Enam Belas

1568 Kata
Ashana mengambil perawatan di klinik kecantikan favoritnya, tempat ini sangat besar dan luas, juga terpercaya. Dia memiliki kenalan seorang dokter yang kini tengah digandrungi. Bahkan Ashana memiliki sebagian saham di klinik kecantikan yang sudah mengeluarkan berbagai produk kecantikan yang sangat viral belakangan ini. “Where’s Sabrina?” tanya Ashana pada resepsionist yang langsung menghampirinya ketika dia melangkah masuk. Kalingga setia berada di belakangnya. “Kakak selamat datang, kok mendadak? Kak Sabrina sedang ada acara ke Samarinda, launching produknya,” ucap resepsionist itu. “Hmmm semakin sibuk dia, ada yang kosong?” tanya Ashana. “Selalu ada tempat untuk Kak Ashana, mau perawatan yang biasa?” tanyanya yang sepertinya sudah mengenal baik Ashana. “Ya, dan satu untuk dia,” ucap Ashana menunjuk Kalingga. Kalingga mengernyitkan kening tak mengerti. “Baik, Kak, ayo silakan masuk,” ajak resepsionis itu, Ashana masuk ke dalam, melewati ruang tunggu yang tak kalah mewahnya. Tak menyesal dia berinvestasi di tempat ini, penilaiannya tak pernah salah. Di ruang itu tampak foto seorang wanita cantik berdiri seraya melipat tangan di d**a, mengenakan snelli dokternya. Rambutnya yang bergelombang digerai indah, dia memakai name tag Sabrina. Ashana menatap foto itu beberapa detik lalu perhatiannya teralihkan pada seorang wanita yang sudah cukup berusia, tengah membaca majalah terbaru di sofa itu. Wanita tua itu menatapnya beberapa detik. Ashana mengetahui namanya meskipun dia tak begitu mengenalnya. Dia memiringkan kepalanya lalu melewatinya begitu saja. Kalingga yang mengekor Ashana pun sempat bertatapan beberapa detik dengan wanita tua itu. Wanita itu membelalakkan mata, terperanjat menatap Kalingga. Aneh, dia seperti mengenalnya. Ada sesuatu di wajahnya yang mengingatkannya pada seseorang. Wanita tua itu merasa kepalanya sedikit pusing, kapan gilirannya? Mengapa sangat lama menunggu perawatan di tempat ini? Padahal asistennya sudah melakukan reservasi atas namanya. “Itu Bu Lula kan? Istri pak Madisson?” tanya Ashana ketika staff yang bertugas membawanya ke ruangan khusus VVIP yang biasa dia gunakan. “Iya Kak, Kak Ashana kenal?” tanya staff itu. “Kenal sih enggak, hanya tahu saja, dia ngapain ke sini? Bukannya dia punya klinik sendiri?” tanya Ashana. “Gosip yang beredar sih dia kurang cocok dengan kliniknya dan lebih cocok dengan produk kita, Kak.” Wanita itu merapikan ranjang khusus untuk Ashana, staff lain membuka pembatas dengan ruang sebelah untuk digunakan Kalingga. “Wah wah, luar biasa,” ujar Ashana sambil terkekeh. Dia dan Kalingga melakukan perawatan untuk diri mereka berdua di tempat ini setelah konsultasi dengan dokter lain yang memang ditugaskan di tempat ini membantu Sabrina. Biasanya dokter itu mengecek permasalahan kulit yang dialami dan melakukan threatment yang sesuai. *** Madisson sudah pulang ke rumah beberapa hari lalu, dia tak betah berdiam diri, karena itu dia memutuskan bermain golf dengan teman-temannya. Andro menemaninya di lapangan golf itu. Mobil golf membawa mereka kembali ke tempat peristirahatan. Teman-teman seusia Madisson berpakaian santai namun tetap memperlihatkan sisi mewah dari diri mereka, berada di satu meja yang sama, menikmati teh hangat dan pemandangan indah nan luas dengan rumput terhampar seperti permadani besar. Andro memisahkan diri, duduk di tempat terpisah sambil berbincang dengan salah satu caddy favoritnya yang paling cantik di tempat ini. “Anak kamu belum menikah juga?” tanya teman Madisson yang memakai topi lebar, dia membuka topi itu dan meletakkan di kursi sebelahnya. “Keponakanku,” ralat Madisson membuat empat temannya tertawa dengan suara tawa berat yang khas seperti pria seusia mereka. “Yah seperti yang kalian lihat, dia masih suka senang-senang,” kekeh Madisson. Seorang pria tua seusia mereka baru tiba, dia memakai kaos berkerah warna hitam dan ikut duduk. “Wah sudah kembali kamu?” sapa Madisson pada pria berkumis putih, seperti rambutnya itu. “Sudah tua, saya ingin meninggal di negara kelahiran,” kekehnya setelah menyalami Madisson dan teman lainnya. “Dua puluh lima tahun tinggal di Jerman, setelah tua ingin kembali ckckckck,” gurau teman Madisson. “Ralat, dua puluh enam tahun,” jawabnya. “Bagaimana rumah sakit di sana? Berkembang dengan baik kan?” tanya Madisson pada rekannya yang dokter itu. “Baik,” jawabnya dengan senyum terpaksa, ada hal yang membuatnya muram. Dia dihantui rasa bersalah selama ini, namun dia tak berani mengatakan apa yang membebaninya. Lula, istri Madisson adalah salah satu sahabatnya dulu, bahkan dia yang mengenalkannya pada Madisson, darinya dia mendapatkan koneksi untuk dirinya mengembangkan karir hingga sesukses sekarang. “Ada apa, Rik?” tanya Madisson. Riko, sapaan akrab dokter senior itu hanya menggeleng pelan. Teman-temannya membahas tentang bisnis dan lain sebagainya. Riko hanya sesekali menanggapi. Dia kemudian memutuskan ke toilet. Setelah buang air, dia cukup terkejut melihat Madisson yang sudah menunggu seraya mencuci tangannya. Mereka bertatapan lewat cermin besar. Riko menetralkan degup jantungnya dan ikut mencuci tangan di samping Madisson. “Kamu sudah sehat, Mas?” tanya Riko, usianya memang terpaut delapan tahun dengan Madisson, dia kini berusia enam puluh tahun. Dua tahun di atas Lula, sahabatnya. “Yah seperti yang kamu lihat, aku semakin menua dan sering sakit, makanya kamu di Indonesia saja agar bisa rawat aku,” kekeh Madisson. Riko memaksakan senyumnya. “Lula masih belum hamil?” “Sudah monopause mana bisa hamil? Ngaco kamu,” gurau Madisson. “Ya maksudnya setelah aku pergi, aku sudah tidak pernah berkomunikasi dengannya sejak pergi ke Jerman,” ungkap Riko. “Ya dia bilang kamu susah dihubungi, seperti menghilang saja,” rutuk Madisson, matanya menatap Riko lekat, pria itu tertunduk menyembunyikan getir. Dengan cepat dia mengambil tissue untuk mengeringkan tangannya. “Hmmm, tidak ada kejadian aneh kan sejak dulu sampai sekarang?” tanya Riko. “Kejadian apa?” “Ya misalnya ada orang yang ngaku-ngaku anak kamu gitu?” tanya Riko membuat Madisson tertawa. “Mana ada? Langsung aku test DNA kalau ada,” ujarnya sambil menepuk bahu Riko dan mengajaknya keluar dari tempat itu. Riko berkata akan menyusul kemudian, dia mengingat kejadian dua puluh enam tahun silam. Dia sangat menentang keinginan Lula untuk menggugurkan kandungan asisten rumah tangganya, yang mengandung benih dari Madisson. Dia tahu Lula sangat mencintai Madisson, wanita mana yang rela dimadu? Tidak ada. Namun, nuraninya menolak memberikan obat yang diminta sahabatnya itu. Karenanya dia melarikan diri ke Jerman setelah memberikan vitamin asam folat pada asisten rumah tangga itu. Dia khawatir jika Lula tahu bahwa bayi dalam kandungan asisten rumah tangga itu lahir, Lula akan bertindak yang lebih nekat. Dia lagi-lagi menghela napas berat, sejujurnya dia sejak lama ingin kembali ke negara ini, namun dia takut. Kini dia nekat kembali karena dia merindukan negara ini. Dia berharap bayi itu tumbuh sehat dan kuat sehingga bisa melawan ketidak adilan yang dilakukan sahabatnya, jika sampai tahu bahwa dia masih hidup. Riko akan menanggung akibatnya, dari pada diminta membunuh janin yang tak berdosa. *** Tristan Rafael, pria yang saat ini menjabat sebagai CTO atau Chief Technologi Officer di perusahaan Mediacom group milik Madisson itu kini mengepalkan tangannya kesal di ruang kerjanya. Selama ini dia selalu mendapatkan nilai sempurna di seluruh pelajaran, dia ikut mengembangkan perusahaan sejak beberapa tahun lalu. Dia menjadi anak yang baik bagi Madisson dan Lula. Namun, dia tak juga mendapat pengakuan. Mengapa pria tua itu sangat kolot? Tak pernah mau memasukkan namanya dalam kartu keluarga. Tadi siang ketika dia mengantar Lula ke klinik kecantikan, wanita itu berkata bahwa mungkin Madisson akan membagi saham terbesarnya pada tiga orang, yaitu dirinya, Andro dan juga Ferish asistennya yang sudah mengabdi sejak lama. Aneh! Jika hanya dibagi dua mungkin dia akan rela, karena Andro pun sepupunya dan sepertinya tak terlalu tertarik dengan perusahaan. Dia hanya menyukai wanita dan uang saja. Tidak seperti dirinya. Pintu ruang kerja yang ada di rumah besar Madisson itu diketuk, seorang asisten rumah tangga yang memakai seragam khas itu masuk membawakan kopi untuk Rafael. Roknya sangat pendek yang mencetak tubuhnya, wajahnya pun cukup cantik. Dan dia terlihat masih muda. “Kunci pintu,” ujar Rafael. Wanita itu tersenyum nakal dan mengunci pintu ruang kerja pribadi yang dihuni Rafael itu. Dia meletakkan baki berisi kopi di meja kerja Rafael dan mengusap leher pria berusia tiga puluh tahun tersebut dengan jemarinya yang lentik. “Sampai kapan aku berpura menjadi asisten rumah tangga?” tanya wanita itu seraya mengecup leher Rafael. “Aku masih butuh kamu mencuri dengan semua hal, Sayang. Sabar sebentar,” ujar Rafael. Wanita itu kemudian mengecup pipi Rafael dan menelusupkan tangannya ke kaos Rafael. Ya, wanita itu adalah kekasih Rafael yang beberapa bulan belakangan ini diminta Rafael menjadi asisten rumah tangga khusus mengurusnya di rumah ini, dia merasa banyak hal yang disembunyikan paman dan bibinya yang tak diketahuinya. Dengan menyamar menjadi asisten rumah tangga, dia akan bebas berkeliaran di rumah ini tanpa dicurigai, kekasihnya pernah menjalani kelas acting sehingga actingnya tak akan diragukan lagi. Meskipun menjadi asisten rumah tangga, namun Rafael tak ingin dia melakukan pekerjaan berat. Karena itu, dia menugaskannya hanya untuk mengurusnya saja, memenuhi seluruh kebutuhannya termasuk kebutuhan batin yang sering membuatnya dahaga, menemani tidur di malam-malam sepi ketika tak ada paman atau bibinya di rumah. “Aku merindukan kamu, Sayang,” ucapnya. Rafael menarik tubuh wanita itu ke depannya, mendongak menatap gundukan kenyal yang tercetak di balik baju khususnya. Dia menelusupkan tangan ke balik rok pendek itu dan menyadari wanita itu tak memakai apa pun lagi di baliknya. “Nakal,” gumam Rafael seraya menelusupkan jemarinya, menusuk liang gairah yang lembab itu. Lalu dia mengeluarkan jarinya dan menghisapnya. Diangkat rok itu dan dia mengecup liang gairah sang wanita hingga wanita itu melenguh. “Euhm Sayang, enak banget,” desahnya seraya menaikkan satu kaki ke atas kursi dan meremas rambut pria yang kini menjilati miliknya dengan sangat berhasrat di bawahnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN