Andra mengerutkan kening. Gelisah. Sejak kemarin, tak satu pun pesannya dibalas Farras. Gadis itu mengabaikannya. Pun kini, ia mencoba menelepon, tak diangkat. Bahkan seringkali ditolak. Ia menarik nafas, belum menyerah. Sementara di kampus, Farras berulang kali menolak panggilan itu. Ia mendesah. Lama-lama kesal juga. Inginnya mematikan ponsel tapi takut ada apa-apa dengan yayasan. Kalau-kalau Nina membutuhkannya dengan mendadak, ia tak kan susah dihubungi. Tapi lelaki ini? Aish! Benar-benar membuatnya jengkel. “Ras!” Seseorang memanggilnya dari belakang. Ia menoleh dan mendapatkan Raka, teman sekelasnya, mengacungkan kotak pensilnya. “Punya lo?” Farras mengangguk. Kemudian dengan senang hati, Raka melempar kotak pensil itu hingga sukses ditangkap oleh Farras. “Thanks, Ka!” “Yoi!” R