JUMI MENGHILANG

1139 Kata
Dedaunan yang tertiup angin terlihat bagaikan badan manusia dengan tangan yang melayang-layang. Sesekali kilat menerangi jalanan yang kulalui. Suara petir menggelegar sahut menyahut, membuatku bimbang meneruskan langkah kakiku untuk mencari keberadaan Jumi. Kuputuskan untuk terus mencari keberadaan Jumi, biarlah Aku sudah terlanjur jauh dari kost-an pikir ku. Kini yang terdengar suara kodok bernyanyi riang memanggil datangnya hujan. Sayup-sayup kembali kudengar suara rintihan kesakitan meminta tolong. Rasanya Aku mau menangis, karena takut. “Jumi, kamu di mana?” tanyaku lirih. Tes…tes…tes…, hujan pun turun membasahi tubuhku. Aku memaksakan langkahku untuk terus mencari Jumi. Kuhiraukan badan ku yang basah kuyub terkena guyuran air hujan. Rintik hujan dan suara lolongan anjing, kodok bernyanyi juga suara rintihan tak menyurutkan langkahku untuk mencari Jumi. Aku sudah nekat, apapun yang terjadi Aku hanya bisa pasrah. Dalam hatiku tak hentinya membaca doa memohon perlindungan dari Allah. Hingga, akhirnya langkah kakiku terhenti dekat tebing sungai. Netraku menangkap sosok tubuh tergeletak di atas tanah. Kayu yang ada di tangan ku, semakin erat kupegang. Aku tiba di dekat tubuh yang tergeletak tak berdaya itu. Mataku membola, itu adalah tubuh Jumi, kenapa Ia sampai ada di sini dan apa yang dilakukannya di sini? Dan kenapa Ia bisa pingsan. Beragam pertanyaan berkecamuk di kepalaku. Rasa cemas dan takut ku berbaur menjadi satu. Saat lamat-lamat ku dengar suara daun terinjak kaki yang berbaur dengan suara-suara lainnya. Aku tidak mungkin mengangkat tubuh Jumi yang berat apalagi meninggalkannya di sini, tentu saja Aku tidak tega. Ku goncang-goncang tubuhnya, agar Ia cepat sadar. “Jum!, ayo cepat bangun Jum!” ucapku dengan bibir yang bergetar karena takut. Kulihat Jumi mulai bergerak dan perlahan matanya terbuka, Ia menatapku kaget, “Kenapa Aku ada di sini?” tanya nya dengan suara lirih. “Aku tidak tahu, yang pasti kita harus cepat pergi dari sini,” sahutku mengingatkan Jumi. Ku bantu Jumi agar duduk dan kemudian ku papah Ia untuk berdiri. Kami berdua kemudian melangkah bersisian, sementara suara langkah kaki yang tadi kudengar, kini semakin dekat dengan kami. Langkah kakiku dan Jumi terhenti, tepat di hadapan kami melayang sosok dengan jubah putih dan wajah yang dilumuri darah. Rambut hitamnya tergerai hingga ke pinggang. Ia menatap ke arah kami dengan tatapan mata yang kosong. Aku dan Jumi berteriak nyaring, karena ketakutan. Kaki kami bagaikan di rekat dengan lem, sekujur badan kami menggigil ketakutan. Karena hanya melihat ke depan menatap ke arah sosok makhluk halus yang ada di depan kami, Aku dan Jumi lupa kalau ada lagi sosok yang kami tidak tahu berjalan di belakang kami. Hingga sosok itu menyentuh pundak ku dan Jumi. Kami yang sudah ketakutan melihat makhluk yang ada dihadapan kami bertambah menjadi takut. Kami terlonjak kaget dan dengan otomatis kami menolehkan kepala kami ke belakang. Sosok tersebut, ternyata adalah Kak Andi. Aku dan Jumi mengenalnya, Ia adalah kakak tingkat kami di kampus. Aku dan Jumi menghela napas lega, kemudian kami menolehkan kepala kami lagi untuk melihat sosok makhluk yang tadi muncul di hadapan kami. Hilang, makhluk itu menghilang dengan tiba-tiba, seperti kemunculannya yang juga tiba-tiba. Tak ingin berlama-lama berada di tempat yang terasa menyeramkan ini, kami bertiga kemudian berjalan bersama ke kost-an ku dan Jumi, dengan Andi yang mengikuti kami. Setidaknya ada laki-laki yang menemani perjalananku dan Jumi kembali ke kost. Meski, Aku tidak tahu bagaimana kak Andi bisa ada di tempat yang sama denganku dan Jumi berada. Kami berjalan dengan cepat, karena suara petir semakin nyaring terdengar dan intensitas kilat semakin sering membelah langit. Hujan pun turun semakin derasnya, baju kami bertiga telah basah sepenuhnya dan melekat erat di tubuh, bagaikan kulit kedua. Kami tiba di kost an ku dan Jumi, ku persilahkan Kak Andi untuk masuk. Aku ke dalam kamar ku dan mengambil sebuah handuk bersih dan juga kaos olahraga dan celana training milikku dari dalam lemari. Kuserahkan handuk bersih dan pakaian itu kepada Kak Andi. Kuberitahukan kepada Kak Andi untuk berganti pakaian di kamar mandi, setelah menunjukkan kamar mandi kepada kak Andi, Aku berbalik menuju kamar ku. Kututup pintu kamar ku dan kukunci. Aku melepaskan semua pakaianku yang basah, kuletakkan pakaian basah itu ke dalam keranjang pakakian kotor. Kemudian kukeringkan badanku dengan handuk dan berganti dengan pakaian bersih. Setelah selesai, Aku pergi ke kamar Jumi untuk melihat keadaannya. Alhamdulillah, Jumi ternyata baik-baik saja. Aku lalu mengajaknya ke luar dari kamar untuk menikmati makan malam kami. Ku suruh Jumi untuk duduk saja di depan bersama dengan kak Andi, sementara aku menyajikan makan malam untuk kami semua. Aku melangkah ke dapur dan kupanaskan sebentar nasi goreng yang tadi sudah kubuat. Aku juga menceplok telur lagi untuk kak Andi. Setelahnya, kusajikan di atas piring dan ku bawa ke luar dengan nampan dan kuletakkan di atas meja. Ternyata tanpa kuminta Jumi sudah menyiapkan gelas berisi air dan juga seteko air putih. Kami lalu menyantap hidangan yang ada di hadapan kami tanpa percakapan, sepertinya kami akan berbincang serius, setelah makan malam ini usai. Selesai makan malam, Aku membawa bekas makan kami ke dapur dan membuat kopi sebagai teman kami ngobrol, juga kue kering sebagai temannya. Sambil menikmati kopi panas dan kue kering, kuminta Jumi untuk bercerita kenapa Ia sampai berada di tengah jalan yang dekat dengan tebing sungai. Jumi pun bercerita kepada ku dan kak Andi, kalau selesai mandi dan mau mengambil air wudhu, tiba-tiba saja ada suara yang berbisik kepadanya untuk ke luar. “Bisikan itu terasa kuat menarikku untuk melangkah ke luar. Aku pun berjalan ke luar dituntun suara itu. Saat ada di luar ku lihat sosok tubuh menuntun ku untuk mengikuti langkahnya. Aku hanya melihat punggungnya dengan rambut yang panjang dan setelahnya, aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku hanya berjalan saja tanpa sadar ke mana arah langkah ku. Aku kemudian bertanya kepada kak Andai, apakah Ia juga melihat sosok makhluk halus yang tadi muncul saat berada di tengah jalan. Kak Andi mengiyakan, kalau Ia juga melihat makhluk halus yang tadi berdiri di hadapan kami dan menghilang dengan tiba-tiba. Aku dan kak Andi menatap Jumi, jangan-jangan yang membisiki dan menuntun kamu untuk ke luar dari kost adalah makhluk halus yang tadi kita temui. Kamu di bawah pengaruh makhluk itu, hingga tidak sadar,” duga ku kepada Jumi. “Mungkin saja, bukankah saat di kamar mandi Kau merasakan keanehan, lampu yang tiba-tiba mati dan juga sesuatu yang Kau katakan terasa sedingin es saat Kau sentuh,” ucap Jumi. “Sebenarnya, sejak ke luar dari kamar mandi, Aku sudah merasa ada yang mengawasiku. Namun, Aku mengabaikan rasa itu. Mungkin, karena lelah dan sedikit melamun, Aku dengan mudah terpengaruh oleh suara bisikan yang kudengar.” Tambah Jumi lagi. Aku terdiam, apakah makhluk itu mengincar kami?, semenjak berada di parkiran kampus suara rintihan meminta tolong dari sosok yang tak nampak itu mengiringi kami. Apakah makhluk yang tadi kami lihat adalah makhluk yang suaranya kami dengar saat berada di kampus. Tiba-tiba saja lampu kost kami padam dan terdengar suara perempuan tertawa yang diiringi dengan suara isak tangis. Serentak kami berteriak kaget.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN