Jujur

1122 Kata

Dddrrrrttt ... ddddrrrttt ... dddrrrttt. Entah sudah berapa puluh atau bahkan ratusan kali gawaiku bergetar, aku terlalu takut bahkan hanya untuk sekedar mengangkat telepon. Hari sudah pagi. Namun, tetap tidak bisa aku terlelap sejak memasuki rumah kontrakan. Sinta terus saja memelukku, setia mendengarkan semua ceritaku tentang Mas Pandu, cerita yang selama bertahun-tahun hanya aku simpan sendiri. "Dell, udah pagi. Kamu mandi dulu sana, aku mau beli sarapan dulu di depan," ujarnya seraya mengelus kepalaku. Dia benar, aku tampak sangat berantakan. Wajahku di penuhi lebam bekas pukulan demi pukulan yang diberikan Mas Pandu, rambut dan pakaianku kusut acak-acakan. Usai mandi, dan berganti pakaian aku dan Sinta menyantap bubur ayam yang dia beli. "Dell, kita berangkat nanti siang

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN