Ririn dan Dilemanya

1414 Kata
Kadang move on kadang gamon kadang kangen kadang ikhlas kadang ingin tidak melihatnya lagi kadang malah rindu setengah mati. Itulah perasaan yang melanda Ririn saat ini. Tapi untuk menjadi dewasa sepertinya dia belum bisa. Berpisah dengan seseorang yang selama ini dilabeli dengan kata 'teman' ternyata tidak semudah yang dia pikirkan saat pergi dan menutup akses mereka. Entah apa gunanya memblokir nomor Iksan, Ririn pun sekarang bingung sendiri, dia juga tidak tahu apa yang dipikirkan saat melakukan itu, apakah dia takut Iksan akan mengirimkannya pesan - pesan lagi disaat room chat mereka sudah dia kosong kan? Mungkin saja iya, tapi sekarang kenyataannya dia terus saja melihat ke pesan wa yang sudah tidak ada nama itu lagi, kosong! Tapi Ririn seolah terus menanti kalau saja tiba - tiba Iksan akan menyapanya lagi atau sekedar mengabarkan dia ada dimana atau mau terbang ke mana. "Aku kena revise ke Singapore Rin, kamu mau dibelikan apa?" "Aku pulang cepat Rin, kita makan malam yuk." "Udah, kamu jangan kesel lagi ... aku jemput sekarang." "Kamu jangan nangis gitu dong, aku memang pilot tapi nggak punya sayap untuk terbang dan pulang sekarang juga buat nemenin kamu, tunggu aku pulang besok ya, kita jalan - jalan." Tiba - tiba Ririn teringat ucapan - ucapan random Iksan yang sudah beberapa hari ini tidak ada lagi. Boleh dibilang Ririn sekarang sudah berhasil membuat jarak dengan Iksan, sebenarnya bukan hanya jarak tapi juga menghilang kan jejak langkahnya supaya Iksan tidak berjalan lagi mengikutinya. Memang berat, Ririn merasa hubungan berat sebelah tidak bisa lagi dilanjutkan. Ketika Iksan mengakui bahwa dia ada hati dengannya, Ririn memilih balik badan dan pergi, bukan apa - apa, Ririn takut tidak bisa menahan diri dan akhirnya berselingkuh dari Alvin. Selama ini dia sudah terlena dengan perhatian yang diberikan Iksan, tapi dia bisa menahan semua dengan alasan pertemanan yang nyaman, dan sekarang? Susah ...dia tidak yakin lagi dengan hatinya sendiri disaat pertunangan juga semakin dekat. Ririn membuang pandangan entah kemana, matanya tadi memang melihat para keponakan yang sedang berenang di hotel tempat mereka menginap, ngakunya dia akan mengawasi mereka, nyatanya cuma raganya saja yang duduk ditepi kolam dengan kedua kaki yang terendam sedikit dibawah dengkul, sedangkan pikirannya kemana - mana, sibuk mengira - ngira sendiri. "Nggak ikut berenang Dek?" tanya Jeje yang ikut duduk disamping Ririn, dia sudah siap basah tapi tidak ada rencana untuk berenang, sementara disudut lain aa' dan abang sudah siap turun menemani bocil -bocil , tampak juga Lily dalam gendongan Papapnya. Hanya mas Azki dan anak - anaknya yang belum kelihatan turun, juga pengantin baru. "Nggak ah, mager kak. Kakak mau berenang?" Ririn balik bertanya sambil menoleh ke Jeje yang baru datang. "Nggak, sama ... mager juga," jawab Jeje lalu tersenyum. Mereka berdua melihat ke arah Shaka dan Bian yang sudah dulu ada di kolam dengan bantuan pelampung ban karena tinggi mereka belum mencapai dasar kolam walau ditempat cetek sekalipun karena ini kolam dewasa, makanya mereka terus diawasi dan kini ditambah ada abang dan aa'. "Ehm ... kakak nggak lihat Alvin semalam, jadi datang?" "Jadi, tapi sudah agak malam, mungkin kakak udah naik." "Owh iya, abang Shaka semalam cepat sekali mengantuk, mungkin karena siang nggak tidur, jadi jam sembilan kakak sudah naik duluan, nggak ketemu Alvin deh," sesal Jeje. "Syuting nya baru selesai jam delapan malam dan ke sini macet, makanya dia telat." "Semalam katanya tamu sampai jam sepuluh masih ada." "Iya sih, Alvin juga pulang jam sepuluhan kayaknya." "Setelah ini, siap - siap acara adek ya .." "Iya." Hening sejenak, mereka melihat ke arah anak - anak yang tampak gembira main di air. Ditambah lagi dengan kedatangan mas Azki dan anak - anaknya yang juga siap berenang, tapi hanya Dharren dan Dhannis yang memakai baju renang, Dhevi tidak, dia malah langsung menghampiri Ririn dan Jeje. "Aunty Adek nggak berenang?" tanya Dhevi sambil berdiri di sisi kolam renang dekat Ririn dan Jeje. "Nggak, Adek mau berenang?" Dhevi diam, setelah dekat begini baru terlihat di balik baju kaos yang dia pakai ada tali baju renang yang diikat di leher belakangnya, sebenarnya dia sudah niat berenang sepertinya. "Males." "Lha itu udah pake baju renang kok males." "Adek takut kulit adek kena matahari terlalu banyak, nanti nggak glowing lagi." Ririn yang sedang melow - melownya, tampak menahan senyum juga mendengar jawaban keponakannya sekaligus cucu princess sang bos. "Kalo gitu adek berenang yang indoor aja." "Adek mau berendam di bathtub aja nanti." "O itu lebih bagus." "Tante abang nggak berenang juga?" tanya nya pada Jeje. "Tante juga takut nggak glowing kulitnya kayak adek, jadi duduk disini aja deh." "Mama mana Dek?" "Mama lagi mandi, nanti baru turun," jawab Dhevi yang sepertinya berancang - ancang ikut duduk juga, tapi masih ragu. "Haloooo, good morning everybody ..." Uncle Di datang bersama tante Ayu dan juga keluarga Dio, mereka juga menginap disini. Baru datang mereka langsung menghampiri tempat mama Priska dan papa Owie duduk, tidak jauh dari Ririn dan Jeje, hanya sekitar lima langkah. "Popaaa ..." panggil Dhevi sambil melambaikan tangan pada popa, bestie kesayangannya. "Hai sayang ... kenapa itu double Adek ada di sana?" Ririn berdiri, dia mau mengambil minum di dekat mamanya, Dhevi malah duduk disamping Jeje menggantikan tempat Ririn tadi. "Alvin nggak nginep di sini Dek?" tanya uncle Di. "Kenapa dia nginep di sini?" tanya papa Owie. "Ya kali Wie, biar berasa akrab sama keluarga yang lagi ngumpul, kan dia bisa buka kamar sendiri di sini." "Nggak lah, dia juga mau istirahat di rumah, capek abis syuting dari pagi kemarin dan baru selesai jam delapan semalam," jawab Ririn. "Udah selesai katanya Rin?" "Udah uncle." "Jadi dia sudah bisa ambil libur buat persiapan acara kalian." "Iya." Pembicaraan soal acara pertunangan Ririn itu tidak jadi pembicaraan hangat karena yang bersangkutan juga tidak heboh, belum lagi reaksi papa Owie yang membuat gerak langkah mama Priska tidak sat set seperti biasa. "Uncle juga sudah briefing supaya berita ini jangan sampai tercium media," ucap uncle Di. "Harusnya nggak ada bocoran, yang diundang juga nanti di wanti - wanti untuk nggak cerita ke media, makanya yang diundang yang dekat - dekat aja," jawab Ririn. "Aku ke atas dulu," ucap papa owie yang tiba - tiba berdiri. "Mau ngapain Wie?" "Kebelet," jawab Owie sambil menyodorkan tangannya ke mama Priska. "Kunci, sayang." Mama Priska memberikan kunci kamar mereka. "Mau aku temenin?" "Nggak usah, kamu disini aja." "Oke." "Nan, Yu ... gue naik dulu," pamit Owie lalu pergi. "Kenapa dia?" tanya Nandi ke Priska. "Kan lo denger tadi, kebelet kataya." "Walau gue bukan ahli membaca ekspresi wajah, tapi muka Owie nggak menunjukkan wajah orang kebelet, malah kayak orang eneg." "Ya syukurnya lo bilang nggak ahli, jadi gue masih bisa tenang dengerin hasil analisa lo barusan." Ayu terkekeh mendengar tanggapan Priska. "Bener Pris, gue lihat muka Owie biasa - biasa aja malah dia ngarang nggak karu - karuan," ucap Ayu mendukung Priska. "Itulah keuntungan bergaul lama sama dia, jadi kalo dia ngaco kita udah paham kan?" Lagi - lagi mereka tertawa. Kegiatan berenang berakhir satu jam kemudian, tentu saja dengan paksaan karena matahari mulai tinggi. Walau tadi mereka sudah sarapan, tapi mama Priska juga memesan makanan lagi untuk anak - anak, pasti mereka lapar. Sambil duduk - duduk santai, mereka ngobrol sambil mengeringkan badan sebelum kembali ke kamar masing - masing. "Aa' libur dua hari?" tanya uncle Di. "Nggak uncle, nanti sore terbang ke Bali," jawab Owka. "Uncle nggak lihat si Iksan semalam, nggak datang ya?" tanya Nandi, dia memang mengenal Iksan apalagi selalu ada di acara keluarga Pratomo karena dia sahabat dekat Owka yang juga akrab dengan Ririn. "Nggak tahu nih Adek, diundang nggak sih Iksan? Beberapa hari yang lalu aku telpon tapi nggak diangkat sama dia, sampe sekarang dia nggak telpon balik, tumben banget." "Nggak, aku nggak ngundang," jawab Ririn. "Tapi dia tahu?' tanya mama Priska. "Ya tahu lah ..." "Ckk ... kan nggak enak Dek, masa nggak diundang sih? Kalo ada acara gini kan biasanya dia diundang" "Biarin aja Ma, Iksan juga terbang kayaknya," sahut Owka lagi. "Owh syukurlah kalo memang dia nya yang nggak bisa datang, tapi Adek sudah undang dia pas acara pertunangan nanti, mama juga mau undang om Bimo sama tante Rosa deh, soalnya Adek juga kenal sama mereka," ucap mama Priska. "Nggak usah ma, nggak jadi deh, aku nggak jadi ngundang mas Iksan," sahut Ririn. "Lha kenapa Dek? Bukannya sudah ngomong waktu itu? Masa ditarik lagi sih...aneh banget." "Kenapa lo, tumben bener otaknya?" tanya Owka. Dia memang kesal mendengar Ririn mengundang Iksan, setolol - tolonya Iksan yang bilang siap hadir, tetap saja Owka tidak tega, apalagi adiknya ini seperti tidak punya perasaan saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN