Kode (2)

1146 Kata
"Ini, Ma, selamat menikmati," ucap Andin menyodorkan segelas teh hangat manis. Slurrrrppp... "lumayan enak, hanya saja kurang gula sedikit," ungkap Bu Ranti. Andin mengangguk pelan dan menyengir. Andin terus menatap kedua mata Bu Ranti, berharap mengerti apa yang ingin Andin tanyakan. "Gimana, tulisan terakhirmu apa ada masalah?" Tanya Andin. "Tidak ada masalah apa-apa, Ma," jawab Andin santai. Bu Ranti membuka ponselnya, dan memperlihatkan pesan dari nomor tanpa nama. "Ini dari Pak Leon, katanya Direktur media Antasari. Kamu kenal?" "Kenal, kemarin Pak Leon kesini untuk menawarkan aku kerja, Ma," "Dia juga mengirim pesan ke Mama untuk mengijinkanmu ikut berkontribusi di medianya," Dalam hati Andin berucap, "wah, totalitas sekali Pak Leon untuk merekrutku. Pertama, langsung datang ke rumah. Kedua, langsung minta ijin ke Mama," Andin tepuk tangan dalam hati untuk Pak Leon. "Ya kalau begitu, Mama ijinkan. Tapi Mama memiliki perjanjian dengan Pak Leon." Andin senang sekali mendengar kalimat pertama dari Bu Ranti. Namun, kalimat kedua itu membuatnya bertanya-tanya, "apa, Ma? Katakan padaku!" "RA-HA-SI-A!" Bu Ranti mengeja. Andin mengerucutkan bibirnya, ia tidak puas dengan jawaban Bu Ranti. "Ya sudahlah yang penting dibolehin sama Mama. Terima kasih, Ma!" Andin memeluk erat Bu Ranti, akhirnya diperbolehkan juga bergabung di media Antasari. *** Hari ini pertama kalinya Andin menginjakkan kaki di kantor media Antasari. Andin sengaja tidak masuk sekolah untuk berkunjung ke gedung berwarna biru dengan lantai empat itu. Kedatangan Andin disambut baik oleh pekerja lainnya, bahkan mereka sudah tau nama Andin. Padahal, belum pernah bertemu sebelumnya. "Iya, Pak, Bu, terima kasih," Andin membalas sapaan bapak-bapak dan ibu-ibu di depannya. "Mbak Andin, perkenalkan saya Ririn. Saya diamanahkan Pak Leon untuk mengarahkan Mbak Andin menuju ruangannya," ujar perempuan yang memiliki rambut pirang sebahu itu. Andin mengikuti perempuan yang bernama Ririn itu. Andin melihat sekeliling kantor media Antasari dengan penuh antusias. Dinding kantor yang dipenuhi kata-kata mutiara dari sastrawan terkenal, membuat Andin takjub dan penasaran sosok sastrawan itu. "Pramoedya Ananta Toer, Seo Hok Gie," nama-nama sastrawan yang berhasil memikat hati Andin. Sampailah Andin di depan ruangan yang dipintunya tertulis, "Ruang Direktur." "Silahkan masuk, Mbak," Ririn mempersilahkan. "Selamat pagi, Pak Leon," Andin masuk ke ruangan Pak Leon, di dalamnya sudah ada Pak Leon duduk di kursinya. "Hai Andin! Akhirnya kamu menerima tawaran saya, silahkan duduk," ucap Pak Leon. Andin mengangguk, dan duduk di harapan Pak Leon. "Terima kasih, Pak, sudah mau mengajak saya bergabung di media yang keren ini," ucap Andin. Pak Leon tersenyum, "justru saya yang harusnya berterima kasih ke kamu, karena media saya kedatangan orang hebat seperti kamu." Balas Pak Leon. Andin dan Pak Leon melepas tawa kecil mereka. Tok.. tok.. tok.. pintu di sebelah kanan ruangan Pak Leon seperti ada yang mengetuk. "Pak Leon, saya Kinan," ucap seseorang perempuan di balik pintu. "Oh iya, masuk, Kinan," pinta Pak Leon. Seorang perempuan tinggi, langsing dan berkulit bersih itu memasuki ruang Pak Leon. Ia membawa beberapa lembar kertas yang telah dicoret-coret. Di kerah bajunya juga ada pulpen biru yang bertengger. "Ini, Pak, saya sudah mendapatkan narasumber tentang berita pemungutan liar di sekolah," perempuan yang bernama Kinan itu menyerahkan satu lembar dokumen. "Ini transkipnya?" Tanya Pak Leon, menggapai selembar dokumen itu. "Iya, Pak, tolong diperiksa, apakah masih ada yang kurang?" Tutur Kinan. Pak Leon membaca transkip itu dengan cepat, belum ada tiga menit, Pak Leon kembali memberikan dokumen itu ke Kinan. "Sip! Saya rasa sudah cukup, kapan bisa kamu tulis?" Tanya Pak Leon. Andin hanya bisa mendengar percakapaan Pak Leon dan Kinan. Maklum, Andin kan orang baru di media ini. "Hmm, besok gimana Pak? Kalau hari ini gak sempat, soalnya saya mau rekap dan evaluasi tulisan bulan lalu," tawar Kinan. "Boleh, tetapi besok harus selesai ya!" Pinta Pak Leon. "Ya pasti dong, Pak. Kapan sih Kinan lewat dari deadline?" Kinan berdecik. "Hehehe. Oh ya, Andin. Kenalin, ini Kinan, dia pimpinan redaksi di media Antasari. Nanti kamu akan bekerja bersama dia, ya!" Pak Leon menyilahkan Andin dan Kinan untuk bersalaman. "Andin," Andin menyodorkan tangannya sambil tersenyum. "Kinan," tapi tidak dengan Kinan yang enggan bersalaman dengan Andin, "maaf, tanganku penuh dokumen penting!" Ucap Kinan. Kinan pun membalas senyum Andin. "Pak, saya boleh balik ke ruangan saya?" Minta Kinan. "Silahkan, silahkan. Terima kasih ya, Kinan," ucap Pak Leon. Kinan berbalik badan, dan keluar dari ruangan Pak Leon melewati pintu samping. "Baik, Andin. Saya akan memberi tau kerjamu sebagai pekerja part time disini, ya," cakap Pak Leon mengeluarkan beberapa lembar surat dari dalam lacinya. Pak Leon memilah-milah surat itu dan memperlihatkan satu lembar kepada Andin. "Ini, Andin. Kamu bekerja disini 4 jam dalam sehari. Bebas, kamu boleh pilih jam berapa saja. Untuk hari libur, tetap Sabtu dan Minggu, ya," ucap Pak Leon. "Baik, Pak, mengerti. Lalu, tugas saya apa saja, Pak?" Tanya Andin. "Hahaha, secara tidak langsung kamu sudah paham tugasmu. Sama seperti kamu meliput berita pembuangan bayi kemarin, sungguh hebat!" Jawab Pak Leon yang membuat Andin tersenyum. "Heheh, padahal itu saya asal nulis saja, tidak paham benar kaidah jurnalistik. Tapi, saya terima kasih karena Bapak sudah membaca tulisan saya," balas Andin. "Belum paham saja sudah sebagus itu, apalagi sudah paham, kamu punya skill baik dibidang jurnalistik, Din," terang Pak Leon. "Terima kasih, Pak! Berarti saya mengerjakan seperti yang saya lakukan sebelumnya, ya," Pak Leon mengangguk. "Iya, selebihnya kamu serahkan saja tulisanmu pada Kinan, biar dia yang menyunting supaya beritamu makin bagus!" Andin mengangguk pertanda paham. "Kemudian, apakah sekarang saya bisa langsung bekerja, Pak?" Tanya Andin. "Oh kamu bisa langsung kerja sekarang? Dengan senang hati. Ruangan kamu di sebelah samping sini, ya." Pak Leon menunjukkan pintu yang barusan dilewati oleh Kinan. "Itu namanya ruang redaksi. Kamu mencari isu, mempersiapkan data sebelum terjun ke lapangan, transkip wawancara, menulis, dan menyunting, harus disana ya," jelas Pak Leon lagi. Andin mengiyakan. Andin pun pamit untuk mendatangi ruang redaksi, ruangan yang akan menjadi tempatnya meramu tulisan. "Saya boleh ke samping sekarang, Pak?" Ijin Andin. "Silahkan, silahkan. Oh ya Andin, saya minta tolong berikan kembali transkip ini pada Kinan ya. Tadi ketinggalan satu lembar. Terima kasih," Pak Leon memberikan selembar transkip milik Kinan. Andin menerimanya. Andin pun keluar dari ruangan direktur media Antasari itu. Andin iseng membaca isi transkip yang ditulis Kinan. "Arnold Pratama, kepala sekolah yang menentang adanya pungutan liar," baca Andin melihat salah satu nama narasumber Kinan. Andin seperti kenal tulisan ini, apalagi tulisan itu miring seperti isi surat yang tempo hari dikirimkan padanya. "Kok, hampir mirip ya?" Batin Andin. Andin pun enggan berpikir negatif, ia tetap harus menjalankan amanah dari Pak Leon. "Mungkin kebetulan saja kali ya, lagian memang banyak kok orang yang tulisannya mirip. Tulisanku saja hampir mirip sama Nina, Fatma dan Izzy di kelas," batin Andin mengingat nama temannya yang tulisannya serupa dengan Andin. Kini Andin sudah berada di depan ruangan redaksi. Andin mengintip dari celah pintu, ada sekitar empat orang disana. Andin pun membuka pintu. "Permisi," Keempat orang yang berada di ruangan itu refleks menatap ke arah Andin. Andin terdiam, dan tidak mengenal satupun orang di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN