4. Cemburu

1026 Kata
“Siapa dia?” tanya Fio menoleh sesaat menatap bosnya yang saat ini sedang menukar pesan dengan seseorang. “Siapa?” Xavier menoleh sesaat melihat Fio. “Wanita yang tadi.” “Dia seorang asisten pribadi.” “Tuan sepertinya mengenalnya dengan sangat baik. Bahkan Tuan menatapnya,” kata Fio. Xavier kembali menaruh ponselnya di saku jasnya dan menoleh melihat Fio yang saat ini mendongak menatapnya. Xavier melangkah maju membuat Fio melangkah mundur. “Kenapa? Kamu cemburu?” “Cemburu? Siapa yang cemburu?” “Oke. Berarti aku tidak perlu menjawabmu.” “Memang tidak perlu dan itu hak Anda,” jawab Fio kesal. Ekspresi wajahnya menunjukkan hal itu. “Lalu kamu bagaimana? Persiapan pernikahanmu dengan Hoshi?” “Jangan mengalihkan pembicaraan,” geleng Fio. “Jadi, maksud kamu … kamu boleh penasaran, sementara aku tidak?” Xavier mengelus pipi Fio dan mendekatkan bibirnya pada bibir Fio. “Sudahlah,” kata Fio kesal lalu menghentak kakinya hendak meninggalkan loby. “DIA MANTAN TUNANGANKU!” teriak Xavier. Langkah kaki Fio terhenti. Lalu Xavier menghampirinya dan berdiri dibelakangnya. “Kamu penasaran, bukan?” “Tuan ternyata punya masa lalu,” kata Fio menoleh sesaat. Ia mengira bosnya tidak punya masa lalu tentang wanita. Ternyata Fio salah menilai selama ini. “Jadi, menurut kamu, aku tidak punya masa lalu? Apakah ada seseorang yang tidak punya masa lalu?” “Semua orang punya masa lalu.” “Lalu? Berbeda denganku?” “Tidak. Ya sudah, karena pertemuan hari ini sudah selesai, aku pamit pulang dulu,” kata Fio membungkukkan badannya dan meninggalkan Xavier. Xavier hendak menahan Fio untuk pergi, tapi Xavier juga punya gengsi yang tinggi, ia tidak mungkin menahan kepergian seorang asisten pribadi. Semalam, mereka baru saja melakukan hubungan itu, tapi jika sudah pagi hari, seolah hubungan itu dilupakan begitu saja. Xavier mulai menyukai Fio yang nakal, bahkan selalu duluan menggodanya. Xavier mulai kecanduan hal itu. *** Fio pulang ke apartemen, dimana ia dan Hoshi tinggal bersama, ketika ia di usir oleh keluarganya ia segera meninggalkan rumah dan Hoshi menawarkan untuk tinggal bersama, karena kepercayaan Fio yang tinggi kepada Hoshi, ia pun mau. Tapi, dengan syarat, mereka tidak boleh tidur di kamar yang sama, dan mereka tidak boleh bercinta sebelum pernikahan di langsungkan. Hoshi pun menjaga hal itu. Fio memiliki kehidupan yang cukup sulit, karena ia kehilangan Ibu yang selama ini menjadi sosok yang Ibu dan Ayah yang sangat baik untuknya. Setelah ibunya meninggal, Fio pindah ke rumah ayahnya yang sudah punya kehidupan baru. Fio memiliki Ayah kandung, namun tidak seperti punya ayah, ia malah kehilangan sosok itu semenjak ia dan ibunya pergi meninggalkan rumah karena perselingkuhan sang Ayah, ia juga punya ibu sambung dan kakak tiri yang jahat kepadanya. Kakak tiri yang tidak punya hubungan darah dengannya. Fio duduk di sofa, tak lama kemudian Hoshi pulang dari kantor, ia pun segera menghampiri Fio dan memeluk Fio dari belakang. Fio bergidik ngeri karena sentuhan Hoshi membuatnya tidak nyaman. “Lepaskan aku!” kata Fio. Hoshi melepaskan pelukannya dan memilih duduk disebelah Fio dan berkata, “Fio, kita sudah berbulan-bulan tinggal se rumah, bukankah kita sebentar lagi akan menikah? Bagaimana kalau kita … melakukan hubungan itu?” “Melakukan apa maksudmu? Kamu lupa syarat yang aku berikan? Jangan lakukan apa pun sebelum pernikahan berlangsung.” Fio kembali mengingatkan. “Baiklah. Aku tahu, tapi apa kamu tidak tergoda melihatku? Setiap hari kita bertemu.” “Tidak. Selama ini, aku menjaga diri dengan baik, jadi jangan lakukan apa pun sebelum kita menikah. Aku tidak mau sesuatu terjadi,” kata Fio acuh tak acuh. “Kamu kenapa menjadi dingin begini? Kan kamu sendiri yang bilang, kalau di anniversary kita, kamu akan memberikanku tubuhmu.” “Tidak jadi.” “Why?” “Ya tidak apa-apa. Aku hanya menganggap itu tidak perlu. Dan, aku tidak mau kita melakukan hubungan apa pun di ranjang sebelum pernikahan.” Fio melanjutkan berusaha “Baiklah. Aku akan sabar menunggumu,” jawab Hoshi. Hoshi sebenarnya tidak perduli, karena ia bisa melampiaskan hasratnya pada Angel. Jadi, Hoshi terima-terima saja, begitu pun Fio yang mengetahui hal itu. “Kenapa kamu menolakku? Apa kamu sedang berselingkuh?” tanya Hoshi kembali menanyakan hal yang sering ia pertanyakan. “Siapa yang mencium lehermu? Kenapa terlihat merah seperti bekas ciuman?” Fio membulatkan mata karena baru sadar dengan lehernya. Xavier benar-benar menggigitnya dengan nikmat sampai tak terasa. “Ini bekas kuku karena terlalu aku garuk,” jawab Fio berusaha mencari alasan yang pas, namun alasan saat ini tiba-tiba saja keluar dari mulutnya tanpa memikirkan apakah ini alasan yang pas atau tidak. “Tapi tidak akan bekas kuku di sini, kalau bekas kuku pasti tergores.” “Sudahlah. Kamu curiga aku selingkuh?” tanya Fio. “Tentu saja, kamu tidak pulang semalam, ‘kan? Kenapa kamu menyembunyikannya?” Fio bingung bagaimana menjawabnya. Hoshi bangkit dari duduknya dan menatap kesal ke arah Fio. Hoshi mencekik Fio membuat Fio sulit untuk bernapas. “Jujur padaku, kamu selingkuh?” tanya Hoshi lagi. “Tidak. Aku tidak selingkuh. Lepaskan aku!” lirih Fio. “Lepaskan, Hoshi. Apa kamu mau membunuhku?” “Ya aku harus membunuhmu jika kamu ketahuan selingkuh. Dengan siapa kamu selingkuh? DENGAN SIAPA?” bentak Hoshi dengan tatapan intimidasi dan mencekik Fio begitu kuat. “Aku tidak bisa bernapas.” “Aku memang tidak suka wanita yang selingkuh.” “Aku tidak selingkuh!” kata Fio. Hoshi melepaskan tangannya dari leher Fio, membuat Fio terbatuk-batuk karena kaget, Hoshi terlalu emosional sehingga selalu saja menyakiti Fio. Bahkan Fio tak tahu apa yang ia pertahankan saat ini, Hoshi sudah mengkhianatinya dan berpacaran diam-diam dengan kakak tirinya, lalu Hoshi ringan tangan. Hal itu membuat Fio menderita, namun ia tak tahu bagaimana cara terbebas dari Hoshi. Plak! Hoshi menampar Fio, membuat Fio menangis dihadapannya, bukan karena sakit hati tapi karena rasa sakit di pipinya yang begitu perih. Hoshi tak perduli, ia memang sudah biasa melakukannya. Airmata Fio tumpah begitu saja. Lalu ia bangkit dari duduknya dan meninggalkan apartemen. Ia butuh waktu untuk sendiri. “KAMU MAU KEMANA?!” teriak Hoshi. "KEMBALI, FIO! KEMBALI!" Fio tidak perduli dengan teriakan Hoshi, ia hanya membawa ponsel di tangannya dan tidak membawa tasnya. Perasaannya hancur saat ini. Tidak ada yang baik kepadanya selain dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN