Tantangan (1)

1029 Kata
“Andin, tadi ada surat untuk kamu, sudah Mama taruh di laci meja belajarmu.” Ucap Bu Ranti, ketika mengetahui Andin sudah pulang dari kantor. “Pengirimnya siapa, Ma?” tanya Andin. “Mama gak sempat lihat, dibaca sendiri aja,” jawab Bu Ranti. Andin mencari surat yang dimaksud Bu Ranti di laci mejanya, kali ini bukan surat beramplop oranye lagi yang Andin terima. Tetapi, surat beramplop kuning. “Rupanya, sang pengirim surat oranye itu sudah bosan mengirimkan surat untukku,” cengir Andin.   Andin membolak-balikkan surat itu, tidak ada satu nama pun yang tercantum disana selain nama Andin. Andin mengamati lagi surat tersebut, berharap ada petunjuk dari sang pengirim. “Hmm, jangan-jangan orang iseng nih!” ungkap Andin dan membuka isi surat itu. Jangan berharap kamu bisa menyingkirkanku. Begitu Andin membaca isi suratnya. Andin berdecik, “apakah ini orang yang sama dengan pengirim surat oranye itu?” tebak Andin. Dan seperti biasa, Andin menyimpan surat itu di dalam lacinya. “Suatu saat aku pasti akan tau siapa pengirimnya,” ucap Andin lalu mengganti pakaiannya yang kotor. Dret.. dret.. dret… sedari tadi pesan di w******p Andin selalu berdering. Andin yang sedang memilih baju tidur kesukaannya pun terganggu karena bunyi itu. “Ada apaan lagi, sih?” kata Andin langsung membuka w******p-nya. Berhubung minggu depan diadakan Tugas Akhir Praktikum (TAP) Biologi, saya memberi tugas kalian menggambar seluruh rangka tubuh beserta nama latinnya. TAP dikerjakan secara berkelompok ya, pembagian kelompok sudah saya bagikan. Silahkan dibicarakan dimasing-masing kelompoknya, terima kasih. Bu Della. Ternyata, tugas dari Bu Della mempengaruhi seluruh murid untuk membuat grup kecil di w******p. Pantas saja Andin melihat ada grup baru yang tertera di kolom chat, “Hmm, siapa ya kelompokku?” ucap Andin melihat daftar anggota di grupnya. “Yes bareng Tisya, ah, tapi sama Fahri juga, dia sangat menjengkelkan!” keluh Andin. *** “Bagaimana, sudah dapat isu berita untuk minggu ini?” todong Kinan pada Andin. Padahal, Andin baru saja masuk ke ruang redaksi. “Saya taruh peralatan kerja kelompok saya di bawah meja dulu ya, Mbak,” ijin Andin. “Sambil jawab kan bisa,” balas Kinan. “Oh, sudah Mbak,” ucap Andin dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Tolong paparkan ke saya setelah ini,” pinta Kinan. Andin menaruh peralatan kerja kelompoknya di bawah meja. Bruuuukkkk…. Tiba-tiba buku yang berada di atas meja jatuh menimpa kepala Andin. Beni yang kebetulan ada disana, segera merapikan buku yang terjatuh ke bawah lantai. “Kamu gakpapa?” tanya Beni sambil mengusap kepala Kinan. “Oh gakpapa, mungkin aku yang harus hati-hati,” jawab Andin dan menyingkirkan tangan Beni dari kepalanya. “Ehem!” tegur Kinan. Andin dan Beni pun hening. “Jangan bikin suasana ribut disini, kalau mau ribut bisa di luar,” sambung Kinan. Andin pun segera duduk manis di atas kursinya, begitu juga Beni yang harus melanjutkan ilustrasi yang hari ini deadline. Andin membuka buku catatannya dan memaparkan isu berita yang sudah dirembukkan bersama Pak Leon. “Ini, Mbak. Syukurnya saya sudah mendapatkan tiga isu sekaligus,” ucap Andin, menyodorkan buku catatannya ke Kinan. “Sehari bisa dapat tiga isu? Gak wajar, pasti beritanya bakal murahan dan gak ada yang baca,” Kinan sewot. Andin tertegun mendengar ucapan Kinan. “Pemikiran sekelas Pak Leon saja tidak menarik bagi Mbak Kinan. Bisakah aku menyesuaikan selera pimpinan redaksiku ini?” batin Andin. Kinan mengambil buku catatan Andin, dan dibacanya. Kinan menaikkan sudut ujung bibirnya dan menutup kembali buku Andin. “Segera cari data awal dan narasumbernya, setelah itu minta surat ijin liputan ke saya,” perintah Kinan. Andin mengangguk. “Isu yang mana dulu yang mau kamu liput?” tanya Kinan. “Tentang pungutan liar waktu ospek perkuliahan, Mbak,” jawab Andin. “Menarik. Tapi tulisan itu bisa menjadi tidak menarik kalau kamu kurang data,” ucap Kinan. “Iya, Mbak. Saya usahakan tidak mengecewakan. Saya cari data awal dulu, Mbak,” balas Andin. “Cari data awal bisa dari internet, usahakan hari ini rampung data awal. Saya gak mau telat-telat,” ucap Kinan. Beni yang saat itu sudah selesai menggarap ilustrasi, menaruh laptopnya tepat di depan Andin, “pakai saja, biar puas dan gak lelet. Aku tau kuotamu lelet, hihihi,” ejek Beni. Andin tersenyum dan tidak lupa mengucapkan terima kasih ke Beni. Beni membalas senyumannya. Mencari data awal, Andin biasanya menuliskan kata kunci di kolom pencarian Google. “Universitas, Ospek, dan Tugasnya.” Benar saja, Andin menemukan banyak sekali brosur dan pemberitahuan dari kampus masing-masing untuk pelaksanaan ospek. Dalam brosur itu juga ada tugas dan peralataan yang harus dibawa peserta ospek. Andin yang merasa hal itu penting, langsung meninggalkan tulisan dalam buku catatannya. “Butuh bantuan?” tanya Wendi yang sudah duduk di samping Andin. “Oh, gak Mas. Masih bisa sendiri,” jawab Andin yang asyik menulis di catatannya. “Usahakan apa yang kamu catat adalah kampus yang akan kamu liput ya, biar relevan,” kata Wendi. “Saya sudah dapat sedikit data dari kampus Prasasti, berarti saya harus segera mencari narasumber terkait di sana dong?” tanya Andin. “Yup!” Wendi menyeruput kopinya. “Menurutmu, siapa narasumber yang paling relevan untuk dimintai keterangan perihal ospek?” sambung Wendi. “Rektor? Pasti rektor tau segalanya, dong,” ucap Andin percaya diri. “Kejauhan kalau rektor, rektor itu kayak pengamat saja. Kamu harus cari pelaksana ospek, mereka pasti tahu seluk beluknya ospek,” cakap Wendi. Andin terdiam dan berpikir, siapa yang bisa dia wawancarai perihal isu ini. Andin mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Pikirannya terus menjalar untuk menemukan titik terang agar besok bisa langsung mendapatkan data tambahan. “Ah! Kelamaan!” Wendi mengagetkan lamunan Andin. “Sudah pasti BEM. Kamu harus cari ketua BEM Prasasti untuk dimintai keterangan,” tambah Wendi. Andin menyetujui saran dari Wendi, dan menuliskan daftar narasumber yang harus dia temui besok. “Selain ketua BEM, siapa lagi?” tanya Wendi. “Hmmm, dosen?” jawab Andin sambil nyengir. “Duh, kamu perlu belajar mencari narasumber yang relevan nih, dari tadi salah terus,” kata Wendi. “Maaf, maaf, saya mohon bimbingannya, Mas,” Andin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Gimana ini Kinan, anggota barumu tidak paham caranya mencari narasumber, hahaha,” lapor Wendi pada Kinan. “Tau tuh!” balas Kinan dengan menaikkan kedua bahunya. Tubuh Andin seketika mendingin, ruangan full AC itu membuat kedua tangannya semakin gemetaran. Apalagi ketika mendengar ucapan Wendi dan Kinan dalam ruang redaksi. Andin merasa pesimis bisa menjalani pekerjaan sebagai reporter di media Antasari ini. “Aku jadi gak yakin bisa menyelesaikan semuanya minggu ini. Tapi aku juga gak mau ngecewain Pak Leon,” batin Andin. Mendadak perkataan Pak Leon kemarin terngiang dipikiran Andin, “usahakan minggu ini bisa meliput seluruh isu di kampus ya. Saya yakin kamu berhasil! Saya menaruh harapan besar padamu.” Begitulah perkataan Pak Leon pada Andin yang hingga kini menghantui Andin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN