Laporan Dari Tetangga

1099 Kata
Bagian 4 Saat hendak menutup rolling door, tiba-tiba Bu Sari, pelanggan lamaku datang. "Butiknya mau tutup ya, Del? Ini loh, mau ngambil pesanan yang kemarin?" tanya Bu Sari, beliau seperti kebingungan melihatku yang tiba-tiba mau menutup butik. Aku dilanda kebingungan, tidak tahu harus bagaimana. Pulang atau tetap di sini. Di satu sisi Bu Sari adalah pelanggan tetap di butik ini, takutnya ia akan kecewa jika kutolak. Tapi menyelidiki hubungan Mas Farid dengan Rini juga tidak kalah penting. "Del, kok' bengong? Gamis yang saya pesan kemarin sudah ada 'kan?" "Su__sudah kok', Bu!" jawabku terbata. Akhirnya kuputuskan untuk menunda rencanaku. Jika Bu Sari hanya ingin mengambil pesanannya saja, tidak akan memakan waktu lama. Aku masih bisa pulang ke rumah setelah menyerahkan pesanan Bu Sari. "Mari kita ke dalam, Bu!" Aku pun mempersilahkan Bu Sari untuk masuk. "Ini gamis yang Bu Sari pesan," ucapku sambil menyerahkannya kepada Bu Sari. "Taruh aja dulu di situ. Saya mau lihat-lihat dulu, sepertinya banyak model baru ya!" Bu Sari meninggalkanku di meja kasir karena mau melihat-lihat koleksi gamis di butikku. Kulirik jam tangan yang menempel di pergelangan tangan kiriku, sudah menunjukkan jam 13.00. itu artinya Mas Farid sudah kembali ke kantor. Aku menjatuhkan bobot di atas kursi, pasrah. Mungkin belum sekarang waktunya. Pasti nanti akan ada waktu yang tepat. Semoga kecurigaanku tidak benar. Kufokuskan kembali pikiranku, Bu Sari masih ada di butik. Aku harus totalitas dalam melayani pelanggan seperti yang kulakukan selama ini. Jangan sampai pelanggan kecewa dengan sikapku. Itu akan merugikan diriku sendiri nantinya, karena pelanggan tidak akan mau lagi membeli daganganku jika aku bersikap cuek seperti tadi. Untungnya Bu Sari bukanlah orang yang mudah tersinggung. *** Aku sengaja menutup butik lebih cepat agar bisa pulang lebih awal. Semoga saja aku bisa mendapatkan jawaban atas kecurigaanku. Kupacu motor matic ku dengan kecepatan sedang. Biarpun sedang terburu-buru, aku harus tetap menjaga keselamatan. Berkendara dengan mengikuti rambu-rambu lalu lintas dan tetap hati-hati pastinya. Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, akhirnya sampai juga di gang menuju rumahku. Kuturunkan kecepatan motor yang sedang kukendarai karena di gang ini biasanya banyak anak-anak yang sedang bermain. Rumahku letaknya paling ujung, jadi harus melewati beberapa rumah warga dulu sebelum tiba di rumahku. Saat hendak berbelok menuju halaman depan rumah, tiba-tiba Bu RT dan Bu Tari memanggilku. "Ada apa, Bu?" tanyaku setelah mematikan mesin motor yang sedang kukendarai. "Ada hal penting yang ingin kami sampaikan. Kita bicara di rumahku saja, jangan di sini." Bu RT menarik tanganku, sedangkan Bu Tari mendorong motorku ke depan rumah Bu RT. Rumahku dan rumah Bu RT bersebelahan. Hanya berjarak sekitar lima meter saja. "Duduk dulu, Del." Bu RT menyajikan cemilan serta minuman dingin di atas meja. Sebenarnya aku bingung, kenapa Bu RT dan Bu Tari tiba-tiba ingin membicarakan hal penting denganku. Ada apa ini sebenarnya? Batinku bertanya-tanya. "Del, kalau boleh tahu, wanita hamil yang di rumahmu itu siapa?" tanya Bu RT, memulai pembicaraan setelah kami sama-sama duduk di atas sofa. Ternyata mereka ingin membahas soal wanita itu. Rupanya tetangga sudah mengetahui bahwa di rumahku ada wanita hamil. "Oh, itu, dia sepupunya Mas Farid, Bu," jawabku, meskipun aku sendiri juga belum yakin. "Sepupu? Kamu yakin?" Kali ini giliran Bu Tari yang bertanya. "Kata Mas Farid sih wanita itu sepupunya yang baru datang dari kampung." Aku berusaha meyakinkan Bu RT dan Bu Tari. Biarpun sebenarnya aku juga tidak percaya pada pengakuan mereka berdua. "Terus kamu mau percaya begitu saja dengan pengakuan suamimu?" wajah Bu RT terlihat gusar. "Lantas Adel harus bagaimana?" Kupandangi wajah Bu RT dan Bu Tari secara bergantian. Jujur, aku tidak ingin orang lain ikut campur dalam masalah rumah tanggaku karena itu merupakan aib bagiku. Tapi mau bagaimana lagi, toh mereka sudah lebih dulu menaruh curiga pada Mas Farid dan wanita itu. "Hari ini suamimu enggak ke kantor ya? Tadi Ibu lihat suamimu pergi berduaan dengan wanita yang sedang hamil itu. Ibu nggak tahu kemana. Pas pulangnya, suamimu membukakan pintu mobil dan membantu wanita itu turun dari dalam mobil, kemudian suamimu melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu, membawanya masuk ke rumah," papar Bu RT. "Iya, saya juga melihatnya. Kemarin juga, saya melihat wanita itu bergelayut manja di d**a suamimu sesaat setelah turun dari mobil," sambung Bu Tari, membenarkan ucapan Bu RT. Tanganku mengepal, menahan amarah. Mataku terasa panas karena menahan butir-butir air mata yang ingin keluar sejak tadi. Tapi sebisa mungkin aku harus bisa menahannya, tidak mau terlihat lemah di hadapan Bu RT dan Bu Tari. "Ibu-ibu yakin?" tanyaku santai agar terlihat biasa saja di depan mereka. "Yakin seratus persen, Del. Pasti suamimu ada main sama wanita itu di belakangmu," tegas Bu RT. "Iya, Del. Jangan biarkan wanita itu merebut suamimu. Kamu harus secepatnya bertindak. Kami tidak berniat untuk memanas-manasimu, kami hanya kasihan padamu. Mereka bersenang-senang di rumahmu sementara kamu mati-matian kerja keras di luar sana," sambung Bu Wati. Setahuku, Bu Wati dan Bu Tari bukanlah orang yang suka kepo terhadap kehidupan orang lain. Mereka juga bukan tipe ibu-ibu yang hobi bergosip seperti kebanyakan ibu-ibu di depan gang sana. Selama yang kutahu, mereka adalah orang baik. Pasti mereka berkata jujur. "Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui, Del. Sebelum tinggal di sini, wanita itu tinggal di kontrakan sebelah, di kontrakan teman saya. Mobil suamimu sering terparkir di halaman kontrakan. Dan saya beberapa kali bertemu dengan wanita itu saat dia berbelanja ke warung depan kontrakan. Anak saya belajar mengaji di kontrakan sebelahnya, makanya saya tahu. Enggak mungkin saya bicara sembarang jika tidak ada faktanya," ungkap Bu Wati. Ya Allah, sakit sekali rasanya mendengar cerita dari tetanggaku ini. Berarti selama ini Mas Farid membohongiku. Teganya kamu, Mas! "Enggak usah sedih begitu, Del. Kebohongan harus di ungkap. Kamu harus tetap kuat. Jika tidak ingin suamimu diambil wanita itu, pertahankan dan segera usir wanita itu dari rumahmu." Bu RT terlihat menggebu-gebu, seperti dirinya saja yang berada di posisiku saat ini. Jika yang dikatakan Bu RT dan Bu Tari itu benar, aku tidak usah repot-repot untuk mengusir wanita itu. Aku yang akan mundur, karena aku tidak sudi mempertahankan suami tukang selingkuh seperti Mas Farid. "Terimakasih atas informasinya, ibu-ibu! Adel mau pamit dulu. Insyaallah, Adel bisa menghadapinya." Aku berucap dengan tegas dan percaya diri. "Jika butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan untuk mengeruk pintu rumahku," ucap Bu RT. "Iya, Bu! Terimakasih sudah mau peduli. Adel pamit dulu." Setelah berpamitan, aku mendorong motor dari halaman rumah Bu RT menuju garasi rumahku. Selain jarak yang tidak terlalu jauh, aku memang sengaja melakukannya agar kedatanganku tidak diketahui oleh mereka. Bisa saja di dalam sana mereka melakukan yang tidak-tidak. Aku memang sudah menaruh curiga kepada Mas Farid dan wanita itu. Ditambah penjelasan dari Bu RT dan Bu Tari, membuatku semakin tidak sabar untuk mengungkap kebenarannya Bersambung ✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN