Fio masuk ke kantor bosnya membawa satu dokumen yang ada ditangannya. Fio tersenyum dan memperbaiki anak rambutnya. Xavier berusaha tidak tergoda dengan pesona asisten pribadinya itu.
“Bawa dokumen ini ke bagian finance, suruh mereka merevisi,” titah Xavier.
“Baik, Paman,” ucap Fio.
Xavier mendongak dan menatap ke arah Fio.
“Jangan panggil aku dengan sebutan ‘Paman’,” kata Xavier.
“Lalu aku harus memanggil dengan sebutan apa?”
“Seperti biasa saja, sudahlah,” geleng Xavier.
Fio lalu mendekati Xavier dan bersandar dimeja kerja bosnya itu, Fio mengangkat sedikit roknya ke atas, membuat Xavier menoleh menatap paha putih milik Fio.
Xavier akui, Fio benar-benar sudah membuatnya tergoda.
“Apa kamu menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar pekerjaan?” tanya Xavier menatap Fio.
“Aku hanya asisten pribadi Paman, apa pun yang Paman inginkan aku tidak akan bisa menolaknya.” Fio kembali menggoda.
Xavier lalu meraih remote di sebelahnya dan menutup tirai ruangannya. Xavier lalu meraih Fio dan membaringkan Fio ke atas meja kerjanya yang saat ini dipenuhi dokumen.
“Ahh. Apa yang Paman lakukan?” tanya Fio.
Bibir Xavier kini sudah sangat dekat dengan bibir Fio. “Sudah aku katakan, jangan panggil aku paman.”
“Kan Paman—”
Cup.
Xavier mengecup bibir Fio. Akhirnya Fio terbuai dalam permainannya juga. Fio mengalungkan kedua tangannya ke leher Xavier lalu memperdalam ciuman mereka.
Fio menikmati pagutan Xavier, rasa-rasanya ia sudah basah di bawah sana.
Fio sangat berani pada bosnya semenjak mengetahui perselingkuhan Hoshi dan Angel.
Xavier yang terkenal dingin pada semua orang, ternyata lembut juga.
“Apakah pamanku ada di dalam?” Sebuah suara terdengar dari luar sana.
“Tuan, sepertinya Hoshi mau masuk,” kata Fio.
“Kamu takut ketahuan?”
Fio menggeleng.
Xavier lalu memperbaiki penampilannya. Fio pun bangun dari pembaringannya dan mengancing kemejanya yang sempat Xavier buka. Fio mengelus bibirnya.
Fio lalu berjongkok di bawa meja kerja Xavier membuat Xavier menautkan alisnya.
Xavier segera duduk di kursi kerjanya. Tak lama kemudian, Hoshi masuk.
“Paman,” ucap Hoshi.
“Ada apa?”
“Aku kemari mau menemui Fio, namun sepertinya Fio tidak ada.”
“Dia memang tidak ada.” Xavier menjawab.
“Memangnya dia kemana?”
“Dia menemui klien.”
“Kenapa Paman membiarkannya bertemu klien sendiri?”
“Dia asisten pribadiku, kenapa kamu bertanya?”
“Oh iya juga. Aku tidak berpikir seperti itu. Maafkan aku, Paman. Ya sudah, karena tidak bertemu dengan Fio, jadi sekalian saja aku mengunjungi Paman.”
Sementara itu, Fio yang kini bersembunyi dibawah meja melihat paha Xavier. Fio segera mengelus paha bosnya dan menyentuh junior Xavier. Xavier terkejut dan membulatkan mata karena Fio benar-benar nakal.
“Paman kenapa terkejut seperti itu?” tanya Hoshi.
“Tidak ada apa-apa. Pergi lah, aku masih punya banyak pekerjaan,” kata Xavier.
“Kakek menyuruhku untuk menyuruh Paman pulang, karena hari ini ada acara makan malam keluarga.”
“Iya. Aku sudah tahu,” jawab Xavier.
“Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu. Jika nanti Fio kembali, katakan kepadanya aku datang menemuinya.” Hoshi melanjutkan.
“Kenapa aku harus melakukannya? Itu urusan kalian berdua. Jangan bawa-bawa aku,” kata Xavier.
“Baiklah,” angguk Hoshi lalu melangkah keluar dari kantor pamannya.
Usia Xavier dan Hoshi hanya beda lima tahun. Namun, karena kala itu Kakak Xavier menikah muda di usianya yang baru 5 tahun, jadi usia mereka tak beda jauh.
Sepeninggalkan Hoshi, Xavier mendesah napas halus dan menunduk melihat Fio yang saat ini tersenyum menatapnya. Entah mengapa melihat Fio tersenyum membuat hati Xavier berdebar.
Xavier menggeleng dan berusaha mengatur debar hatinya.
“Kamu tidak mau keluar dari situ?” tanya Xavier.
Fio lalu menarik dasi Xavier dan mencium lama bibir bosnya, membuat Xavier terbuai dan memagut kembali bibir Fio, ciuman mereka memang sedikit tertunda karena kedatangan Hoshi.
Fio menarik diri karena merasakan pagutan Xavier mulai liar dan menuntut untuk lebih sekedar ciuman.
Fio lalu keluar dari persembunyiannya, mengatur rambutnay yang sedikit berantakan. Lalu melihat penampilannya di cermin satu badan di depannya.
“Tuan ada rapat dengan pihak L hari ini,” kata Fio.
“Jadi kamu datang mau memberitahuku itu?”
“Iya. Apalagi memangnya? Saya kan hanya asisten pribadi.”
Xavier lalu bangkit dari duduknya dan berkata, “Apa yang sebenarnya kamu lakukan kepadaku? Apa kamu benar-benar mau menganggapku sebagai alat balas dendammu pada Hoshi? Kamu mengira aku punya waktu untuk meladeni hubungan kalian berdua?”
Xavier mendekati bibir Fio dan mengecupnya lagi. “Sepertinya asisten Fio sudah tidak bisa mencari alasan, bukan?”
“Tuan, saya harus kembali bekerja,” kata Fio lalu hendak berbalik pergi meninggalkan bosnya, namun langkahnya terhenti ketika Xavier menarik lengannya lembut. Mereka kembali berciuman, tak kenal tempat. Karena Fio sudah membangunkan Xavier.
“Tuan, sepertinya kita akan melanjutkannya nanti, aku harus bekerja, aku harus menyiapkan bahan presentasi untuk rapat dengan klien hari ini,” kata Fio, ia seperti ingin melayang ketika Xavier terus mencium area lehernya dan menikmatinya.
“Baiklah,” angguk Xavier lalu menghentikan pagutannya. “Hari ini, menginap lah di apartemenku.”
“Heem? Menginap?”
“Iya. Kenapa? Bukankah kita harus melanjutkan apa yang sempat terhenti? Katanya seperti itu tadi.”
“Baiklah,” angguk Fio kembali mengalungkan kedua tangannya ke leher Xavier. “Apa sih yang tidak untuk bosku. Aku pasti akan menginap di apartemenmu.” Fio mengecup bibir Xavier dan menyunggingkan senyum, lalu melangkah pergi meninggalkan Xavier.
Tatapan Xavier kembali mengarah pada punggung Fio.
“Sebenarnya apa yang ku harapkan? Kenapa aku menikmati permainan Fio?” tanya Xavier pada dirinya sendiri.
Xavier kembali duduk di kursi kerjanya, berusaha tenang, hasratnya yang tadi sudah hampir menerkam Fio, berusaha ia tahan.
Fio melangkah menuju ke ruangan finance untuk memberikan dokumen yang dimaksud Xavier, namun langkahnya terhenti ketika melihat Hoshi berdiri dihadapannya.
Fio terkejut dan menatap Hoshi. “Ada apa? Kenapa kamu menemuiku? Sudah aku katakan, bukan? Jangan menemuiku di kantor.”
“Kamu lupa kalau aku juga bekerja di sini?” Hoshi menarik Fio masuk ke pintu tangga darurat.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Kenapa waktu itu kamu tidak datang? Bukankah kita sudah janjian akan bertemu pukul 4? Lalu kenapa kamu tidak datang? Kamu mempermainkanku?”