.
“Hidup ataupun mati?” gumam Aileen sambil menelan salivanya.
Pria itu bahkan masih menginginkannya, jika dia mati? Apa tidak salah?
Aileen diseret dengan berjalan mundur oleh dua pria itu, lantaran lelah berjalan mundur, dia menyeret kakinya sampai memasuki rumah besar itu.
Rasa ngeri membuat punggungnya bergidik, seolah-olah dia merasakan kehadiran dewa neraka berada di belakangnya.
Dia tahu kalau Damian Cakra Kaelan sedang berada di belakangnya, dengan enggan Aileen membalikkan badan hanya untuk mendapati pria itu tengah menatapnya.
“Pria tidak sopan.”