"Happiness does not belong to him is great in every way , but him is able to find the simple things in life."
*****
Elang berencana bolos. Tas sekolah sudah rapi masuk ke dalam jok motornya. Jangan kalian kira dia memasukkan buku pelajaran, beberapa makanan ringan dan minuman yang memenuhi tasnya. Elang akan menyinggahi tempat rahasia untuknya dan big boss.
"Mau kemana kamu Elang? Kamu tidak akan bolos sekolah lagi kan?" Suara mamanya menghentikan motor Elang yang hampir saja melaju. Cowok itu sudah mempersiapkan alasan-alasan untuk mamanya. Padahal sebenarnya Elang tidak tega berbohong, tapi ini demi kesejahteraan jiwanya.
"Tenang Ma, Elang sekolah kok," tapi di tempat lain. Lanjutnya dalam hati.
"Awas saja jika kamu membohongi Mama lagi. Mama tidak segan-segan memberitahu Papa."
"Oke sip Ma. Elang pergi dulu ya," jawab Elang lembut.
Elang benar-benar harus membohongi mamanya. Maksud dan tujuan Elang sebenarnya baik, tapi jika dia memberitahu secara terang-terangan, mana mungkin ada mama yang mengijjinkan anaknya bolos? Yang ada Elang malah diantar sampai sekolah dan tidak diijinkan membawa motor.
*****
Sudah banyak siswa yang berlalu lalang masuk ke kelas.Tapi batang hidung Elang belum tercium juga. Ari, Bagus, Dhika, yang tidak lain adalah anggota big boss sudah bersiap-siap dengan rokok yang mereka bawa, menunggu Elang.
"Gue yakin Elang bolos lagi," tebak Dhika, cowok yang tingginya seperti tiang listrik.
"Kalau gue sih palingan telat," kata Bagus yang sibuk menyembunyikan rokok itu dari pengawasan Bu Rindha yang sudah memicing.
"Gue golput aja dah." Ari menjadi sasaran empuk mereka. Lagi-lagi yang Ari lakukan hanya pasrah.
Bu Rinda, guru seni yang terkenal judes itu mulai terlihat masuk kelas mereka, 11 sosial 4. Kelas yang terkenal dengan kenakalannya dengan Elang sebagai pelopor menurut guru di sini.
"Kenapa kalian masih di sini, tidak dengar bel apa? Saya sudah lelah menghadapi kalian ber-empat." Benar bukan, Bu Rindha pasti akan mampir sebentar melihat gerombolan big boss. Tanpa sadar Bu Rinda tidak tahu jika personil mereka kurang lengkap, Elang tidak ada.
"Kita itu denger Bu, tapi kita sengaja," jawab Bagus yang nakalnya setingkat di bawah Elang.
"Memang kalian kira saya di sini tidak buang waktu apa memarahi kalian?"
"Lho, Bu Rindha kan bisa ke kelas langsung. Kita cuman nunggu temen kok Bu, bener deh nggak lama. Nanti kita ke kelas." Bu Rindha semakin marah karena jawaban Dhika.
"Iya, Ibu duluan saja," kata Ari polos tanpa melihat gestur gurunya ini.
Dan alhasil, secara paksa, bu Rindha menarik telinga mereka dan mengantarnya ke depan tiang bendera.
"Kalian hormat di sini, sampai jam pelajaran saya selesai." Setelahnya Bu Rindha langsung pergi masuk kelas.
"Emang ya, apapun alasan cowok, wanita selalu benar," celetuk Dhika.
"Hussst, Bu Rindha kan lagi hamil. Doa nya manjur, ntar kalian didoain bisulan tau rasa." Ari mencoba berpendapat, tapi lagi-lagi dia yang menjadi sasaran.
"Lugu banget sih lo Ar, pingin gue kobein deh biar pedes kayak cabe," geram Bagus.
"Jangan! Nanti gue bukannya disuruh sekolah malah disuruh mangkal."
"Kalian diam atau saya tambah hukumannya!" Mampus, suara mereka bisa terdeteksi oleh Bu Rindha.
"Iya," mereka menjawab seperti paduan suara, lantang tapi berantakan.
*****
Suara motor Elang membuat bising g**g sempit pinggiran Kota Jakarta. Di ujung g**g sana, anak-anak kecil bermain dengan wajah gembira mereka. Beberapa anak yang mengetahui kedatangan Elang langsung memberi jalan agar motornya bisa lewat.
Tidak bisa dipungkiri, rasa tenang dan nyaman langsung menghampiri Elang. Hal lain yang menyejukkan selain es degan buatan mbak Sri-penjual di kantin sekolah-adalah berkunjung ke panti.
Kedua orangtua Elang yang mengenalkan panti ini kepadanya. Waktu kecil mereka sering berkunjung ke sini untuk menyumbang. Maka dari itu, Elang sudah menganggap tempat ini sebagai markas keduanya.
"Elang, kamu tidak sekolah lagi?" bu Dewi langsung meletakkan sapunya dan menghampiri Elang. Hal yang paling bisa diingatnya adalah ketika Elang ada masalah, pasti dia ke sini. Dan bu Dewi selaku pengurus panti dan bunda Elang akan menasehatinya.
"Elang pengen ke sini aja Bun," jawab Elang kalem.
"Bunda tahu itu, tapi sekolah kamu lebih penting. Anak-anak di sini yang ingin sekolah saja tidak bisa, kamu yang enak tinggal berangkat apa susahnya?" Bukannya mendapat tempat nyaman, Elang malah menerima teguran dari bunda.
"Bun, Elang ke sini mau refreshing. Elang mohon banget sama Bunda, untuk hari ini saja biarin Elang di sini tanpa menyuruh Elang sekolah, pliss Bun."
Kali ini Elang tidak berbohong. Akhir-akhir ini memang ada yang mengganjal pikirannya. Kalau sudah begini, Bu Dewi tidak bisa melakukan apa-apa. Mau menyuruh Elang ke sekolah juga sudah terlambat, lagian sekarang sudah mau jam 8.
"Bunda bisa apa. Ya sudah ayo masuk dulu."
"Sebentar Bun Elang mau kasih ini sama anak-anak." Elang mengambil tasnya yang penuh makanan dan minuman. Kemudian dia bergerak ke arah kerumunan anak kecil yang sibuk bermain.
"Hai adik-adik, kak Elang bawa sesuatu nih. Siapa yang mau?" Semua anak yang ada langsung mengerubungi Elang. Mengantri untuk mendapatkan isi tasnya.
"Satu-satu ya, kalau nggak cukup berbagi dulu nanti kakak beliin lagi oke."
"Oke kak, terima kasih ya. Kami sayang kak Elang."
Bu Dewi tidak menyangka cowok bad seperti Elang bisa selembut ini hatinya. Padahal tampangnya saja preman, tapi hatinya selembut keju. Kedua orang tua nya pasti sangat bangga.
"Seandainya kamu anak Bunda, pasti Bunda sangat senang punya anak seperti kamu. Udah ganteng baik lagi."
"Tapi sayangnya Elang nakal bun," canda Elang.
"Dan tugas Bunda ingetin kamu biar nggak kelewat nakalnya." Bu Dewi mencubit perut Elang karena gemas dan memang ingin menghukum Elang karena dia bolos.
*****
Sampai bel pulang sekolah berbunyi, Elang tidak ada di sekolahan karena jelas-jelas dia bolos. Anggota big boss baru saja keluar dari kelas dan sibuk melacak keberadaan Elang.
Edel tidak sengaja lewat di depan mereka karena posisi mereka ada di depan gerbang sekolah. Big boss saling menatap dan tersenyum jahil.
"Eits ada adek kelas cantik nih. Minta nomornya dong."
"Gue minta pin aja," celetuk salah satunya lagi.
"Lo bertiga nggak usah ganggu Delia!" Suara itu muncul dari belakang Edel. Elang merangkul pundak Edel.
"Oh namanya Delia, kemana aja sih lo Lang?" tanya Bagus.
"Berapa kali sih kak gue udah ingetin lo kalau nama gue bukan Delia. Satu lagi, lepasin tangan lo bisa?" Bukannya Elang yang menjawab, Edel malah marah-marah.
Anggota big boss menertawai Elang. Tidak biasanya seorang cewek akan menolak Elang melakukan hal demikian. Biasanya mereka akan menebar sensasi dan mencari perhatian pemuda bermata coklat ini.
"Nggak ada peraturan kalau gue harus panggil lo Edel kan? Gue anter pulang yuk!" Elang berkata lembut yang semakin membuat big boss bersiul jail.
"Cie Elang, akhirnya lo bisa kenal cewek juga. Gue kira lo abnormal," kata Dhika.
"Bener tuh, tapi sekalinya dapet galaknya kayak macan ya." Dan bertubi-tubi godaan muncul dari teman-teman Elang. Cowok itu hanya bisa mendengus kecil.
Edel masih diam tanpa berpindah sedikitpun, membuat Elang gemas.
"Ayok naik aja," katanya.
"Gue ..." Mata Edel mencari mobil jemputannya, tapi sialnya mobilnya tidak terlihat di dekat halte. Biasanya juga ada di situ.
Sebenarnya Edel bersikap begini karena dia tidak tahan melihat tatapan ganas dari cewek di sekelilingnya.
"Gue tahu kalau lo belum dijemput, dan sebagai cowok baik, gue akan anterin lo pulang dengan selamat."
"Mending gue jalan kaki dari pada sama lo!" Edel berjalan menjauhi ke-empat orang s***p itu. Dia tidak biasa berurusan dengan kakak kelas, malas saja. Apalagi berurusan dengan cabe-cabe sekolah yang termasuk penggemar Elang.
Edel tahu kok kalau Elang itu wost wanted di sekolah, maka dari itu dia tidak mau mencari masalah sekecil apapun.
"Sabar ya bro, cewek emang gitu. Malu-malu tapi mau."
Elang langsung menyusul Edel menggunakan motornya. Lucu melihat Edel marah begini.
"Yakin lo kuat sampai rumah?"
Edel masih diam, antara takut karena ditatap kakak kelas cewek yang ganas dan memang karena dia malas menjawab Elang.
"Gue tahu rumah lo jauh sih dari sini."
Lagi-lagi Elang tidak mendapatkan jawaban. Edel hanya melirik Elang lewat ekor matanya.
"Kalau lo nggak ikut gue, gue bakal teriak kenceng banget kalau lo udah-"
"Stop! Bisa nggak sih lo diem? Lo bisa rusak reputasi gue di sekolah." Dugaan Elang memang benar, Edel akan menjawab setelah digertak.
"Nggak, lagipula siapa yang peduli sama reputasi? Gue biasa aja tuh, gue juga tahu kalau lo MPK kan?" jawab Elang datar.
"Kenapa, masalah? Ya udah pergi sana jangan ngikut gue mulu!"
"Gue pergi kalau udah nganterin lo sampai rumah."
"Tapi gue nggak mau!"
"Lo harus mau!" Elang terpaksa menekankan kata-katanya.
"Enggak ya enggak!"
"Pokoknya gue bakal ikutin lo sampai mau," paksa Elang lagi.
"Bodo!"
Dengan tanduk yang sudah muncul di kepalanya Edel terus menyuruh Elang untuk berhenti mengikutinya. Tapi Elang menolaknya terus, dan Oh s**t dia baru sadar kalau Elang tidak memakai seragam sekolah. Edel mendadak berhenti dan berbalik ke Elang.
"Lo udah nyerah? Nggak usah jaim, daripada kaki lo patah jalan kaki sampe rumah." Elang sudah membersihkan jok belakang motornya untuk Edel. Dia hanya kasihan saja melihat Edel tidak dijemput. Elang jadi ingat dulu waktu dia masih kecil dan menunggu jemputan pulang sekolah. Rasanya tidak enak. Makanya Elang mengajak Edel.
"Lo nggak sekolah?" tegas Edel.
"Enggak," jawab Elang tanpa melihat Edel lagi. Kini dia sengaja mengalihkan perhatian ke bis di halte.
"Kenapa?"
"Gue males aja."
"Jadi orang jangan males mulu napa sih lo?"
"Bosen gue denger ceramah dari guru, Elang kamu itu nakal, blablabla. Mending di luar, bisa nongkrong enak. Lagian ntar kalau gue lulus nggak perlu rumus-rumus kalik."
Edel semakin malas kalau begini, dia tidak suka orang yang melanggar aturan. Edel terbiasa hidup disiplin.
"Gue nggak mau pulang sama lo!"
"Eh kenapa? Jangan gitu dong." Elang menghadang Edel dan kembali mencegahnya untuk terus berjalan.
"Soalnya gue males. Puas!"
"Oke! Oke gue janji nggak bolos lagi. Tapi lo gue anter pulang ya," mohon Elang. Pasti kalau ada anak sekolah yang melihatnya akan menertawainya. Secara, pelopor kenakalan di sekolah harus mohon-mohon sama cewek, adik kelas pula.
"Gue nggak mau kalau lo janji karena gue. Lo harus janji sama diri lo sendiri, bukan ke gue."
Elang hanya bisa pasrah karena dia tidak mau membiarkan Edel pulang sendiri. Dia menghembuskan napas kasar. Ini kesekian kalinya Elang menurut dengan seorang perempuan kecuali mama dan bunda.
"Iya-iya gue janji sama diri gue sendiri nggak bakal bolos lagi. Cukup kan? Sekarang lo pulang sama gue." Elang lansung menarik Edel mendekat ke motornya dan menunggu cewek itu naik.
Dengan terpaksa Edel menuruti kemauan Elang. Lagipula Elang sudah berjanji tidak akan bolos lagi kan? Di tepati atau tidak itu urusan nanti. Dan paling penting, Edel bisa lolos dari tatapan maut fans Elang.
*****
Untuk yang kedua kalinya, Elang berhasil membuat Edel mati gaya. Ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut Elang seakan menghentikan bom waktu yang terus berjalan. Berhenti ditempat, diam, tanpa sepatah katapun. Tapi anehnya, raganya bisa bergerak. Hanya saja, bagian dalam tubuhnya yang masih terus memberontak.
Untuk kedua kali, Edel diantar oleh seorang Elang. Siswa dengan fisik sempurna, kemampuannya bermain basket, dan ketampanan yang membuat hati para kaum hawa di SMA MERAH PUTIH leleh. Dan satu-satunya cowok yang sukses membuat Edel kalah dalam kata-kata.
Elang terlalu mahir mempermainkan lawan bicaranya. Lihat saja waktu Elang berbicara dengan Edel, Elang akan memenangkan perdebatan kecil itu. Dan sayangnya Edel ngalah begitu saja.
Akhrinya Edel sampai rumah setelah susah payah mengarahkan Elang karena dia hampir membuat Edel tersesat. Di depannya, Elang melihat rumah bernuansa Jawa modern, dengan ukiran-ukiran yang mampu membuat mata yang memandang takjub. Rumah Edel berseberangan dengan taman kecil yang terlihat mewah.
Elang menurunkan Edel tepat di depan rumahnya. Sepi, itulah pemandangan yang terlihat dari luar rumah itu. Di sore hari seperti ini, kedua orang tua Edel masih bekerja dan kakaknya mungkin masih sibuk apel di rumah mbak Yuna.
"Lo pulang aja, di rumah cuma ada gue. Nggak baik berduaan di dalam rumah."
"Emang siapa yang mau masuk ke rumah lo? Pengen banget ya gue mampir?" goda Elang dan membuat pipi Edel memerah.
"Ya udah, syukur kalau lo nggak ada niatan gitu."
Cklek
Pintu rumah Edel terbuka dan muncul Yuna dengan Revan. Kedua remaja yang tengah berada di halaman rumah saling bertukar pandang. Bergantian menatap meminta penjelasan.
"Lo bilang cewek dan cowok itu nggak baik berduaan di dalam rumah. But see, your brother do it."
"Mereka udah dewasa, bisa jaga diri masing-masing. Sedangkan lo, lo itu masih dalam masa labil yang membahayakan. Gue bisa jaga diri, tapi kalau ada setan macem lo, gue ogah masuk ke rumah."
"Bener kata orang kalau dalam keadaan apapun, meskipun dalam keadaan bersalah, cewek pasti nggak mau disalahin. Mereka selalu menganggap diri mereka itu paling benar."
"Tapi di sini gue selaku cewek selalu merasa kalah kalau lagi berdebat sama makhluk semacem lo."
Kini, giliran Yuna dan Revan yang saling kebingungan. Siapa yang diajak Edel bicara dan apa yang mereka ributkan masih menjadi tanda tanya besar di kepala Revan.
"Ekhem, bisa kalian berhenti sebentar?" Sontak Elang dan Edel menoleh ke arah Revan. Keduanya diam memandang Revan.
"Kakak kira kamu masih di sekolahan. Tadi kakak mau jemput kamu Del. Tapi kamu pulang duluan. Siapa dia?"
"Dia itu tukang ojek kompleks sebelah."
Elang langsung melotot begitu Edel memperkenalkan dirinya sebagai tukang ojek kompleks.
"Ganteng kayak gini lo bilang tukang ojek.Mata lo rabun ya?" balas Elang.
"Paan sih lo, nggak nyambung. Siapa lo, emang gue kenal?"
"Sudah-sudah, kenapa kalian yang bertengkar. Kakak cuma mau tau nama dia Del."
Edel diam.
"Perkenalkan nama saya Elang. Pacar barunya Edel kak."
Mata Revan melotot keluar mendengar perkataan Elang yang singkat tapi keramat. Sedangkan Edel hanya bisa memberikan tatapan mautnya ke Elang. Elang tersenyum jahil karena berhasil mengerjai Edel sekaligus kakaknya.
"Del, sejak kapan kamu pacaran sama dia? Apa kamu tidak tahu peraturan keluarga kita?"
Nah, Elang malah tidak tahu apa-apa, dia hanya bisa bengong dan menatap Edel.
"Emang apa peraturannya Delia?" Elang berbisik tepat di pundak Edel.
"Bocah, jauh-jauh dari adek gue! Nyosor mulu lo." Revan mengarahkan telunjuknya ke Elang.
"Dia bukan pacar Edel kak. Kenal aja nggak. Nemu di g**g depan."
Tangan Revan bersendakap dan menatap Elang intens. Cowok itu malah melayangkan tatapan polosnya.
"Elang masih bingung kak. Elang mau tanya ya, jangan di apa-apain ya. Tadi Edel bilang kalau cowok sama cewek nggak-"
"Huss lo jangan nanya itu," potong Edel sebelum Elang menyelesaikan kalimatnya.
"Biarkan saja Del, kakak bisa menjawab semua yang ditanyakan bocah ini."
"Kenapa kak Revan sama ceweknya berduaan dalam satu rumah? Kalian habis ngapain?" Edel ingin pergi saja. Elang kelakuannya terlalu bocah, dia benci.
Revan menarik napas dan menghembuskan dengan tenang. Sebisa mungkin tidak kelihatan grogi di depan Elang.
"Pertama, jangan sok akrab manggil saya dengan embel-embel kak. Kedua itu bukan urusan kamu. Belajar sana yang bener, jangan ganggu urusan orang lain."
"Gue bilang juga apa. Lo pulang sana, nggak guna banget masih di sini."
Yuna hanya tersenyum menanggapi anak remaja seperti Elang. Wajar jika dia kepo masalah orang seperti masalah Yuna dan Revan di dalam rumah berdua. Jelas-jelas Revan dan Yuna tidak melakukan apa-apa. Yuna sibuk memasak dan Revan sibuk dengan laptopnya.
"Suruh masuk aja Van. Aku juga udah masak banyak, pasti temennya Edel itu laper."
Perkataan lemah lembut Yuna berhasil membuat pantulan bening dari mata Elang.
"Ah kakak cantik baik banget sih. Tau aja kalau Elang laper, seharian belum makan."
"Sekali lagi kamu macem-macem sama calon istri saya. Habis kamu!" Sengaja Revan menekankan kata 'calon istri saya'. Bocah tengil seperti Elang tidak pantas berkata seperti itu.
"Coba aja mbak Yuna nggak suruh lo masuk. Gue udah tendang lo dari tadi."
"Sayangnya mbak Yuna baik hati dan suka menabung."
Elang melangkah masuk mendahului Edel. Spesies sejenis Elang sangat langka di temukan. Spesies yang berbahaya, sekarang sudah masuk ke rumah Edel dengan wajah sumringah. Hati-hati, mungkin bisa saja anda bertemu dengan spesies seperti Elang. Tolong kembalikan ke habitatnya.