Marsha tidak percaya kini dirinya sudah berada di kantor Arsen tanpa pengawal tanpa Leo. Sial memikirkan dirinya yang akan kembali bertemu dengan Arsen membuat perutnya mulas. Sudah begitu lama dirinya tidak lagi menginjakan kantor ini, dan sekarang setelah bertahun-tahun lamanya ia harus kembali menemui Arsen di sini, tempat terakhir dirinya bertemu dengan pria itu.
Marsha berjalan dengan angkuh, dagunya ia angkat tinggi tak memedulikan beberapa pasang mata yang menatapnya terkejut. Terkejut akan kehadirannya, tentu saja. Sedang maraknya ia di gosipkan dengan sang CEO Lambo, dirinya malah mendatangani kantor Arsen, semakin memperkuat dugaan mereka saja jika diantara dirinya dan sang pemilik perusahaan ini mempunyai hubungan.
Marsha tidak peduli ia terus saja berjalan sampai kemudian langkahnya terhenti begitu ponsel yang berada di dalam tas nya berbunyi. Wajah yang tadinya dingin nan angkuh seketika hilang ketika melihat nama sang penelepon. Tak ingin membuat lawan bicara di teleponnya itu marah, ia segera mengangkat panggilan tersebut tanpa mengetahui ada seseorang yang tengah memerhatikannya.
Marsha berjalan keluar dari kantor Arsen dia segera menuju mobil kesayangannya, tanpa menunggu lama ia segera melajukan mbilnya meninggalkan pelataran kantor Arsen.
Arsen yang melihat Marsha keluar dari kantornya lewat monitor yang berada di dalam ruangnnya, seketika membuat dirinya marah. Apa-apaan wanita itu, masuk dan pergi ke kantornya sesuka hatinya saja.
"Cari tahu wanita itu pergi ke mana." titah Arsen pada pria yang berdiri di depan pintu kantornya, tanpa melirik sedikitpun pada pria itu.
Pria yang lebih tua sedikit dari Arsen itu mengangguk, lalu membungkukkan badan kemudian pergi meninggalkan ruangan Arsen.
"Aku tidak akan melepaskanmu lagi, Marsha. Tidak akan pernah!" ujarnya sarat akan janji. Mata sekelam malamnya itu menatap layar monitor di depannya dengan pandangan sulit di artikan.
Mata setajam Elang itu menatap sebuah pigura yang berisi foto Marsha semasa SMA dulu.

Foto ini diambilnya saat dirinya dan Marsha baru satu tahun berpacaran. Saat itu Marsha mengejutkannya dengan memakai pakaian yang memerlihatkan pusar indahnya. Ia jelas marah karena Marsha memakai pakaian terbuka, padahal sepengetahuan dirinya kekasihnya itu tidak meyukai berpakian yang meng-ekspos. Namun karena rasa cemburu terhadap teman-teman kuliahnya, yang selalu berpenampilan terbuka membuat Marsha memberanikan diri untuk berpenampilan seksi.
Akibatnya seharian itu dirinya menghukum Marsha di dalam apartemennya, membuat wanita itu tidak berdaya di atas ranjangnya. Memikirkan masa lalu nya dengan Marsha membuatnya selalu gila. Perbedaan umur mereka yang tiga tahun tak membuat Arsen mundur untuk menyukai gadis abege seperti Marsha. Justru dirinya selalu tertantang dengan wanita itu, maka begitu Marsha menghilang dari kehidupannya, hidupnya terasa kosong dan dia tidak menyukainya.
Beberapa saat kemudian, Arsen yang sibuk memerhatikan Marsha yang berada di dalam foto seketika tersentak begitu merasakan ponselnya berdering. Ia meliriknya menemukan nama Reza--- orang suruhannya, dia lantas mengangkat panggilan tersebut.
Kata demi kata yang Reza keluarkan dari bibirnya membuat tubuh Arsen menjadi kaku. Dia enggan percaya dengan fakta yang disampaikan Reza dan orang suruhannya itu tidak mungkin membohonginya. Satu-satunya jalan agar ia percaya adalah melihat langsung ke sana, dan membuktikan jika Reza berucap jujur.
***
Marsha menatap gedung sekolah dasar dengan pandangan sulit di artikan. Ia mengeluarkan masker serta kacamata hitamnya, dengan napas berat ia perlahan masuk menuju ruang kepala sekolah setelah ia memakai kedua benda tersebut.
Pintu ruangan kepala sekolah itu terbuka, menampakkan seorang pria yang seumuran dengannya tengah tersenyum menyambutnya. Sedangkan dua bocah laki-laki tengah menatapanya dengan masing-masing ekspresi. Satu dengan ekspresi senang, dan satu lagi dengan ekspresi merengut yang terlihat begitu lucu baginya.
"Sekarang, apalagi yang kalian lakukan?" tanya Marsha kepada dua jagoan kecilnya itu dengan pandangan bertanya.
Rendy dan Randy kembali menundukkan kepalanya bingung harus menjawab apa kepada wanita yang mereka sayangi di dunia ini.
Pria yang memiliki senyuman mematikan---menurut para guru kini tersenyum ramah kepada Marsha.
"Sebaiknya Anda duduk, biar saya yang menjelaskan." ujarnya sambil mempersilakan Marsha untuk duduk di bangku yang kosong, namun Marsha menolaknya.
Bagaimana mungkin dirinya bisa duduk dengan tenang, sementara kedua anaknya kembali membuat masalah. Bukan sekali dua kali dirinya di panggil kepala sekolahnya, tapi berkali-kali. Entah itu karena kedua anaknya yang membuat onar atau temannya, yang pasti kedua anak kembarnya itu selalu menjadi langganan ruang kepala sekolah.
"Kami tidak melakukan apa-apa, Maa." sahut Rendy cepat sebelum Pak Beno---kepala sekolahnya itu kembali berbicara.
Marsha menaikkan alisnya tinggi mendengar perkataan Rendy---putra pertamanya.
"Kak Rendy benar, Ma. Kita nggak ngelakuin apa-apa kok, Rian terlalu lembek jadi cowok. Masa Randy katain balik dia nangis terus mukul kita berdua."
"Memangnya kamu katain apa?" tanya Marsha yang jelas penasaran.
"Lembek." balas Randy polos.
Kening Marsha seketika mengerut dalam mendengar perkataan anak bungsunya. Dia tidak habis pikir dengan ucapan Randy bagaimana mungkin anak seusianya, bisa berkata seperti itu. Dia tidak pernah mengajarkan kedua anaknya untuk berbicara yang tidak-tidak, meskipun dirinya sibuk tapi dirinya selalu menyelipkan waktunya untuk kedua anaknya.
"Randy... Siapa yang mengajarimu berbicara seperti itu?" tanya Marsha sambil memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut.
Randy mengangkat bahunya cuek. "Aku melihatnya di televisi."
Semakin berdenyutlah kepala Marsha mendengar ucapan putra bungsunya.
"Sebaiknya kita pulang, Mama." seru Rendy yang kini telah berdiri dari duduknya.
"Tunggu, apa kedua anak saya kembali di skors?" tanya Marsha yang kini melirik Beno.
Beno menggeleng tetap menampilkan senyum tampannya.
"Tidak, untuk saat ini hanya peringatan saja."
Marsha bernapas dengan lega, ia kemudian mengucapkan permintaan maaf dan ucapan terima kasihnya kepada Pak Beno. Dan menyuruh kedua anaknya itu melakukan hal yang sama lalu setelahnya, mereka bertiga---Rendy, Randy dan juga Marsha seketika berlalu dari hadapan kepala sekolah tampan tersebut.
"Apa Mama akan bekerja lagi?" tanya si bungsu Randy.
Marsha terdiam di tempatnya, ia belum menjalankan mobilnya.
"Hn Mama harus kembali." balasan Marsha membuat kedua bocah kembar itu menunduk sedih.
"Tapi Mama akan usahakan pulang secepatnya, dan kita bisa makan malam di rumah." sela Marsha cepat karena tidak ingin melihat kedua anaknya itu kembali sedih.
"Tidak apa-apa kita mengerti, Mama tidak usah pikirkan hal itu." seru Rendy yang duduk di kursi belakang dengan wajah yang menatap keluar jendela.
Kedua anaknya itu terbilang anak yang cukup dewasa dan mengerti akan kehidupannya. Marsha tidak pernah mengizinkan anaknya itu menonton teve jika dirinya sedang bermain sinetron, atau ketika dirinya sedang mengisi acara lain yang berada di teve. Dia tidak ingin kedua anaknya itu melihatnya dan berpikiran macam-macam mengenainya. Terlebih dengan berita yang beredar sekarang, bisa malu kedua anaknya mengetahui skandal Ibu nya dengan pria lain.
Marsha yang berpropesi sebagai model papan atas dan juga sebagai aktris harus merelakan banyak waktu untuk pekerjaannya. Dan meninggalkan kedua anaknya itu di rumahnya beserta asisten pribadinya, membuatnya tidak bisa mengajari mereka. Walaupun begitu dirinya harus puas akan prestasi yang diperoleh kedua anaknya.
"Rendy..."
"Kak Rendy benar, Ma. Nggak apa-apa kok kita ngerti, Mama kerja pun demi kita berdua." sela Randy yang membuat perasaan Marsha semakin bersalah.
Marsha menatap kedua anaknya itu dengan pandangan berkaca-kaca.
"Boleh Mama minta peluk?" tanya Marsha kepada kedua jagoan kecilnya.
Rendy yang sedari tadi menatap ke arah luar seketika menatap wajah Ibu nya yang tengah memandangi mereka berdua. Randy dan Rendy seketika menerjang tubuh Marsha, meskipun terasa kesulitan karena posisi mereka yang berada di dalam mobil. Namun mereka bertiga tak memersalahkannya. Marsha begitu merindukan pelukan anak-anaknya, meskipun dirinya sering memeluk Rendy dan Randy saat mereka tertidur. Tapi rasanya tidak cukup, ia ingin sekali keluar dari dunia yang tengah membesarkan namanya, tapi ia tidak bisa. Mencari pekerjaan untuk wanita yang sudah memiliki anak itu sulit, apalagi dengan penghasilan yang besar. Maka dari itu lah sampai sekarang dirinya harus bersabar demi kelangsungan hidup mereka, terlebih hidup anak-anaknya.
"Maafin Mama." ujar Marsha lirih kepada kedua anaknya, yang langsung saja ditanggapi dengan anggukan Rendy dan Randy.
Setelah merasa puas memeluk kedua anaknya, Marsha melepaskan pelukan hangatnya meskipun merasa tidak rela. Rendy dan Randy pun kembali duduk di tempat semula dengan wajah dan perasaan yang sudah lebih baik. Begitu pun dengan Marsha yang merasa hatinya sudah tenang. Dia kemudian menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah si kembar menuju rumahnya.
***
Marsha bersyukur kali ini rumahnya tidak dikelilingi wartawan, sehingga dirinya bisa leluasa masuk ke dalam rumah. Begitu dirinya keluar dari mobil, dirinya dikejutkan dengan seorang pria yang tengah berdiri di samping mobilnya.
Untuk 7 tahun dalam hidupnya setelah mereka putus, sekarang adalah pertemuan pertama mereka. Jantung Marsha berdegup begitu cepat, tubuhnya seketika menjadi kaku. Tatapan pria itu yang mengintimidasinya membuat Marsha kesulitan untuk bergerak, tanpa diperkirakan pria yang semakin tampan itu bergerak maju ke arahnya. Membuat Marsha tidak bisa ke mana-mana lagi, dan pertanyaan dari pria yang paling di incar satu Indonesia itu membekukan tubuhnya.
"Kau sudah menikah?" tanya Arsen dingin dengan sorot mata yang menusuk.
Setelah 7 tahun lamanya mereka tidak bertemu, dan hanya itu yang Arsen tanyakan? Apa pria itu sudah gila?!
"Jawab Marsha?!" tanyanya kembali dengan tidak sabar, bahkan ia sengaja mendekatkan tubuhnya.
Dengan pertanyaan yang seperti itu dan tubuh Arsen yang semakin dekat dengannya, membuat Marsha kesulitan untuk menjawab. Yang dirinya bisa lakukan hanya menatap Arsen dengan napas yang ia tahan.
Rendy dan Randy yang melihat sang Mama yang sepertinya di jahati oleh pria asing tersebut, mereka berdua serentak keluar. Lalu dengan kekuatan yang mereka punya bocah kembar itu menerjang Arsen sambil berteriak.
"MENJAUH DARI MAMA-KU MONSTER!"
***
Tbc