#R - Senja Bersama Sahabat'

2349 Kata
"Risa kamu tau aku sangat begitu berterimakasih pada Allah karena telah memberiku sahabat sebaik kamu Sa" Ujar seorang anak laki - laki berusia 15 tahun yang tengah duduk menikmati waktu senja bersama seorang gadis yang seumuran dengannya, gadis itu adalah sahabatnya, sahabat yang selalu menjadi teman Angga menikmati waktu senja, waktu dimana matahari sudah sampai  pada peraduannya yang menyisakan goresan - goresan berwakna kuning keemasan diatas awan. Gadis yang dipanggil Risa itu menoleh pada sosok  sahabat yang sudah melewati waktu bersama hampir seumur hidup mereka, matanya menatap Angga yang pada saat itu masih memandang lurus kearah laut lepas, baru setelah beberapa menit laki - leki itu menoleh dan membuat mereka saling bertatapan tepat dibagian mata tanpa disengaja. "Muhamad Raga Angga, kamu itu teman yang Insya Allah akan menjadi teman dunia akhirat ku Ga, Insya Allah kita akan bersama bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak, Insya Allah. Jika nanti kamu lebih dulu masuk surga dan tidak menemukan aku maka carilah aku dan bantulah aku, selamatkan aku" Gadis bernama Risa itu kembali memalingkan wajahnya kearah laut lepas, wajahnya terlihat begitu damai memandang indahnya lautan, angin yang berhembus kencang membuat kerudung Risa ikut berkibar - kibar, jangan tanyakan seperti apa paras Risa karena meskipun tumbuh disebuah kampung Risa dapat dikategorikan sebagai gadis yang cantik. dia memiliki kulit kuning langsat, mata yang bulat dengan iris mata berwarna hitam, hidung yang mungkin dapat dikategorikan mancung, belum lagi bulu matanya yang lentik membuat Risa menjadi semakin terlihat cantik. Angga menoleh pada Risa, menatap gadis disampingnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, kemudian tidak lama dia segera memalingkan kepalanya dia sadar jika perempuan disampingnya tidak halal untuknya, dia masih belum bisa Angga pandang semaunya. Masih butuh waktu panjang bagi Angga untuk bisa memandang dan menatap Risa tanpa ada batas dan aturan yang harus dia langgar, karena jika sekarang dia tetap memaksa menikmati indahnya wajah Risa dia masih takut akan hukum yang kuasa. Muhamad Raga Angga adalah dia laki - laki yang tengah duduk menikmati semilir Angin di pinggir pantai sambil menikmati waktu senjanya bersama sahabat kecil yang dia panggil Risa. Nama lengkap gadis itu Diana Merisa, kebiasaan keduanya menikmati waktu senja, menikmati indahnya detik - detik dimana matahari yang akan pergi keperaduannya, menyisipkan sebuah lukisan indah dilangit berwarna kuning keemasan hingga waktu menjelang adzan magrib. Baru setelah itu keduanya akan beranjak menuju masjid dipinggir pantai untuk mengaji bersama beberapa teman mereka, karena sudah menjadi rutinitas mereka pergi ke masjid dan mendapat bibingan mengaji dari ustadz hingga waktu Isya. Dulu saat keduanya masih kecil, saat mereka masih belum mengenal arti sebuah batasan Angga selalu bisa menikmati indahnya rambut panjang Risa yang selalu tergerai indah, Angga suka saat dia melihat Risa yang berlarian bermain air berkejaran dengan ombak dengan rambut lurus tebal berwarna hitam legam yang dibiarkan tergerai, rambut Risa selalu ikut terayun kekiri kekanan seiring langkah kaki gadis itu. Manis sekali rasanya jika bisa Angga ingin tetap dimasa itu, masa dimana dia bisa berinteraksi dengan bebas bersama Risa. Namun, waktu tidak dapat ditahan, waktu terus berjalan hingga akhirnya keduanya tumbuh menjadi remaja, usia mereka semakin bertambah seiring berjalannya waktu, dan sejak usia Risa menginjak angka 9 tahun sejak saat itu pula Angga tidak melihat indahnya rambut Risa, karena sejak saat itu kepala Risa selalu tertutup kerudung. Meskipun Risa dan Angga sahabat kecil yang sudah terbilang lama tapi belum pernah Angga melihat sehelaipun rambut Risa setelah usianya menginjak angka 9tahun. Alasannya karena Risa tahu seorang anak perempuan baligh di usia 9 tahun, maka dari itu dia memutuskan untuk selalu menutup kapalanya dengan hijab. Ada seberkas rasa bangga dan bahagia dihati Angga dengan keputusan pilihan Risa, dia bangga karena disaat remaja lain diluar sana berusaha tampil mempesona dengan mempertontonkan aurat mereka tapi tidak dengan Risa, gadis itu justru lebih memilih menyembunyikan keindahan tubuhnya sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh Islam, Angga bahagia karena saat Risa memilih menutup kepalanya dengan kerudung maka tidak akan ada lagi pasang - pasang mata tidak halal yang melihat keindahan rambut Risa.  "Sa adzan magribnya sebentar lagi yu ke mesjid" Perkataan Angga hanya dibalas anggukan kepala oleh Risa, mereka berjalan bersisian dengan ada sedikit jarak diantara keduanya, Angga juga sadar jika sekarang Risa sedikit menjaga jarak padanya. Angga tidak akan tersinggung, karena dia paham Risa menjaga jarak padanya bukan karena dia benci pada Angga tapi karena sebuah batasan yang harus selalu mereka ingat setelah usia mereka baligh. Mereka langsung pergi ke mesjid yang tidak jauh dari posisi mereka menikmati waktu senja dan saat mereka sudah masuk kedalam masjid mereka langsung bersiap melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama masyarakat sekitar. Setelah selesai shalat Risa, Angga dan anak - anak yang lainnya mengikuti pengajian yang di pimpin pak ustad. Pengajian kali ini pak ustad menjelaskan mengenai kewajiban antara seorang muslim terhadap muslim yang lainnya. itulah keuntungan yang mereka dapat jika mau pergi kemasjid, selain mendapat bimbingan mengaji dari ustadz mereka juga akan mendaptkan ilmu baru.  Setelah pengajian selesai pak ustad meminta agar anak - anak melakukan tadarus Al - Qur'an sambil menunggu adzan Isya dengan pak ustad sendiri yang membimbing mereka mengaji. kebiasaan itu sudah menjadi rutinitas untuk anak - anak termasuk Angga dan Risa sejak usia mereka masih kecil. "Risa bagaimana dengan hafalan qur'an mu apakah sudah bertambah ?" Pertanyaan itu ustadz tujukan pada Risa yang pada saat itu terlihat fokus dengan Al - Qur'an diatas pangkuannya, Risa memang memiliki keinginan untuk pelan - pelan menghafal Al - Qur'an dan pelan - pelan gadis itu menwujudkan keinginannya dengan cara menyetorkan ayat Al - Qur'an setiap hari pada ustadz, dan tentunya mendengar salah satu muridnya ingin menghafal Al- Qur'an ustadz mendukungnya. "Aku baru selesai melancarkan juz 30 ustad karena saya ingin benar - benar mengingat setiap ayatnya agar aku tidak melupakannya lagi, Insya Allah sekarang sedikit demi sedikit saya mencoba menghafal juz 1 ustad" Sebelum menjawab pertanyaan ustad Risa menoleh sekilas pada Angga karena Anggalah yang selalu membantu Risa untuk menghafal, ternyata dari tempatnya duduk Angga juga tengah menatapnnya, dengan cepat - cepat Risa memutuskan tatapan mereka yang sempat bertemu dan menjawab pertanyaan ustad. "Iya kamu memang harus menghafalnya hingga di luar kepala jangan sampai perjuanganmu menghafal sia - sia karena kamu melupakannya lagi" Risa mengangguk setuju untuk menjawab perkataan ustad, Risa juga tidak mau setiap perjuangan kerasnya menghafal ayat Al - Qur'an harus hilang. Maka dari itu Risa ingin menghafal setiap yang ia hafal terpatri didalam otaknya. Agar setiap ayat yang saat ini mati - matian dia perjuangkan untuk hafal terus melekat didalam kepalanya hingga dia tua dan dia bawa tiada menghadap sang pencipta. Tidak terasa waktu sudah menunjukan waktu shalat Isya, Angga segera berdiri dan mengumandangkan adzan, memanggil orang - orang untuk segera datang kemasjid untuk menunaikan kewajiban sebagai umat islam. Lantunan setiap bait adzan itu sangat menenangkan rugi rasanya jika mereka para kaum adam lebih memilih shalat dirumah meninggalkan kewajibannya yang memang diutamakan melaksanakan shalat dimasjid dengan berjama'ah. "Masya Allah, sungguh indah suara kamu Ga" Bantin Risa bersuara kala indra pendengarannya menangkap lantunan suara adzan yang Angga kumandangkan. Hatinya merasa damai seakan setiap lafadz adzan yang keluar dari mulut Angga terucap sebagai obat penenang bagi setiap orang yang mendengarkannya, Risa seakan tengah bercengkrama dengan yang kuasa saat dia berusaha meresapi setiap lantunan - lantunan lafadznya. Perlahan orang - orang mulai berdatangan, satu demi satu orang mulai berbondong - bondong datang mengisi masjid yang semula hanya diisi oleh beberapa anak yang mengaji perlahan mulai bertambah dengan orang - orang yang akan melaksanakan shalat berjama'ah, setelah semua terasa sudah berkumpul shalat Isya dimulai, barisan shaf shalat terlihat penuh hal itu membuat keadaan masjid menjadi terasa hangat meskipun keadaan hening karena orang - orang khusyuk menunaikan shalat menyapa kekasih hati mereka, bercengkrama dengan - Nya melalui setiap untaian do'a yang terucap dari lisan mereka. Setelah selesai menunaikan shalat Isya pak ustadz melanjutkan dengan berdzikir, shaf shalat yang semula terisi penuh perlahan mulai terlihat berkurang karena ada beberapa orang yqng lebih memilih beranjak tanpa mau ikut wiridan yang dipimpin ustad terlebih dahulu, padahal duduk berdiam diri ditempat shalat sambil berdzikir adalah sunnah yang selalu Rasulullah kerjakan, tapi sekarang sunnah itu seakan sudah disepelekan. Setelah ustad mengakhiri dzikir dengan do'a bersama, beberapa orang yang masih bertahan ikut berdzikir mulai membubarkan diri dari masjid bergitu juga dengan Angga dan Risa serta teman - temannya. Namun, sebelum pulang menuju rumahnya Angga mengantar Risa terlebih dahulu menuju rumahnya, kebiasaan itu sudah Angga lakukan sejak lama sejak awal mereka melakukan rutinitas mngaji dimasjid, dulu Risa sempat menolak karena takut merepotkan Angga namun dengan santainya Angga berkata 'Kamu itu perempuan, tidak baik perempuan berjalan sendirian dimalam hari, jadi jangan menolak aku antar pulang karena bagiku kamu itu seperti berlian harus aku jaga agar tetap baik keadaannya jangan sampai ada kecacatan'. Tersanjung tentu saja sebagai perempuan Risa merasa diistimewakan setelah mendengar pernyataan Angga. Sungguh demi apapun Risa sangat bersyukur memiliki sahabat yang begitu baik dan sangat peduli kepadanya. "Ga nanti kamu pulangnya sendiri gimana? " Risa bertanya saat mereka tengah berjalan menyusuri jalan kecil menuju rumah Risa, hampir setiap malam ketika dia pulang diantar Angga Risa selalu mengajukan pertanyaan yang sama, hingga mungkin Angga sudah hafal bahkan bosan dengan pertanyaan Risa yang satu itu. Jujur saja Angga tidak apa - apa pulang sendirian setelah mengantar Risa kerumahnya yang akan menjadi apa - apa bagi Angga adalah ketika dia membiarkan Risa pulang sendirian.  "Kamu Sa kaya baru pertama kali aja aku anter kaya gini, lagian mana tega aku biarin kamu pulang sendiri entar digangguin orang dijalan gimana, mana rela aku" Sesaat Risa tersenyum, untuk yang kesekian kalinya Risa merasa tersanjung mendengar perkataan Angga, dia merasa disayangi dan dilindungi, perempuan mana yang tidak akan bahagia jika dia diperlakukan begitu istimewa oleh seorang pria  dan pria itu adalah pria yang tanpa sengaja dan tanpa Risa sadari adalah pria yang sudah berhasil mencuri hatinya. "Kenapa diam Sa" Angga berujar pada Risa yang tengah berjalan di sampingnya dengan kepala menunduk, sebenarnya Angga tahu jika dibalik tumdukan itu Risa tengah tersenyum malu, dan alasan Risa tertunduk sambil tersenyum malu adalah perkataanya barusan. Senyuman Angga mengembang, mengapa Risa terlihat manis dan menggemaskan saat dia bertingkah demikian. Angga segera mengalihkan tatapannya saat dia sadar jika dia terlalu lama menatap Risa, dia tidak siap dan tidak mempunyai pembelaan untuk mempertanggung jawabkan jika nanti matanya bersaksi sudah berzina dengan memandang perempuan yang tidak halal untuknya. Memang, baik Risa maupun Angga ketika mereka sedang berdua mereka selalu menundukan kepala mereka agar terhindar dari posisi tatap menatap.  Karena mereka sadar betul bahwa itu adalah salah satu perbuatan yang termasuk kedalam zina mata dan bisa membuat Allah murka pada mereka. Mereka masih berjalan menyusuri jalan kecil melewati pemukiman rumah warga di selingi hutan yang rimbun dengan pohon - pohon.  Hingga akhirnya, langkah kaki mereka berhenti pada salah satu deretan rumah yang terbuat dari kayu atau biasa di sebut dengan rumah panggung berwarna Ungu, rumah itu terlihat sederhana dan dirumah sederhana itu Risa menghabiskan salama hidupnya, rumah itu saksi bisu bagaimana menggemaskannya tingkah Risa kecil yang tumbuh menjadi remaja yang selalu terlihat istimewa dengan segala kesederhanaannya. Memang mayoritas rumah - rumah di daerah kampung Jati mayu terbuat dari kayu atau rumah panggung dengan desain yang masih begitu sederhana. Walaupun ada rumah yang terbuat dari tembok itu masih menggunakan desain kuno bukan rumah tembok yang mewah seperti yang ada di kota - kota. "Makasih ya Ga" Risa menatap Angga untuk sesaat kemudian dia kembali menundukannya saat tanpa sengaja matanya menatap tepat pada iris mata berwarna coklat milik Angga. Tidak tahu kanapa Risa selalu takut saat matanya tanpa sengaja selalu bersitatap dengan iris cokelat mata Angga,dia takut karena setiap kali matanya bersitatap dengan iris mata cokelat Angga Risa selalu merasa terhipnotis dibuatnya.  "Iya sama - sama" Angga tersenyum pada Risa meskipun pada saat itu posisi Risa menunduk dalam, bolehkah Angga egois dengan meminta kepada Allah untuk selalu membiarkannya selalu bersama Risa, dia tidak ingin ada laki - laki lain yang kelak masuk dalam kehidupan Risa yang kehadirannya kelak akan lebih Risa prioritaskan dari pada dirinya, bolehkah Angga meminta agar Risa kelak menjadi temannya, teman untuk menghabiskan seluruh hidupnya. "Kamu hati - hati pulangnya" Risa berucap sambil tersenyum tanpa menganggkat kepalanya dan berbalik hendak masuk kedalam rumah,  meskipun Risa tidak mengangkat kepalanya tapi Angga tahu bahwa Risa tengah tersenyum. Malu - malu satu sikap itu kadang juga Risa miliki namun masih jarang gadis itu tunjukan dan Angga sangat menyukai sikap Risa yang terlihat malu - malu karena saat Risa malu wajah gadis itu seketika berubah menjadi merah. Perkataan sederhana yang terkesan perhatian dari Risa selalu berhasil membuat bunga - bunga seakan tengah merekah didalam hati Angga. Angga selalu merasa bahagia saat Risa menunjukan perhatiannya walaupun perhatian sekecil apapun, karena bagi Angga saat Risa menunjukan perhatian kecilnya tandanya Risa peduli kepadanya. "Saa" Tidak tahu apa yang terjadi pada Angga, dia merasa tidak rela Risa cepat - cepat menghilang dari pandangannya, dia merasa masih ingin bersama dengan Risa, dia merasa belum cukup waktu yang dihabiskannya hari ini bersama Risa. "Iya" Risa membalik badannya saat dia mendengar Angga memanggil namanya, gadis itu memandang Angga bingung saat Angga hanya diam setelah dia memanggil Risa sebelumnya, Risa berdiri mematung ditempatnya menanti Angga melanjutkan kalimat selanjutnya. "Jangan tidur malam - malam ya, mimpi indah" Angga tersenyum diujung kalimatnya, untuk saat ini mungkin hanya kalimat itu yang akan selalu mengakhiri pertemuannya dengan Risa di penghujung hari. Namun, jika boleh Angga berharap kelak tidak ada lagi perpisahan seperti ini antara dirinya dan Risa dalam setiap hari. "Iya Aamiin makasih semoga kamu juga" Risa mengaminkan perkataan Angga, karena bagaimanapun juga perkataan Angga adalah sebuah do'a dan Risa juga berharap Angga akan mendapat sebuah mimpi indah dan terlindungi dari godaan setan saat laki - laki itu tengah tertidur nanti. "Yasudah aku pulang dulu ya Asalamu'laikum" "Wa'alaikumsalam" Risa mengetuk pintu dan masuk setelah perempuan yang sangat dicintainya muncul membuka pinta untuknya, senyum Risa mengembang tangannya menggapai tangan ibunya untuk menciumnya. "Asalamu'alaikum bu" "Wa'alaikumsalam, pulangnya sendiri ?" "Tadi diantar Angga bu"                                       "Oh ya sudah masuk" Risa segera masuk dan segera masuk kamarnya, setelah mengambil wudhu sebelumnya Risa langsung membaringkan tubuhnya untuk tidur, karena Risa tidak memiliki kegiatan lain sehingga dia lebih memilih langsung tidur karena memang itu yang sunnahkan oleh Rasulullah SAW yaitu menyegerakan tidur setelah shalat Isya apabila tidak memiliki kegiatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN