Bab 6. Berdamai Dengan Keadaan

1138 Kata
Happy Reading. Justin tidak memperdulikan penolakan Evelyn, pria itu tetap memesankan makanan dan minuman kesukaan mantan istrinya dulu. "Aku tahu ini memang belum waktunya makan malam, tapi aku rasa kita mengawalinya dulu tidak apa-apa, kan?" ucap Justin saat baru saja selesai memberikan pesanan pada pelayan. Dia tidak akan pernah lupa makanan kesukaan Evelyn sejak masa kuliah dulu. Buffalo chicken wings dan pie apple adalah makanan favorit Evelyn, di hidangkan dengan lemon tea atau jus jeruk. Evelyn sendiri masih diam, dia merasakan dejavu saat Justin mengatakan hal itu. Entah kenapa mantan suaminya itu malah mengingatkan hal-hal yang sudah dia lupakan. "Aku tahu ini memang belum waktunya makan malam, tapi aku rasa kita mengawalinya dulu tidak apa-apa, kan?" Dulu pernah Justin mengatakan hal itu saat mereka masih menjadi suami istri dan kehidupan mereka masih harmonis. Justin adalah sosok suami yang romantis dan perhatian, sebelum tiba-tiba semuanya berubah karena perselingkuhan yang dilakukan oleh pria itu. Ada rasa yang mencubit di hatinya saat ini, rasa sakit bercampur dengan perasaan rindu. Rindu akan kenangan yang dulu pernah mereka lakukan. Tidak! tidak boleh, dia tidak boleh memikirkan calon suami orang. Astaga, kenapa Evelyn bisa-bisanya punya pikiran seperti ini. Evelyn yakin kalau Justin telah melupakan perasaannya, bahkan dia sudah move on darinya karena sebentar lagi Justin akan menikah. Pernikahan itu bahkan Evelyn sendiri yang urus. Ya, lalu kenapa dia harus merasa 'GR' kalau sejatinya memang kisah mereka sudah berakhir sejak dulu. Evelyn yang menceraikan Justin, meninggalkannya dalam keadaan yang sangat buruk, bahkan berita kehamilannya dia sembunyikan dari sang mantan suami. "Eve, aku tahu kalau aku sudah sangat menyakitimu dulu, menorehkan luka dalam yang mungkin tidak akan pernah termaafkan, tapi aku hanya ingin minta maaf, maaf untuk semuanya, maaf karena aku membuatmu sakit hati," ujar Justin menatap wajah Evelyn dengan tatapan sendu. Sejujurnya dia sangat ingin bisa membuat Evelyn kembali ke dalam pelukannya, tetapi Justin selalu sadar diri bahwa dia sekarang bukanlah duda atau pria lajang yang belum memiliki ikatan. Dia seorang calon suami yang sebentar lagi akan menikah. Meskipun dia sadar bahwa pernikahannya dengan Laura masih 4 bulan lagi dan tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi selama waktu itu, Justin tidak bisa terus-terusan menyakiti hati wanita lagi. Laura sudah sangat baik kepadanya. Akan tetapi apakah dia sanggup setelah pertemuannya ini dengan sang mantan tercinta? Evelyn sendiri hanya bisa mendesah kasar, mungkin memang sudah saatnya dia berdamai dengan keadaan. Evelyn yakin kalau memaafkan pasti akan membuat semuanya menjadi mudah. "Aku sudah memaafkan mu, mulai hari ini, aku rasa aku juga harus minta maaf padamu, jadi sepertinya kita impas," jawab Evelyn dengan sedikit senyuman di bibirnya. Justin benar-benar merasa sangat bahagia, dia tidak menyangka bahwa Evelyn akan memaafkannya dengan mudah. "Terima kasih, ehm ... apakah kita bisa menjadi sahabat, mungkin dengan kita menjadi sahabat, hubungan kerja sama ini tidak akan secanggang ini," ucap Justin. Evelyn mengangguk, "Baiklah, aku rasa itu ide yang bagus," jawab wanita yang menguncir rambutnya ke atas itu. Justin tersenyum lebar mendengar jawaban dari Evelyn, entah kenapa dia seakan merasa semua beban di pundaknya terlepas. Bagaikan menemukan oase di padang pasir, kini hati Justin benar-benar terasa lega. Mungkin dengan menjadi sahabat, Justin bisa mencaritahu tentang kehidupan Evelyn saat ini. Beberapa saat kemudian, pelayan tiba dengan menghadirkan makanan yang telah mereka pesan, dengan antusias Evelyn langsung memakan makanan yang ada di depannya, tetapi sebelum itu Evelyn memotret makanan itu dan mengirimkan ke ponsel seseorang yang mungkin sedang menunggunya pulang. Ting! Satu pesan masuk. Aldo : Mommy, Al pengen makan itu, Mommy di mana sekarang? Evelyn tersenyum mendapatkan balasan dari sang putra. Dengan cepat Evelyn segera membalas pesan dari Aldo. Evelyn : Mommy sedang berada di restoran, sayang, besok kita makan di sini bareng-bareng ya, sama nenek dan juga Bu Mia, bagaimana? Ting! Aldo : Yeeay ... ide Mommy benar-benar brilian, aku maunya weeks ini, Mom, sepertinya makanan itu enak! Evelyn : Oke sayang, tentu saja enak, ini ada pie kesukaan kamu juga! Evelyn masih tersenyum ketika mendapatkan jawaban dari Aldo. Aldo : Apa Mommy tidak mau memberikan untukku, kenapa Mommy hanya pamer saja! Justin memperhatikan Evelyn yang sejak tadi sedang berbalas pesan dengan seseorang sambil tersenyum, sesekali wanita itu menyuapi makanan ke mulutnya di sela-sela kegiatan bermain ponselnya. 'Dia berbalas pesan dengan siapa? Apa dengan kekasihnya?' batin Justin. Evelyn sendiri tersenyum saat Aldo mengirimkan potret dirinya yang sedang manyun. Justin sedikit terkejut ketika Evelyn mengeluarkan suara tawanya walau masih terdengar lirih. "Apa kebiasaanmu telah berubah, Eve?" suara Justin membuat Evelyn menatap ke arahnya. "Maksudmu?" tanya Evelyn mengerutkan keningnya bingung. Justin menatap ponsel di tangan Evelyn kemudian beralih menatap wajah sang mantan istri. "Makan sambil bertukar pesan, dulu kamu tidak pernah melakukan itu, Eve. Apakah pesan itu begitu penting, hingga kamu tidak bisa meninggalkan ponsel dan menghabiskan makananmu dulu?" Evelyn baru mengerti arah pembicaraan pria itu. Akan tetapi, kenapa sikap Justin jadi terkesan berlebihan? Ah, mungkin karena mereka dulu pernah hidup bersama jadi Justin tidak sadar dengan ucapannya. "Oh, maafkan aku kalau sikapku ini mengganggumu, Justin, aku akan segera makan," jawab Evelyn segera memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. Pria itu tidak tahu bahwa wanita di depannya ini sedang memamerkan makanan yang kebetulan juga sangat disukai Aldo, yang tidak lain adalah putra dari pria yang ada di hadapannya saat ini. "Tidak Eve, kamu tidak perlu minta maaf, aku kan hanya bertanya, jadi jangan terlalu formal seperti ini. Aku tidak masalah kamu mau makan sambil berbalas pesan, karena itu hak mu, aku hanya menanyakan kebiasaan mu yang sudah berubah, mungkin waktu memang bisa membuat kita merubah kebiasaan," ujar Justin. Evelyn hanya mengangguk dan tersenyum, "Aku memang perlu minta maaf karena tidak sopan, ya mungkin kebiasaan ku telah berubah," jawab Evelyn dengan senyum penuh makna. Apakah sebaiknya aku memberitahu tentang Aldo pada Justin? ataukah aku harus menyembunyikan selamanya? tetapi bukankah Justin sebentar lagi akan menikah? lalu aku harus mengatakan apa pada Aldo nanti jika tahu Daddy-nya sudah bersama wanita lain dan bukan bersamanya? "Apa kesibukan mu setelah kembali ke Jakarta dan menjadi seorang WO?" tanya Justin. "Ehm ... ya, aku membantu Ibu mengurus bisnisnya, dari pada mencari pekerjaan lain, kan?" Evelyn menatap Justin yang kini juga tengah menatapnya. "Eve, sebenarnya aku dulu sempat mencarimu, tapi tidak pernah menemukan titik terang, tapi sekarang aku sangat senang ketika akhirnya bisa bertemu dengan mu lagi, aku rasa sekarang aku bisa tidur dengan nyenyak karena sudah mendapatkan maaf darimu," ujar Justin. Tidak ada maksud apa-apa, hanya karena keadaan yang dulu membuatnya harus hidup dalam penyesalan. "Aku sudah memaafkan mu," jawab Evelyn. "Apa setelah waktu itu kamu pergi ke Surabaya?" "Hem," jawab Evelyn bergumam. "Tapi waktu itu anak buah ku mengatakan kalau kamu tidak ada di sini, mereka sudah mencari mu sampai ke Surabaya" Evelyn hanya mengedikkan kedua bahunya. "Mungkin ibu yang memberikan kabar palsu," jawab Evelyn tidak bersemangat. Justin mengangguk dan mengerti jika memang mantan ibu mertuanya sangat membencinya. "Eve, sebenarnya aku dulu terpaksa menerima Laura," lirih Justin. "Apa?" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN