Bab 21

997 Kata
Khadija dan Azmi meneruskan perjalanan pulang. Sejak hari itu, gadis itu seperti menemukan kawan seperjuangan. Dia begitu antusias setiap bercerita dengan sahabat barunya itu. Mereka memiliki visi yang hampir sama, Azmi banyak memberikan masukan-masukan yang berarti. Latar belakang keluarga Azmi yang dari orang biasa membuat lelaki itu memiliki pandangan yang jauh lebih dewasa daripada pemuda seumurannya, apalagi jika dibandingkan dengan Rasyid. Wajahnya yang tidak terlalu tampan menjadi tidak berarti ketika sikap supel dan wawasan luas menjadi pelengkap kepribadiannya. Beberapa minggu berlalu, Khadija sudah menyerahkan kembali formulir pendaftaran ke kampus tersebut. Itung-itungan biaya awal masuk yang cukup besar membuat dia benar-benar harus mengencangkan ikat pinggang. Beruntung, kuliahnya baru akan dimulai sekitar tiga bulanan lagi, jadinya dia memiliki waktu untuk menabung. Meskipun demikian biaya hidup di kota besar seperti Bekasi itu memang membutuhkan angka yang tidak sedikit. Makanan yang disebut layak kisaran harga lima belas ribu, kalau sehari tiga kali makan berarti biaya makan saja sudah empat puluh lima ribu sehari dikali tiga puluh hari, jadi perkiraan butuh biaya sekitar satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah itu untuk makan saja. Khadija sedang mengatur-atur keuangan, di weekend yang membosankan dia hanya merebahkan diri di kamar kontrakannya. Hitungan angka-angka saling berputar di kepalanya. Gaji yang hanya upah minimum ternyata hampir tidak cukup untuk bertahan hidup dengan layak, jika sebagiannya digunakan untuk biaya kuliah. Terlebih transportasi ke kampus memang akan kembali menambah cost hariannya. Akhirnya setelah memutar otak, dia mendapatkan ide gila yang entah datangnya darimana. Khadija bergegas menghubungi Khalima untuk meminta pendapatnya. Gadis bar-bar itu langsung saja menyetujui ide gila sahabatnya. Kini mereka berada disebuah lapangan yang cukup luas, Khalima memang segala bisa dia bisa mengendarai motor, bisa menyetir mobil, bisa membengkel sendiri kendaraan, membetulkan elektronik yang rusak dan pekerjaan berat lainnya. Semua itu dia lakukan karena merasa bosan, jenuh dan tak tahu harus ngapain. Dia wanita yang tidak suka perawatan ke salon berjam-jam, memiliki kuku cantik, rambut yang di smoothing itu sama sekali bukan dia. Akan tetapi kepiawaiannya dalam bergaul membuatnya begitu mudah disenangi kaum laki-laki. Jeleknya, Khalima tidak pernah menolak orang yang menyatakan cinta kepadanya. Hingga kini dia memiliki lima orang yang statusnya sedang dekat dengannya. Menjadi seorang putri dari pemiliki perusahaan properti yang sukses membuatnya tetap diperhitungkan walaupun dia hanya berleha-leha. Bukan tanpa alasan dia menjadi seperti itu, luka itu dimulai ketika ibunya berselingkuh dan memilih lelaki lain. Ibunya merupakan wanita yang selalu haus perhatian, memiliki suami yang sibuk membuatnya merasakan celah kosong sehingga mencari pelarian. Usia Khalima masih duduk dibangku kelas tiga SMP sewaktu peristiwa itu terjadi. Sejak itulah perilakunya mulai berubah. Namun ternyata hal itu pun ada gunanya, kini dia tengah membagikan ilmunya tersebut. Gadis itu sedang mengajari sahabatnya mengendarai mobil. Mobil yang dipakai untuk belajar yaitu salah satu mobil milik ayahnya yang sudah tidak sering dipakai. Sebuah mobil avanza lama, tetapi kondisinya masih ok. Khalima memperkenalkan semua detail yang ada di dashboard, fungsi stir, kopling, rem, gas, power steering dan lain-lain. Setelah penjelasan yang detail kini dia mulai menyalakan kontak, membuka rem tangan, menginjak kopling dan menyetel gigi. Khadija dengan seksama memperhatikannya di kursi sebelahnya. Khalima perlahan membuka pijakan kopling dan beralih ke gas, mobil melaju beberapa meter kemudian dia hentikan. “Dija, ayo, tukar posisi sekarang giliran kamu langsung nyoba.” Ucapnya sambil kemudian memundurkan posisi mobil kembali dan mengaturnya kepada kondisi normal. Khadija mengangguk kemudian bertukar posisi dengan sahabatnya itu. Khadija mulai memutar kunci kontrak, terdengar suara deru mesin menyala, tangannya sudah standby pada setir, di injaknya kopling dengan kaki kirinya sampai tandas sesuai petunjuk Khalima, dilepasnya rem tangan kemudian perlahan memasukan gigi. Dilepasnya perlahan kopling yang diinjaknya dan berganti ke gas. Mobil bergerak maju perlahan. Keringat sudah bercucuran dikeningnya. Nafasnya diatur pelan-pelan seolah menjiwai lajunya mobil yang berjalan lambat. Baginya ini sesuatu hal yang sangat baru, jangankan memegang stir mobi, mengendarai sepeda motor saja dia tidak bisa. Namun keadaan yang membuatnya tidak punya pilihan, dia harus bekerja ekstra keras sebelum weekendnya habis di bangku kuliah, tiga bulan waktu yang dirasa cukup untuk mengumpulkan uang cadangan bekal kehidupannya. Latihan hari itu berjalan lancar, Khadija sudah bisa memutar-mutar di lapangan. Gadis itu belum berani menguji nyali di jalan raya, butuh ketenangan dan menguatkan hati dulu. Khalima mengerti, dia memberikan jeda untuk sahabatnya memahami setiap fungsi dari cara kerjanya kendaraan tersebut. Besok mereka akan bangun awal agar jalanan belum ramai ketika mereka menguji nyali di jalanan. “Kamu yakin mau daftar sebagai pengemudi mobil online? Kalau kurang uang, aku bisa pinjamkan Dija,” Khalima memastikan keputusan yang sahabatnya ambil, menurutnya terlalu beresiko dan terlalu melelahkan jika setiap weekend dihabiskan dijalanan. “Mendapatkan pinjaman uang itu bukan solusi, itu hanya menunda, karena nanti aku tetap harus melunasinya, aku membaca beberapa thread, kalau lagi rejeki bagus, dengan menjadi driver mobil online bisa dapat angka lumayan, semoga saja ada rejeki buat aku Ima, nanti aku kasih setoran setengahnya buat sewa mobilnya ya,” ujar Khadija sambil tetap berkonsentrasi mengemudi meski perlahan, memutari lapangan berkali-kali sampai semua instruksi itu bisa diserap dengan baik oleh panca inderanya. “Aku ga nyangka, kamu yang dulu cupu dan penakut kini berubah," ucap Khalima diselingi tawa. "Dulu aku sempat memperhatikanmu kalau mau nyebrang jalan aja butuh waktu hampir setengah jam, nunggu orang yang bisa kamu tebengi, kini kamu bertekad untuk menjadi penjelajah jalanan, aku baru tahu kalau patah hati bisa membuat orang menjadi lebih berani,” ucapnya lagi sambil terkekeh. “Terserah kamulah mau ngomong apa, sekarang ayo pulang, udah sore” Khadija menyudahi pembicaraan seraya memberhentikan mobilnya menepi. Dia meminta tukar posisi, hatinya masih butuh pemantapan untuk bisa menyetir dijalanan. Khalima beralih mengambil kemudi, dia segera menancap gas menuju rumahnya kembali. Sepanjang perjalanan yang tidak lebih dari lima belas menit obrolan ringan hanya membahas cara menyetir, dan berkali-kali Khalima meyakinkan jika sahabatnya itu memang betul-betul hendak menjadi pengemudi mobil online. Tidak terasa sudah berjalan hampir tiga kali weekend, Khadija belajar mengemudi, sekarang sudah semakin lancar dan sudah berani turun ke jalanan. Meskipun diawal-awal hanya mengendara dengan kecepatan 40 km per jam, namun kini Khadija sudah terlihat normal dalam mengemudikan mobil.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN