CH 14 : Wawancara Kerja

1078 Kata
Andy menoleh ke belakang dan menatap pada Bibi Wei seraya menjawab, “Yang kudengar seperti itu, Kita akan tahu setelah sampai di sana. Tidak jauh lagi.” “Bagaimana, Cindy? Kau sudah dengar, kan?” tanya Bibi Wei. “Tapi, Bi—“ tanyanya lagi. “Tapi, apa? Tanyalah, tidak apa-apa.” “Tapi, aku tidak akan diminta untuk melakukan hal-hal aneh, kan, Bi?” tanya Cindy. “Apa maksudmu dengan hal aneh?” tanya Bibi Wei. “Misalnya pergi ke luar dengan pria atau masuk ke dalam kamar dengannya? Seperti yang kulihat di film.” “Ha ha ha ha tentu saja tidak. Kau di sana akan bekerja sebagai waitress, dan bukan sebagai penghibur para tamu. Itu dua tugas yang berbeda,” jawab Bibi Wei. “Oh baiklah. Aku paham sekarang. Terima kasih, Bi.” Beberapa saat kemudian, taksi pun sampai di depan pintu masuk klub. Malam itu, tampak dua orang pria bertubuh besar sedang berjaga di depan pintu klub. Penampilan mereka cukup rapi dengan padanan celana jeans berwarna gelap, t-shirt putih polos, serta jaket jeans berwarna biru muda polos. Taksi pun merapat dan berhenti tepat di hadapan kedua pria bertubuh besar tersebut. Usai Bibi Wei membayar sejumlah uang, ketiganya pun turun dari taksi. Lalu, Andy mengajak ibu serta sepupunya masuk ke dalam klub. Tetapi, sebelumnya pria pemalas itu menyapa kedua pria penjaga tersebut sambil berjabat tangan. Bibi Wei menggandeng tangan Cindy melewati kedua penjaga tersebut. Dari raut wajah serta pandangan mata, tampaknya keduanya tertarik pada gadis cantik berlesung pipi itu. Kedua pria itu memerhatikan tubuh gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sesampainya melewati pintu masuk, Andy langsung mengajak sang ibu dan Cindy untuk menemui pemilik klub yang bernama Willy Ye. Ruangan pemilik tersebut berada di ujung dalam dan tampak tersembunyi. Andy memimpin dengan berjalan di depan. Bibi Wei dan Cindy berjalan di belakang mengikuti langkah pria itu. Tampak interior mewah yang didominasi warna hitam dan merah darah memenuhi hampir seluruh bagian dalam ruangan klub. Lampu gantung besar terletak di tengah langit-langit ruangan. Lalu, sebuah bar yang cukup besar dan komplit terletak di sisi kanan panggung, sementara alat pemutar musik bagi para DJ terletak di sisi kiri panggung. Cindy cukup terkesan melihat penampakan di dalam klub, ternyata penggambarannya dan kenyataannya hampir mirip dengan yang ada di film-film. Hanya saja, di atas panggung terdapat sebuah tiang, gadis cantik berlesung pipi yang polos itu bertanya-tanya dalam hatinya apa fungsi dari tiang tersebut? Tidak lama kemudian, ketiganya pun sampai di depan pintu ruangan Willy. Andy mengetuk pintu dengan tenaga cukup besar. Lalu, terdengar suara seorang pria yang mempersilahkan ketiganya masuk. Andy pun menekan kenop pintu ke arah bawah dan pintu pun terbuka. Tampak di hadapan ketiganya sebuah ruangan yang jauh lebih mewah. Seorang pria paruh baya duduk di belakang sebuah meja berukuran besar dan lebar. Di hadapannya terbuka sebuah laptop berwarna hitam yang sedang menyala. Andy pun menyapa sang pemilik klub dengan memanggilnya, “Bos.” “Bos, apa kami mengganggumu?” tanya Andy berbasa-basi. “Tidak, kalian tidak menggangguku. Silahkan duduk di sana, aku akan menyusul sebentar lagi,” jawab pria bertubuh gempal dengan penampilan mewah. Pria pemalas itupun mengajak ibu serta sepupunya untuk duduk di sofa besar yang terletak di ujung dalam ruangan. Sebuah televisi berukuran besar dan lebar berdiri tepat di depan sofa. Andy pun mengambil remote dan menyalakan televisi tersebut.     Beberapa menit setelahnya, Willy pun datang menghampiri mereka dan kebetulan duduk di samping Cindy. Kemudian, dia pun bertanya, “Apa gadis ini yang akan melamar kerja sebagai waitress?” “Ya, Bos. Dia sepupuku dan membutuhkan pekerjaan dengan bayaran yang besar. Bagaimana, Bos?” tanyanya. “Hmm.” Willy memandangi Cindy dari ujung kepala hingga ujung kaki, seulas senyum pertanda kepuasan pun terukir di bibirnya. “Cantik dan manis. Apa dia masih virgin?” tanyanya pada Andy. “Ya, Bos. Tapi, dia tidak bermaksud untuk mengambil bagian sebagai penghibur para tamu. Dia hanya bekerja sebagai waitress atau kasir saja. Bos pasti paham maksudku, kan?” “Ya, ya, aku paham. Sulit juga untuk tidak mengambil bagian yang ganda. Uang yang akan dia dapat tidak akan sebesar teman-temannya. Mereka semua sekarang memiliki para sugar daddy masing-masing. Apa dia tidak ingin memiliki sugar daddy yang dapat memuaskan kebutuhan keuangannya?” tanya Willy seraya menyalakan rokoknya dan menghisapnya singkat, lalu mengembuskan asapnya ke udara. “Tidak apa-apa, Bos. Dia bukan tipe gadis seperti itu. Dia masih pelajar,” jawab Andy. “Baiklah, jika memang itu keinginannya. Dia kuterima, setelah ini antar dia ke kasir untuk mengambil seragam kerjanya.” “Terima kasih, Bos. Satu hal lagi,” timpal Andy. “Apa? Cepat katakanlah.” “Berapakah gaji yang akan dia dapatkan? Gajinya akan dibayarkan per hari atau per minggu? Dan kapan dia dapat memulai pekerjaannya?” tanya Andy. “Gajinya dapat dia ambil per minggu. Dia akan mendapatkan sekitar 1.000 HKD per bulan sebagai pemula. Dan dia dapat memulai pekerjaannya besok malam. Apa ada pertanyaan?” jawab Willy. “Tidak ada pertanyaan, Bos. Terima kasih.” Cindy yang mendengar nominal gaji yang akan ia terima nantinya pun merasa bahagia. Jumlah 1.000 HKD cukup untuk membiayai sekolah dan kebutuhan rumah. Seulas senyum penuh rasa kebahagiaan pun terukir di bibirnya. Gadis berlesung pipi itupun mengucapkan terima kasih kepada Willy. Sekilas pria pemilik klub bertubuh gempal tersebut terkesan dengan sikap lembut dan sopan Cindy. Pandangan matanya tidak pernah lepas dari Cindy. Bibi Wei dan Andy saling berpandang-pandangan dan tersenyum. Kini, satu beban mereka telah lepas. Andy pun telah memiliki pekerjaan sebagai aparat keamanan. Lalu, mereka bertiga pun keluar dari ruangan Willy dan berjalan menuju ke pintu keluar klub.   Sesampainya di luar klub, ketiganya menghentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas di depan klub. Lalu, mereka langsung masuk ke dalamnya. Sepanjang perjalanan, Cindy hanya diam dan memandang ke luar jendela. Banyak hal yang memenuhi pikirannya saat ini. Di satu sisi, ia senang bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar, tapi di sisi lain, ia bekerja di sebuah klub. Selama ini, wanita yang bekerja di klub kerap dipandang sebelah mata dan dianggap tidak baik. Tapi, keputusan telah diambil dan kapan lagi dia bisa mendapatkan gaji yang besar dengan tingkat pendidikannya saat ini? Dia pasrah jika banyak orang akan mencibir pekerjaannya, yang pasti dia tidak melakukan hal-hal yang tidak bermoral. Dia hanya bekerja sebagai waitress dan bukan penghibur. Lagipula, dia butuh uang untuk menghidupi dirinya dan Ken serta memenuhi semua kebutuhan rumah. Di tengah perjalanan, Bibi Wei bertanya pada Cindy, “Cindy, bagaimana perasaanmu sekarang? Bolehkah Bibi tahu?”  To be continued ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN