Dicium Berandal Sekolah

1323 Kata
Nayla menajamkan pendengarannya, suara ancaman dan erangan itu jelas berasal dari luar tembok sekolah yang ada di depan matanya itu. Ia ragu apakah akan keluar atau tidak, juga ia tidak tahu apakah di luar itu orang berbahaya atau tidak. Ia tidak pernah mengalami kejadian seperti itu sebelumnya. Brak! Pagar berkarat di depannya itu berguncang, mungkin terkena pukulan atau tendangan. Nayla tertegun. "Ed, cukup, Ed! Tolong jangan sakiti aku," ucap seseorang dengan nada memelas. "Kau berani melawan aku, kau harus tanggung akibatnya!" tegas suara lain. "Kau liat ini? Mungkin aku harus membuatmu kehilangan satu jari, supaya kau tau seharusnya bersikap!" Nayla tidak tahan mendengar percakapan dua orang di luar gerbang itu, telinganya terasa panas. Ia berbalik dan mulai melangkah meninggalkan daerah sunyi itu. Tapi... "Aaaaa!!! Tolong, jangan!" pekik suara itu tampak sangat kesakitan. Nayla semakin bimbang, apakah orang di luar gedung itu akan mati jika tidak ditolong? Apa ia berdosa jika membiarkan nyawa seseorang melayang di depan matanya? "Huh!" Nayla akhirnya membalikkan langkah dan kembali lagi dengan tergesa. Ia mendorong pintu berkarat itu sekuat tenaga hingga terbuka. Dan ia langsung terbelalak melihat dua orang sedang berdesakan di dinding dengan sebilah pisau lipat berada di depan hidung salah seorang pria, sementara beberapa orang di sekitarnya hanya menonton tanpa ada yang berniat menolong. "Kalian ngapain di sini?!" tanya Nayla dengan kening berkerut. Semua orang menatap tajam ke arah Nayla. Sementara kesempatan itu digunakan oleh pria yang terdesak untuk mendorong dan menendang pria yang mengungkungnya hingga jatuh terjengkang ke tanah. Pisau di tangannya terlempar jauh ke semak-semak. "Tunggu pembalasanku, Edwin!" seru pria yang berhasil lolos dari maut sambil berlari meninggalkan kerumunan para pemuda itu. "s**l!!!" raung Edwin dengan geram. Ia cepat-cepat berdiri dan memperbaiki seragamnya yang berantakan. Lalu tatapan tajamnya beralih ke arah Nayla. "Kamu, siapa kamu?! Pasti kamu orang suruhannya si Yoga s****n itu, kan?!" hardik Edwin. Dengan sekali gerakan Edwin menarik lengan Nayla dengan kasar, lalu mendorongnya ke tembok. Nayla meringis kesakitan merasakan batok kepalanya membentur dinding, juga tulang belakangnya. Edwin menyandarkan kedua tangannya ke dinding tepat di kanan-kiri tubuh Nayla, lalu mendekat hingga jarak mereka tersisa beberapa senti meter saja. Mata Nayla refleks tertutup rapat-rapat sambil berusaha menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ini pengalaman pertamanya berdekatan dengan pria hingga sebegitu dekatnya. Selama ini, hanya ayahnya yang bisa sedekat ini dengannya, itu pun terakhir kali saat duduk di bangku sekolah dasar. Dan sekarang... "Kau berani menggagalkan rencanaku, siapa kau, heh?!" sinis Edwin menyeringai. "M-maksud kamu apa?" Nayla ketakutan, ia tidak menyangka niat baiknya menolong seseorang justru berakhir seperti ini. Perlahan Nayla membuka matanya yang langsung menangkap sebuah wajah sangat tampan terpampang di depan hidungnya. Bola mata mereka beradu tatap. Dari jarak sedekat itu, Nayla bisa memindai dengan jelas wajah tampan itu begitu sempurna. Wajahnya tegas, hidungnya mancung, alisnya tebal, bola matanya hitam berkilat sangat tajam, bibirnya tertarik dengan seringai menakutkan, rambutnya yang hitam jatuh menutupi dahi. Tapi pemuda itu jelas tidak memiliki sopan santun dan rasa segan padanya yang mengenakan hijab. "Jangan pura-pura bodoh! Aku tau kau punya hubungan sama Yoga," dengus Edwin. "Mulai sekarang, kau jadi budakku! Kau harus turuti semua perintahku. Kalo tidak...." Edwin tertawa penuh arti, lalu mencondongkan wajahnya hingga semakin dekat. "Aaaaa!!!" Nayla berteriak sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan rapat-rapat ketika tiba-tiba Edwin mendaratkan sebuah ciuman paksa di bibirnya. Kurang ajar sekali pria ini! batin Nayla protes. Baru saja hendak mengangkat tangannya untuk menampar Edwin, cowok itu sudah melepaskan kungkungannya, lalu pergi bersama teman-temannya tanpa mengatakan apa pun lagi. Jantung Nayla berdegup kencang saking gugupnya. Ia sangat geram pada Edwin yang telah mencuri ciuman paksa padanya. Ciuman pertama yang harusnya hanya diberikan oleh suaminya kelak. Benar-benar kurang ajar! Tidak punya sopan santun! batin Nayla menghardik penuh emosi. Ia berlari kembali masuk ke dalam gerbang ketika mendengar suara bel berdering nyaring pertanda pelajaran akan segera dimulai. Langkahnya tersandung-sandung saking gugupnya, berkali-kali ia mengusap bibirnya, berusaha menghilangkan bekas ciuman Edwin tadi. "Astaghfirullah, kenapa bisa begini?" Lagi-lagi Nayla merutuk sangat gusar. *** Nayla tiba di depan kelas Biologi dengan tergesa. Dari kejauhan ia melihat seorang pria tinggi besar juga berjalan cepat menuju ruang kelas yang sedang ia tuju. Sepertinya dia guru Biologi yang akan mengajar di kelasnya. Di sekolah itu menerapkan sistem pembelajaran modern, setiap mata pelajaran memiliki ruangan sendiri-sendiri, tinggal para siswa yang mencari sendiri ruang belajarnya sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Nayla masuk ke dalam kelas dan mempercepat langkahnya tiba di kursi agar tidak terkesan terlambat oleh guru barunya. "Kamu dari mana? Kenapa berkeringat begitu?" tanya Chaca memperhatikan Nayla dengan seksama. "Mmm, itu... tadi kesasar," jawabnya sambil meringis dan menggaruk kepalanya. "Jilbab kamu sampe kotor begitu?" Pandangan Chaca beralih ke jilbab Nayla yang bernoda dan banyak sarang laba-laba. Nayla hanya tersenyum simpul, lalu mengibaskan kotoran yang melekat di jilbabnya. "Selalu perhatikan peta kalo kemana-mana, atau minta aku temani juga nggak masalah, jangan segan," pesan Chaca, Nayla hanya mengangguk. Jika Chaca tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin dia akan memberi petuah hingga panjang kali lebar. Tidak lama kemudian, guru mata pelajaran memasuki ruang kelas. "Semua masih ingat klasifikasi makhluk hidup?" Sang guru memulai pelajarannya tanpa meminta mereka membuka buku, hal baru yang belum pernah ditemui Nayla di sekolah lamanya. "Sistem klasifikasi terus berkembang mulai dari hanya terbagi dalam dua kingdom hingga kini menjadi lima kingdom, bahkan sudah berkembang lagi menjadi enam kingdom. Kalian semua harus hafal di luar kepala klasifikasi itu!" Pak Guru mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas, sepertinya dia tidak menyadari kehadiran seorang siswa baru di kelas itu. "Apa tujuan klasifikasi makhluk hidup?" tanya guru itu. "Untuk memudahkan mengenali dan mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki." Seorang siswa yang duduk paling ujung depan menjawab. Pandangan Nayla terarah ke sana, lalu kembali kepada guru yang menjelaskan. "Benar! Di dunia ini sangat banyak makhluk hidup yang beraneka ragam, sangat sulit dibedakan satu dengan lainnya jika tidak ditemukan ilmu klasifikasi ini. Contoh kecilnya saja kita pergi ke pasar, kita pasti menemukan para pedagang yang berbeda-beda. Ada pedagang buah, sayur, ikan, pakaian." Guru itu memisahkan beberapa buah spidol di atas meja sebagai perumpamaan yang sedang ia jelaskan. "Satu hal yang harus kalian tanamkan dalam benak kalian. Pahami tujuan dan manfaat dari setiap bidang ilmu yang kalian pelajari agar memiliki semangat dan dampak positif untuk pribadi maupun masyarakat. Pendidikan kita, harus memiliki nilai plus, kalian yang belajar dengan yang tidak belajar harus memiliki perbedaan!" tegas sang guru. "Kembali ke klasifikasi makhluk hidup, sekarang kita masuk pada kingdom Plantae dan Animalia. Bentuk kelas menjadi lima kelompok!" perintah sang guru. Semua siswa mulai memisah-misahkan diri, Nayla tetap berdekatan dengan Chaca, lalu bergabung dua orang siswa dan satu orang siswi, jadi berjumlah lima orang, sama seperti kelompok lainnya. Setelah semua siswa duduk dalam kelompoknya, guru di depan kelas membagi tugas masing-masing kelompok. "Silakan kerjakan dimana saja kalian sukai, minggu depan presentasikan hasil kerja kelompok kalian," ucap guru itu, lalu beliau keluar kelas. Para siswa yang tadinya tenang berubah menjadi gaduh. "Eh, Monera! Pinjam catatan Bahasa Inggrismu!" seru seorang pria kepada Chaca. Yang dipanggil Monera segera memelotot pada pria itu. "Jaga baik-baik! Awas lecet!" ancam Chaca dengan alis terangkat. Nayla hanya tersenyum simpul melihat tingkah teman-teman barunya. Suasana kelas jika sedang tidak ada guru selalu sama di sekolah lama dan baru, ribut dan gaduh. Mereka mulai mengerjakan tugas yang diberikan guru tadi. "Cha, kamu kenal sama siswa yang namanya... Edwin?" tanya Nayla dengan ragu. Kembali terlintas dalam benaknya Edwin tiba-tiba mencuri ciuman membuatnya sangat kesal. "OMG! Kamu ketemu Edwin di mana? Semua siswa di sekolah ini juga kenal sama dia." Chaca menjawab dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Tadi sempat liat dia lagi bermasalah kayaknya sama temannya," ucap Nayla. "Dia itu murid paling nakal di sekolah ini sejak baru masuk dulu. Dia masuk kelas Bisnis." Chaca menjelaskan. Oh, jadi dia siswa paling nakal? Berarti tadi dicium siswa paling nakal? Nayla geleng-geleng kepala tidak menyangka ciuman pertamanya direnggut oleh siswa paling nakal. Bersambung... Terima kasih masih mengikuti... Jangan lupa tap LOVE buat yang belum tap ya.... Dan FOLLOW akun aku agar bisa mengikuti cerita-cerita aku yang lain nantinya. Salam hangat, Wina Faathimah
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN