“Umi, tolong jangan keterlaluan!” tergur Wahid hati-hati. “Maafkan Ais, Umi, jika kepergian Ais membuat Umi berpikir seperti itu,” ucap Aisyah pasrah. Wahid langsung menoleh pada istrinya yang menunduk pilu. Ia dapat melihat sorot mata Aisyah menahan sakit. Percuma saja membela diri, toh mertuanya akan semakin berprasangka buruk lebih lagi, jika ia terus menyanggah. Itulah yang ada dalam pikiran Aisyah. “Dek!” Wahid memanggilnya lirih, tetapi istrinya tak menoleh. Aisyah menegapkan wajahnya menghadap mertuanya yang masih memberikan tatapan penuh murka padanya. “Ais akan menyimpan tas dulu ke kamar, lalu akan langsung masak. Ais akan usahakan Isya sudah tersaji di meja makan,” terangnya. “Nah, gitu kek dari tadi, nggak pake berbelit-belit!” pungkas Rahma tersenyum kecut dan langs