BAB 9

588 Kata
POV VENI “Siapa perempuan ini, Bu? Berani sekali memasuki kamar kami, tanpa seizinku,” ucapku saat perempuan yang aku tebak bernama Kumala itu, masuk ke kamar yang sudah 3 tahun ini, aku huni bersama mas Rangga. “Bukan urusan kamu. Rumah ini milikku, jadi kamu tidak berhak melarang siapa saja yang aku bawa,” sentak ibu mertua dengan matanya yang melotot menatapku. Nyaliku menciut. Suamiku tipe anak yang menurut sekali dengan ibunya. Aku harus bisa menjaga sikap, walaupun tengah emosi setengah mati pada ibu suamiku itu. Enggak kebayang kalau aku melawan, terus ibunya Mas Rangga menyuruh anaknya menceraikan aku, bisa langsung jadi gembel aku. Sebaiknya aku bersabar dulu saat ini. Aku ikuti saja, alurnya, walaupun pahit. “Eh, Ibu sudah datang?” sapa Mas Rangga yang baru saja membuka matanya. Mas Rangga langsung duduk di tepi ranjang, sementara, Nazira anak kami, tetap terlelap. “Duh, kasihan sekali kamu, Nak. Kerja keras jauh dari keluarga, demi mereka yang enggak ada gunanya,” ucap ibu mertua sembari menunjuk ke arah kami. Ibuku langsung marah. “Maksud Bu Widya berbicara seperti itu, apa ya? Saya tidak paham,” ucap Ibuku sedikit meninggikan suara. “Menurut Bu Kokom?” Bukannya menjawab pertanyaan ibuku, ibunya Mas Rangga justru balik bertanya membuat Ibu semakin tidak mengerti. “Rangga, urusan pernikahan kamu dengan Kumala sudah Ibu urus. Sekarang cepatlah mandi! Ibu dan Kumala menunggu di luar,” ucap ibu mertua yang membuat jantungku hampir lompat. “Menikah? Anda ini manusia macam apa? Anak saya masih hidup Bu Widya.” Ibuku sudah emosi setengah mati, namun rupanya ibunya Mas Rangga malah terkesan cuek tak peduli. “Tega kamu, Mas. Kamu benar-benar mau menikah lagi?” tanyaku memastikan. Aku berharap Mas Rangga menggeleng cepat. Namun justru ia mengangguk berulang kali. “Aku enggak mau dimadu Mas. Cepat katakan sama ibu kamu. Kamu tidak boleh menikah lagi, dengan wanita pilihan ibumu itu." “Kamu itu sadar tidak? Hidupmu hanya bergantung sama aku, jadi apa pun yang aku putuskan, kamu tidak boleh protes,” sahut mas Rangga yang sama sekali tidak memikirkan perasanku. “Apa salahku? Kenapa Mas Rangga berubah? Di mana suami yang selalu memanjakanku selama ini?” Aku menangis sejadinya. Namun bukan pelukan yang aku terima, melainkan tamparan keras mengenai pipiku. Bukan hanya sakit, namun juga perih. Apalagi hatiku, sudah tidak terkira lagi sakitnya. Ibuku lantas mendekat dan memelukku. Ia pun menghujani kata-kata pedas untuk mas Rangga. Namun langsung dibentak oleh ibu mertuaku. Aku menangis sesenggukan di pelukan ibu. “Maaf ya, Mbak. Mau kamu keberatan, atau tidak suka, aku akan tetap menikah dengan mas Rangga. Perbuatan curangmu dulu yang telah menggagalkan pernikahan kami, rupanya kini telah terbalas,” bisik Kumala saat melewatiku. Jadi calon maduku itu, adalah calon istri mas Rangga yang telah aku fitnah waktu itu? Dari mana dia tahu perbuatanku? “Tunggu!” Aku menghentikan langkah Kumala dan ibunya mas Rangga yang sudah hampir sampai di bibir pintu. “Apa maksud kamu, Kumala? Aku yang menggagalkan pernikahanmu dengan mas Rangga? Dari mana kamu tahu, jika akulah pelakunya, Kumala? Kejadian itu sudah empat tahun yang lalu. Apa kamu ada, bukti?” tanyaku yang tidak sengaja keceplosan. Rahasia yang aku simpan selama ini, malah aku ungkapkan di depan mereka. Bodohnya aku. “Itu, buktinya kamu tahu Mbak kejadian empat tahun lalu,” sahutnya santai, lantas melangkah keluar. Aku hanya bisa berdiri mematung, menyadari kebodohanku. Mas Rangga sudah berada dalam kamar mandi, sementara ibu, menatapku marah. “Ceroboh! Bagaimana bisa aksi bodohmu itu ketahuan, Veni? Dasar bodoh!” umpat ibu tanpa peduli, pedihnya hatiku saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN