Bab 25 Niat Baik

1022 Kata
Rumah megah menyambut kedatangan Indra. Sambutan ramah ditunjukkan Pak Cipta dan istrinya. Ia dibawa ke ruang tamu yang telah dilengkapi jamuan istimewa. Asing dirasakan Indra, ia sudah duduk seperempat jam, tetapi tidak ada orang lain yang datang. Ya, hanya mereka bertiga. Bagaikam mimpi ia masuk ke dalam ranah keluarga inti Pak Cipta. Dengan keberanian Indra bertanya, "Yang Bapak undang siapa lagi selain saya?" "Hanya kamu." "Maksud Bapak?" "Iya. Kami hanya mengundang kamu." Pak Cipta memperjelas. Diperlakukam spesial oleh Pak Cipta membuat seorang Indra minder. Ia sadar bukan siapa-siapa. Hubungannya dengan Pak Cipta hanya sebatas masalah pekerjaan. Mendadak pikiran negatif keluar dari benak Indra. Tidak mungkin Pak Cipta mengundang dirinya kalau tanpa disertai permasalahan. Pikiran singkat mendatangi dirinya, ia berpikir akan segera dipecat dari pekerjaan yang digeluti saat ini. "Kalau Bapak tidak suka dengan cara kerja saya. Katakan saja, Pak!" Indra mengeluarkan kata-kata sesuai dengan pemikirannya. "Saya sudah tidak ikut campur lagi dengan urusan pekerjaan. Itu urusan Liza." "Terus Bapak mengundang saya untuk apa?" tanya Indra dengan rasa penasaran. "Tidak ada urusannya dengan pekerjaan." "Kenapa Bapak curi waktu kerja saya kalau tidak ada urusannya dengan pekerjaan?" "Karena ini ada kaitannya dengan Liza." Indra terdiam. Mendadak suasana menjadi sunyi. Tidak ada suara yang berdatangan, kecuali suara cicak. Berkaitan dengan Liza, tetapi gadis itu tidak terlibat dalam kesempatan ini membuat Indra bertanya-tanya dengan seorang diri. Tidak mau pertanyaan terus menggerogoti dirinya membuat Indra mengajukan kalimat tanya, "Ini berkaitan dengan Liza, tapi kenapa Liza gak ada di sini?" "Kami memang sengaja akan memberikan surprise." Istri Pak Cipta angkat bicara. Bagi Indra undang Pak Cipta juga surprise apalagi cara ngudangnya seperti dipanggil dedemit saat tengah malam. Ia tidak tahu surprise yang dimaksud Bu Cipta terkhusus untuk Liza. Mendadak pikiran perjodohan datang. Persiapan kata-kata untuk penolakan dilakukan Indra. Ia berpikir keras, jika dugaannya benar. Jantungnya terus bergetar, berharap dugaannya salah. "Intinya saya disuruh ngapa, Pak, Bu?" desak Indra. "Ikut mempersiapkan surprise," jawab Pak Cipta dengan singkat. "Semoga saya tidak keberatan." "Gak disuruh nikah, ya gak berat tah," canda Pak Cipta. 'Alhamdulillah,' batin Indra. Ia bangga dugaanya salah. Jamuan yang tersedia membuat Indra menunjukkan napsu makannya. Tidak semua jamuan dinikmati, hanya sebagian yang membuat napsunya tak tertahan. Pak Cipta mengajak Indra menghirup udara segar. Kesejukan alami yang dirasakan, kesejukan AC tidak lagi dinikmati. Indra dituntun untuk menuju garasi oleh Pak Cipta dan istrinya. Garasi memamerkan tiga buah mobil membuat mata Indra mengamati kendaraan itu secara singkat. "Kalau menurutmu dari ketiga ini yang cocok untuk Liza mana?" Dari pertanyaan Pak Cipta, Indra menyimpulkan kalau laki-laki paruh baya itu akan memberikan surprise pada keponakannya. Indra tidak langsung menjawab pertanyaan Pak Cipta, tetapi ia menunjukkan eskpresi berpikir. "Yang warna silver aja, Pak. Saya kira lebih cocok untuk Liza daripada yang merah atau hitam." Indra memberikan pendapat serta alasan. "Bagaimana, Bu?" tanya Pak Cipta pada istrinya. "Saya kira pilihan Indra paling tepat." Istri Pak Cipta memberikan tanggapan sambil mengamati mobil warna silver. Indra semakin bingung. Apalagi mereka meminta pendapat, padahal mereka sendiri bisa mengambil keputusan. "Kenapa harus saya yang dimintai pendapat?" protes Indra. "Karena kamu yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama Liza. Jadi paham karakter dia. Kamu lebih tahu selera anak muda," jelas Pak Cipta. "Terima kasih kalau Bapak dan Ibu sudah mempercayai saya," ucap Indra dengan hormat. "Kami tidak hanya mempercayakan kamu sampai di sini saja. Tapi kedepannya," terang Pak Cipta. "Ya. Kami mempercayakan dirimu terhadap mobil ini dan Liza," timpal Bu Cipta. Pikiran dangkal Indra langsung merespons dengan cepat. Mobil dan Liza dipercayakan padanya, berarti ada unsur menyatukan dua manusia dan satu barang yang bertujuan untuk mengapai suatu tujuan. 'Tidak mungkin aku mengikuti keinginan mereka. Apalagi harus menyatukan dua jiwa yang berbeda,' batin Indra. "Bagaimana, Indra?" Bu Cipta membangunkan lamunan Indra. "Tapi .... " Pak Cipta memotong perkataan Indra. " ... kami tidak menginginkan kamu lebih. Kami cuman minta gunakan fasilitas ini untuk kepentingan pribadi Liza. Bawa pulang mobil ini, jika Liza ingin pergi antarlah!" "Kamu seharusnya tahu, Nak Indra. Kami memutuskan ini karena ingin melindungi Liza. Dia anak cewek, tidak sepantasnya pergi malam seorang diri, apalagi urusan kerja membuatnya pulang malam." Bu Cipta memberikan penjelasan. Indra semakin paham maksud dan tujuan sepasang suami istri itu. Tanpa berpikir panjang ia mengiyakan, walaupun hanya memakai bahasa isyarat mengangguk sembari tersenyum ikhlas. Sebagai seorang hamba yang bertakwa, Indra berharap keputusan baiknya mendapat pahala dari Sang Pencipta. *** Hampir tengah malam Liza baru keluar dari ruang kerja. Liza terlihat cuek, hingga tidak mengamati kondisi sekitar. Indra yang tengah duduk di kursi sebelah pintu tidak digubris. "Selamat malam, Bu!" sapa Indra. Liza menatap Indra sembari berkata, "Ngapain kamu di sini?" Indra mengubah posisi duduknya menjadi berdiri. Dua manusia itu saling bertatapan. "Hari ini kamu tidak seperti biasanya. Apa yang kamu kerjakan sampai semalam ini?" Dengan sinis Liza menjawab. "Buat apa Anda tahu? Bukan urusan Anda. Mending urusi dirimu-sendiri." Liza berjalan meninggalkan Indra. Indra menyusul gadis itu berjalan. Ia tidak peduli mau terarah ke mana. Liza sadar kalau dirinya terus dibuntuti Indra. Ia berjalan sesukanya tanpa arah dan tujuan. Mengelilingi lingkungan perusahaan tanpa membawa makna. Ulah Liza membuat Indra kesal. "Liza, kamu mau pulang atau olahraga malam dengan mengelilingi setiap sudut gedung." Liza tertawa ringan. "Buat apa kamu ngikutin aku? Gak ada gunanya kan! Lebih baik kamu pulang dan gak usah mempedulikan kehidupan pribadiku." Indra terdiam. Kursi panjang di depan suatu ruangan digunakannya untuk duduk. Ia sangat beruntung karena rasa kantuk belum kunjung mendatangi dirinya. Sikap Indra menarik perhatian Liza. Tetapi rasa iri masih ada dalam diri seorang Liza. Gadis itu mendatangi Indra dan terduduk di sampingnya. "Asal kamu tahu! Aku tidak bisa fokus kerja karena kamu. Memikirkan apa yang sedang kamu bicarakan sama Pakde, tanpa melibatkan diriku," kata Liza dengan mata berair. "Ini semua membuat pekerjaanku terbengkalai dan baru detik ini selesai," imbuhnya. "Terus?" goda Indra. Liza menjawab dengan nge-gas. "Ya jelas aku iri. Aku tidak pantas diakui sebagai ponakan oleh keluarga Cipta." Indra tersenyum. "Kamu lihat aku sekarang!" Permintaan Indra dilaksanakan Liza. Tetapi, dengan spontan tangan Liza melayang menampar pipi Indra. Dengan kasar Indra menggeret Liza dan memasukkannya ke dalam mobil. Tenaga Indra terlalu kuat membuat Liza tidak bisa terlepas. Tanpa banyak bicara, Indra mengantarkan gadis itu sampai rumah kontrakan yang ditempati. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN