Jeno yang sedang memainkan ponslenya menatap jenuh pada ibunya yang dari tadi terus mengomel hal yang tidak jelas sama sekali. Wanita yang melahirkan dirinya itu selalu saja minta calon mantu. Di mana Jeno menemukan wanita untuk dinikahi olehnya. Jeno tidak mau sembarangan menikah.
Istri impiannya adalah seperti Anna—istri dari kakak sepupunya yang cantik dan juga baik. Tapi, mencari seperti Anna sangat susah. Mana Anna tidak memiliki kembaran sama sekali. Wanita itu tahan banting dengan wanita yang pernah berkencan dengan Vero dan sangat pandai menghadapi wanita seperti itu.
“Jeno, kamu kapan nikah? Mama pengen punya mantu dan cucu. Mama jodohin kamu sama anak teman-teman Mama. Kamu nggak mau. Terus kamu kapan kasih mantunya?” Vera—Mama Jeno yang terus menanyakan kapan anaknya bawa mantu ke rumah.
Bosan sekali Vera melihat anaknya yang selalu berkencan satu malam dengan wanita yang tidak jelas dan hubunganpun tidak jelas. Vera khawatir anaknya ini akan tertular penyakit kelamin membahayakan kalau dibiarkan terus berkencan satu malam.
“JENO! Kamu denger ucapan Mama nggak? Mama pengen kamu nikah. Umur kamu nggak muda lagi. Teman-teman kamu sudah banyak yang menikah, cuman kamu aja yang suka jajan di luar dan tidak peduli dengan pernikahan.”
Jeno mendesah kasar menyimpan ponselnya. Menatap ibunya dengan senyuman manis. “Ma … nanti Jeno bakalan nikah. Kalau ada perempuan yang mirip dengan Anna. Sudah cantik. Baik. Tidak lemah. Dan yang pastinya cerdas. Jeno ingin istri seperti itu. Sayangnya Vero tidak bercerai dengan Anna, kalau dia bercerai dengan Anna ‘kan enak Jeno nikah sama Anna.” Ucap Jeno sembarangannya.
Vera menggulung majalah di atas meja dan melemparkannya ke arah Jeno. “Kamu mau jadi perebut istri orang? Apalagi rebut istri sepupu sendiri. Walaupun Mama sering minta mantu sama kamu, tapi, jangan istri orang juga. Mama nggak setuju kamu rusak rumah tangga orang!” Vero mengomel.
Jeno mengusap telinganya dan menguap. “Ma … siapa juga yang mau rusak rumah tangga orang. Jeno tadi bilang kalau Vero cerain Anna, Jeno bersedia menjadi suami Anna.”
Vera mendesah kasar. Ya Tuhan … sabarkanlah dirinya punya anak seperti ini. Vera ingin anaknya menikah dengan wanita lain dan bukan mengharapkan istri Vero terus. Ya Vera tahu. Anna itu memang cantik, baik, cerdas, dan tidak lemah seperti kebanyakan wanita yang akan menghadapi wanita masa lalu suaminya.
“Kamu mending cari mantu untuk Mama sekarang. Dari pada di rumah terus. Bikin Mama pusing dan ingin masukkan kamu lagi ke dalam perut Mama.” Vera mengusir putranya untuk mencari istri.
Jeno mencibir dan berdiri dari tempat duduknya. “Mama ngusir Jeno?” tanya Jeno dengan tatapan mata dibuat sesedih mungkin.
Vera mengangguk. “Iya. Sana cari mantu untuk Mama. Bosan Mama lihat kamu sendiri dan nggak jelas berkencan dengan siapa saja. Lama-lama kamu terkena penyakit kelamin! Kalau kamu sakit nanti jangan minta urus sama Mama. Mama nggak akan mau ngurus kamu!” Vera menjawab dengan rasa kesal pada putranya.
Jeno mengangguk dan mulai meladeni ibunya. “Baik. Mama pengen menantu seperti apa?”
Jeno menarik napasnya sebelum mengatakan hal yang panjang.
“Seperti Lisa Blackpink?”
“Jennie Blackpink?”
“Jisoo Blacpink?”
“Rose Blackpink?”
“Ariana Grande? Eh, Ariana udah nikah. Ganti sama Selena Gomez.”
“Atau Gigi Hadid? Eh, Gigi Hadid udah punya anak sama Zayn Malik dan nggak nikah. Ganti sama siapa Ma? Sama Nicky Minaj mau?” tanya Jeno dengan senyuman menyebalkannya.
Vera melepaskan sandalnya dan melemparkan ke wajah Jeno yang sangat menyebalkan. “Kamu jangan banyak mimpi Jeno. Mereka juga tidak mau sama kamu. Sana kamu cari mantu buat Mama. Jangan banyak mengkhayal lagi akan menikahi mereka semua.” Vera mengusir anaknya lagi.
Jeno mendengkus dan akan pergi keluar dari rumah kedua orangtuanya. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan ibunya.
“Kamu jangan pulang ke rumah sebelumkamu kirimkan undangan untuk Mama dan Papa. Cepat nikah. Lelah batin Mama lihat kamu hidup serampangan dan tidak punya tujuan sama sekali.” Vera mengusap dadanya setiap kali mengingat anaknya suka berkencan satu malam dengan wanita tidak jelas.
Jeno mengangguk dan berjalan keluar. Jeno harus tidur di mana malam ini. Jeno sangat malas ke apartemen miliknya. Salah satu mantannya terus saja datang ke apartemen itu dan mengusik hidup tenang Jeno.
Jeno memasuki mobil dan melajukannya ke daerah rumah Vero—sepupunya yang sudah menikah. Di sana dirinya bisa numpang tidur untuk semalam saja. Dan besok Jeno akan menyewa kamar hotel untuk dirinya sendiri.
***
Jeno menatap rumah yang besar dan megah di depannya. Keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki rumah itu seperti rumahnya sendiri. Tidak ada rasa segan atau meminta izin pada orang punya rumah. Lagian Jeno sudah sering ke sini.
Jeno melangkahkan kaki melewati ruang tengah rumah Vero. Dan berjalan menuju dapur, Jeno mencari makanan yang bisa di makan. Dari pagi dirinya belum makan sama sekali sampai siang ini. Malah diusir dari rumah sekarang.
Anna dan Vero yang duduk di ruang tengah menatap tajam pada Jeno yang tidak tahu sopan santun. Anna berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Jeno yang mengambil sekotak kue dan memakannya dengan lahap.
“Kamu seperti orang tidak makan selama seminggu saja.” Ucap Anna menyindir Jeno.
Jeno tertawa mendengar ucapan Anna. “Kuenya enak. Beli di mana?” Bukannya menjawab pertanyaan Anna. Malahan Jeno bertanya balik.
“Buat sendiri!” jawab Anna kesal.
Jeno mengacungkan jempolnya. “Kamu pintar sekali masak. Kamu memang istri idaman. Nikah sama aku yuk!” ajak Jeno.
Vero melempar kepala Jeno dengan sendok. “Sembarangan kamu. Kamu ngapain ke sini?” tanya Vero.
“Mama minta mantu. Terus ngusir aku dari rumah. Ke mana aku harus cari mantu buat dia?” tanya Jeno mendesah kasar.
Vero mengulum senyumnya. “Kasihan sekali sepupu aku ini. Kamu cari di bukalapak atau s****e mana tahu ada yang jual jodoh.”
Jeno mendelik mendengar ucapan Vero. “Jangan tambah tidak waras. Kasihan anak dan istri kamu harus sabar-sabar menghadapimu yang tidak waras.”
Vero tertawa dan mencium pipi Anna. “Kamu juga nggak waras. Selesai makan pergi dari sini. Kami tidak menerima tamu di sini.”
Jeno memutar bola matanya. “Kau mengusirku juga? Kau tidak kasihan? Aku tidak punya rumah. Aku tidak punya uang dan tidak punya harta.”
“Jangan bicara sembarangan Jeno. Nanti kalau kau benar tidak punya semua itu, kau bisa tambah stress dan tidak tahu ke mana. Sana pergi cari hotel dan jangan tidur di sini.” Usir Vero sangat malas sekali menampung sepupunya.
Jeno mengambil beberapa kotak kue lagi dalam kulkas dan pergi dari hadapan Vero. Kenapa semua orang mengusir dirinya. Tidak bisakah mereka mengasihani Jeno. Jeno tidak tahu harus ke mana. Malang sekali nasib dirinya. Hanya karena ibunya minta mantu dan sekarang dia terluntang-lantung.
***