04 - Nikah

1072 Kata
            Semua keluarga Jeno melihat pada gadis yang ditarik oleh Jeno tanpa memakai gaun pengantin sama sekali. Vera yang melihat itu langsung berjalan mendekati putranya dan mengamati calon menantunya yang sangat cantik sekali.             Dari mana putranya ini bisa mendapatkan gadis yang cantik dan kelihatan baik-baik seperti ini? Jangan bilang kalau calon menantunya ini adalah manusia jadi-jadian atau bidadari yang tidak bisa kembali ke atas langit karena selendangnya disembunyikan oleh Jeno.             “Jeno, kamu mau menikahi dia? Gaun pengantinnya mana?” tanya Vera.             Jeno melirik malas pada ibunya. “Ma, udah kuno pakai gaun pengantin dan sekarang zamannya nikah santai dan pakai pakaian biasa saja,” jawab Jeno.             Vera menjewer kuping anaknya. “Jangan sembarang ngomong. Kamu sungguh mau menikah tanpa memberi gaun pengantin untuk calon istri kamu?” tanya Vera.             “Iya, Ma. Jangan jewer Jeno terus. Ini kapan Jeno nikahnya? Kalau Mama jewer terus?” tanya Jeno dan mengusir ibunya kembali duduk.                     Vera mendesah kasar dan menatap pada gadis yang akan menjadi calon menantunya. “Kamu yakin bakalan nikah sama anak saya yang kurang waras itu?” tanya Vera.             Alice yang mendengarnya mengangguk, dan tidak tahu situasi semacam apa ini. ada ibu yang mengatakan kalau anaknya kurang waras. Mungkin baru kali ini ditemui oleh Alice. Alice menatap ke arah para tamu yang datang pada hari ini, dan tidak ada keluarga Alice sama sekali.             Alice menelan ludahnya kasar. Bagaimana dia menjelaskan pada orangtuanya nanti kalau dirinya sudah menikah tanpa memberitahu mereka semuanya. Alice juga tidak menyangka kalau dirinya akan menikah saat dirinya sedang liburan seperti ini.             “Alice, kamu mikirin apa? Upacara pernikahannya sudah mau mulai,” bisik Jeno di telinga Alice.             Alice menatap pada pria itu dan mengangguk. Keduanya mulai mengucapkan janji suci pernikahan yang disambut oleh para tamu dengan senyuman melihat kedua pasangan itu sudah resmi menikah.             Jeno mengecup punggung tangan Alice dan tersenyum. “Kau sekarang menjadi istriku,” ucap Jeno dengan nada lembutnya.             Alice yang mendengar itu mengangguk dan tidak tahu harus mengatakan apa. Apakah dia harus senang atau sedih sekarang, karena sudah menikah dan suaminya adalah pria tampan dan sekaligus orang kaya. Tetap saja dirinya menikah tanpa ada kelurganya sama sekali. Alice menurut saja ketika tangann ya digandeng menuju keluarga Jeno dan ketika dirinya dipeluk oleh wanita paruh baya yang mengatakan Jeno tidak waras tadi.             “Kau sekarang sudah menjadi menantuku. Jangan sungkan bilang sama Mama kalau Jeno jahat sama kamu,” ucap Vera membelai rambut Alice lembut.             Alice yang mendengar itu tersenyum cangung dan menatap padaq seorang wanita yang mengendong putranya dan memeluk Alice mengucapkan kata selamat.             “Selamat ya. kamu pasti tahu seperti Jeno. Dia orangnya sedikit gila. Bukan sedikit lagi tapi memang sudah gila.”             Alice tersenyum tipis dan menatap Jeno yang berdiri di sampingnya. Sudah tahu bagaimana Jeno? Heh! Dirinya hanya tahu nama pria itu bukan sifatnya dan bagaimana Alice tahu. Alice merapatkan tubuhnya ke Jeno dan membisikkan sesuatu pada pria itu.             “Kau berapa lama akan berdiri di sini? Aku mau kembali ke kamarku,” bisik Alice.             Jeno yang mendengar itu terkejut. “Kau mau melakukannya sekarang? Aku tidak menyangka Alice, kau bersedia melakukannya denganku. Aku kira kita akan melakukannya setelah—.”             Alice menginjak kaki pria itu sehingga Jeno tidak mengatakan apa pun lagi. “Kau jangan berpikir yang macam-macam. Aku hanya mau kembali ke dalam kamarku,” gumam Alice gemas.             Jeno yang mendengarnya tertawa pelan. “Tunggu dulu. Kau tidak mau berkenalan lebih jauh dengan keluargaku?” tanya Jeno.             Alice mendesah berat. “Tidak. Sebaiknya aku kembali ke dalam kamar sekarang. Aku merasa pusing dengan apa yang terjadi hari ini.” Alice memijat keningnya yang membuat Vera khawatir dan menatap menantunya dari atas ke bawah.             “Kau kenapa sayang? kau disakiti oleh Jeno? Mama sudah duga, kalau Jeno memaksamu untuk menikah dengannya bukan? kau tidak perlu menerima Jeno kemarin. Karena menerima Jeno sama saja menguji kesehatan mentalmu,” ucap Vera yang terus saja menjelekkan putranya dan tidak memujinya sama sekali.             Alice tersenyum tipis mendengar ucapan ibu pria yang sudah menjadi suaminya itu. jangan menerima Jeno kemarin. Lah, dirinya dan Jeno baru kenalan tadi dan langsung menikah. Alice tidak sempat menolak malahan langsung ditarik ke atas altar dan mengucapkan janji pernikahan. Bagaimana caranya dirinya menolak?             “Ma! Jangan membuat Alice sakit kepala terus. Mama tidak melihat Alice yang akan pingsan?” tanya Jeno memeluk tubuh Alice.             Jeno tersenyum dalam hatinya. Ini kesempatannya memeluk Alice. Ya Tuhan … kulit Alice sangat mulus sekali dan nyaman untuk dielus. Alice merawat tubuhnya di mana? Jeno ingin tahu.             “Kau bawa Alice ke dalam kamar sekarang. Dan ingat, ditunda saja ikeh-ikehnya. Mengingat menantu Mama yang cantik itu sedang sakit sekarang,” pesan Vera diangguki oleh Jeno.             Dengan perlahan Jeno membawa tubuh Alice untuk pergi dari situ dan masuk ke dalam lift. “Kamarmu lantai berapa?” tanya Jeno.             “Tiga.” Jawab Alice singkat dan masih memegang kepalanya yang terasa berdenyut.             Jeno mengangguk dan menekan tombol lift menuju lantai tiga tempat kamar Alice. Jeno memerhatika wajah cantik gadis itu dari samping. Dia seperti bukan manusia. Apakah Alice jelmaan bidadari yang menyamar lalu dikirimkan oleh Tuhan untuk menjadi istrinya?             “Alice, kau bidadari?” tanya Jeno langsung.             Alice yang mendengar itu tidak mengerti sama sekali. “Maksudmu apa?”             “Kau bidadari? Kau cantik dan seperti bukan manusia. Aku yakin kau seorang bidadari,” kata Jeno semakin mengada.             Alice menggeleng. “Aku manusia. Kalau aku bidadari, aku sudah menghilang dari pernikahan tadi,” ucap Alice kesal.             Jeno yang mendengar itu tertawa. “Alice, kau tidak menganggap pernikahan ini mainan bukan?” tanya Jeno.             Alice menatap pada Jeno. “Kau kira pernikahan seperti inui akan berjalan sungguhan. Keluargaku saja tidak tahu aku menikah. Aku harus mengatakan apa pada mereka? Aku harus bilang, ada laki-laki yang menanyakan namaku dan langsung menarikku ke atas altar? Atau aku buat scenario, aku sengaja liburan ke Bali hanya untuk menikah. Atau aku harus mengatakan, kalau suamiku itu gila. Tiba-tiba mengajakku untuk menikah.”             Ocehan Alice terdengar sangat merdu di telinga Jeno. “Kita bilang yang sejujurnya saja. Dan aku akan bertanggung jawab tentang semuanya,” kata Jeno tersenyum manis.             Alice yang mendengar itu memilih untuk berjalan menjauh dari Jeno. Kenapa dirinya bisa-bisanya menikah begitu saja dan tidak memikirkan hal lain? Apa yang merasuki  Alice tadi? Alice tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan olehnya.             Jeno mengikuti Alice dari belakang dan tidak marah sama sekali pada wanita itu. Dia tahu kalau dirinya salah di sini dan harus membuat Alice tidak marah padanya.             ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN