Part 9 | Beautiful Sunset, Beautiful You

1440 Kata
Laut di pulau itu memang terkenal akan keindahannya, Earl yang sudah sering mengunjungi pulau untuk melepas penat rasanya sudah bosan dengan kegiatan snorkling seperti sekarang. Namun, saat bersama Alle, dia merasa, kegiatan snorkling yang sudah biasa untuknya, kini menjadi luar biasa, wajah antusias Alle saat melihat banyaknya ikan-ikan kecil penuh warna di antara terumbu karang yang indah tentu membuat Earl tersenyum, mengabadikan momen itu dengan kamerenya lagi dan lagi. Alle lalu menatapnya, berpose dan meminta Earl memotretnya. Earl yang mengerti maksud wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum, mengarahkan kameranya pada Alle dan memotret wanita itu dalam berbagai gaya. Alle mengacungkan jempolnya tanda ucapan terima kasih pada Earl, dia akan meminta semua foto itu pada Earl nanti, lalu wanita itu kembali menjelajah lebih jauh, menjangkau tempat-tempat yang terlihat indah sepanjang mata memandang keindahan bawah laut itu. Earl yang melihat hal itu berusaha mengejar Alle, mengimbangi wanita itu dan ingin memotret lebih dekat setiap ekspresi wanita itu. -Earl, apa yang kau lakukan?- Tanya Alle dengan bahasa isyarat, membuat Earl hanya bisa menahan senyumnya melihat wajah kesal Alle karena dirinya mengganggu gadis itu yang tengah mendekati ikan-ikan kecil dengan antusias, namun Earl memotretnya terlalu dekat, membuat semua ikan itu pergi dan Alle gagal saat mencoba menyentuhnya. Raut wajah kesal Alle tentu saja tidak akan disia-siakan oleh Earl, pria itu kembali memotret Alle, lalu tanpa mempedulikan raut kesal Alle, Earl lebih mendekat pada Alle, kembali mengambil selfie untuk dirinya dan Alle dengan berbagai gaya, Alle yang melihatnya hanya bisa tesenyum dalam hati, tidak ingin memiliki foto yang jelek, akhirnya wanita itu ikut bergaya beberapa kali seperti yang dilakukan Earl. *** Menjelang siang, tidak ada yang dilakukan keduanya, hanya bermalas-malasan di ranjang dengan wajah mengantuk setelah snorkling. Earl yang sejak tadi mengajak Alle untuk makan siang hanya bisa mendesah panjang karena Alle lebih memilih tidur. “Xa, sudah siang, kau harus makan.” Earl berusaha membangunkannya. Sedang Alle yang mendengar suara Earl untuk yang kesekian kalinya hanya mengerang jengkel. Ranjangnya terlalu nyaman untuk ditinggalkan, dirinya sangat mengantuk, setelah snorkling, walaupun menyenangkan, namun tetap saja terasa melelahkan, apalagi dirinya memang jarang olahraga. “Nanti saja, Earl. Aku mengantuk dan ingin tidur. Ranjang ini sangat nyaman, bagaimana bisa suamiku memiliki selera tinggi. Kapal Feri ini juga milkmu kan? Bolehkah aku memintanya? Aku jatuh cinta pada semua hal yang ada di sini.” Gumam Alle masih memejamkan matanya, membuat Earl hanya menggeleng tidak percaya dengan Alle. “Ya, kau bisa memilikinya, asal sekarang kau makan. Kau memiliki maag Allexa, Ya Tuhan.” Earl berusaha menarik lengan Alle untuk bangun. Memang berhasil, kini Alle sudah bangun, namun wanita itu masih memejamkan matanya, dan akan kembali merebahkan dirinya, sebelum Earl menahannya. Seorang pria berpakaian koki datang membawakan makan siang untuk keduanya, Earl yang melihatnya hanya mengangguk, dan meminta pria itu mendekat, lalu mengambil alih makanan yang dibawa sang koki, mengucapkan terima kasih dan memintanya untuk keluar. “Jangan lupa untuk nanti malam, aku tidak ingin dibuat kecewa.” Ungkap Earl dengan datar, membuat koki itu mengangguk sopan dan tersenyum tipis. “Ayo, Xa. Makan siang dengan zuppa soup favoritmu.” Earl sekali lagi berusaha membangunkan Alle, membuat Alle yang mencium aroma yang menggugah selera pelan-pelan membuka matanya, menatap Earl dengan senyum polos dan wajah berantakan khas bangun tidur. “Ya .. ya ... ya, aku makan.” Ungkap Alle mengusap wajahnya dan berusaha untuk menghilangkan kantuk, membuat Earl tersenyum dan mengacak gemas rambut Alle. Lalu menyuapi Alle tanpa kata, membuat Alle yang sudah akan mengambil alih makanan itu dari tangan Earl sedikit terkejut, saat Earl justru menyuapinya. “Ayo, buka mulutmu.” Earl menatapnya dengan kening berkerut, menatap geli ekspresi bingung Alle yang entah mengapa terlihat lebih cantik dengan wajah polos khas bangun tidurnya. Alle menurut dan membuka mulutnya, membuat Earl kembali tertawa dan menggeleng melihat wajah pasrah dan mengantuk Alle. “Anak pintar.” Ungkap Earl saat satu suapan berhasil ia berikan pada Earl, membuat Alle mengerucutkan bibirnya kesal, namun kembali membuka mulutnya saat Earl memberikan suapannya. “Ya Tuhan, Alle. Lagi-lagi kau menunjukkan sisi yang berbeda.” Earl hanya bisa menggumam, sungguh, selama bersahabat dengan wanita itu, yang ia kenal adalah sosok Alle yang dewasa, wanita kuat dan tegar walau dia harus menghadapi banyak masalah bullying dan bagaimana wanita itu mencoba survive dari keadaan, Alle tidak pernah menunjukkan sisi manjanya, justru malah Earl yang sering terlihat manja pada Alle, seperti meminta wanita itu datang ke apartemennya dan menemaninya sarapan, Alle yang ia lihat sekarang, benar-benar berbeda. “Sisi mana lagi dari dirimu yang kau sembunyikan dariku, Xa? Nyatanya, bertahun-tahun kita bersahabat, aku tidak bisa mengenalmu dengan baik, hanya dirimu yang mengenalku dan memahamiku lebih baik dari diriku sendiri.” Earl menggumam penuh penyesalan menyadarinya. Saat keduanya masih high school, Earl begitu memberikan perhatian dan menolong semua kesulitan Alle, pria itu seolah menjadi tameng dari semua bullying yang dialami Alle, namun bullying itu tetap berlanjut walau tidak face to face, ujaran kebencian dan penghinaan terus Alle dapatkan melalui pesan-pesan, Earl ingat waktu itu Alle hanya bisa menangis dan menceritakan semuanya pada Earl, hingga pelan-pelan, saat Alle mulai terbiasa dengan hal menyakitkan itu, wanita itu tidak pernah lagi bercerita, Alle hanya tersenyum saat Earl meminta menceritakan perasaannya, wanita itu justru meminta Earl bercerita tentang hari-harinya, sosok Alle tumbuh dewasa dan lebih kuat karena keadaan. “Sudah, aku mengantuk.” Alle menolak suapan Earl yang kelima, membuat Earl menghela napasnya panjang dan membiarkan Alle yang kini sudah kembali berbaring. Pria itu lalu beranjak dari ranjang, meletakkan nampan berisi makanan itu di atas nakas lalu ikut berbaring sambil memeluk Alle, membuat Alle mengerang namun mengeratkan pelukannya dan mencari kenyamanan di sana. Earl diam-diam tersenyum, mendekap erat Alle dan mengusap lembut punggung wanita itu. Ikut terlelap dengan nyaman dalam tidur siangnya. *** Senja kembali datang dengan segala keindahannya, Alle pelan-pelan terjagar dari tidurnya yang sangat nyaman, sinar mentari yang menembus jendela kaca kamar itu membuat dirinya terbangun dan mendapati Earl yang sedang memeluknya. Dengan pelan Alle melepaskan pelukan Earl, ingin melihat sunset lebih dekat, Earl yang menyadari pergerakan Alle tersenyum, sengaja ingin menggoda Alle dengan menarik paksa wanita itu untuk kembali terlelap dalam pelukannya. “Earl, bangun, aku ingin melihat sunset.” Alle mencubit gemas perut Earl, membuat pria itu mengerang sakit namun tetap mengungkung Alle dalam pelukannya. “Earl!” Alle berteriak marah, memukul bahu Earl dan berusaha lepas dari pria itu, Earl lalu membuka matanya, menatap langsung wajah Alle yang begitu dekat dengannya. “Yes, Ma Lady.” Earl mengedipkan matanya genit, membuat Alle melotot kesal dan sekali lagi memukul bahu pria itu. “Lepas, aku ingin ke luar dan melihat matahari terbenam.” Alle akhirnya berhasil beranjak, membuat Earl ikut beranjak, mengikuti ke mana Alle pergi. Melihat Alle yang merentangkan tangannya dan menatap antusias pada matahari di depan sana yang terasa lebih dekat membuat Earl sekali lagi tersenyum, entah senyum ke berapa yang pria itu lakukan hari ini karena seorang Allexa Aldene. Tanpa ragu lagi, Earl kembali memeluk Alle dari belakang, mengendus aroma Alle yang menjadi favoritnya. “Ada yang lebih indah dari melihat matahari terbenam,” bisik Earl di telinga wanita itu, membuat Alle mengernyit bingung dan berusaha melepaskan pelukan Earl di pinggangnya. “Apa?” “Melihat wajah bahagia istriku.” Bisik Earl seduktif dan menghembuskan napasnya di leher Alle, membuat Alle bersemu merah dan menelan ludahnya susah payah. Sial, Earl benar-benar apik memainkan perannya sebagai suami. “Ya Tuhan, Xa. Sepertinya baru kali ini aku melihat wajahmu bersemu merah, kenapa lucu sekali?” Earl terkekeh lalu melepaskan pelukannya, berdiri di samping Alle dan memajukan wajahnya untuk melihat lebih jelas wajah Alle, berniat semakin menggoda Alle yang kini membuang pandangan darinya. “Diam! Jangan menggodaku, Earl!” Alle berteriak kesal, enggan menatap Earl dan terus menatap lurus ke depan, menyaksikan matahari yang pelan-pelan akan menyampaikan salam perpisahannya pada dunia hari ini. Earl yang melihat Alle semakin bersemu justru kembali tertawa, semakin mendekatkan kembali wajahnya pada Alle dengan senyum menggoda. Lalu, dirinya memilih untuk menikmati sunset bersama Alle, memeluk sahabat yang kini menjadi istrinya itu dari samping, menikmati semburat jingga yang memanjakan mata dan menenangkan jiwa saat melihatnya, memikirkan banyak hal tentang hidupnya dan Alle yang telah menjadi bagian dari hidupnya sejak awal. Alle menghela napas panjang, memilih menyandarkan kepalanya dengan nyaman di bahu Earl dan menarik napas panjang, menatap jauh pada sang mentari yang akan segera pulang untuk hari ini, memikirkan bagaimana kehidupannya ke depan bersama Earl, dan bagaimana jika perasannya pada Earl akan terungkap suatu hari nanti. Rasanya, semua teramat sulit untuk ia jangkau, Earl dan cinta pria itu, rasanya tidak akan pernah bisa ia dapatkan. Dia hanya akan bisa mencintai dalam diam dan tidak akan pernah bisa mengutarakan rasa sakit dan rasa cintanya pada pria itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN