Eps 7

1671 Kata
Malu, sangat sangat malu! Ceroboh, dari dulu sampai segede gong Tere tetep aja Tere. Dia yang ceroboh dan sering keceplosan ngomongin rahasianya sendiri. Dan itulah kekurangannya. Tere sibuk mengoles cream diwajah, lalu menempelkan bedak tipis ke wajahnya. Kulitnya sudah putih, jadi tak perlu terlalu menghias diri. Terakhir mengoles lipstik tipis. Melirik suami yang menata rambut didepan cermin. Kembali menunduk, menyimpan peralatan make up nya diatas meja. Bibirnya masih aja manyun. Tadi itu, dia benar-benar lupa kalo udah punya suami, bahkan lupa jika tidak berada dikamarnya. Masih diingatan sehari sebelumnya. Dia yang masih single dan ada didalam kamar sendirian. Ello tersenyum menatap istrinya yang masih aja diam dan terlihat malu. Jongkok didepan Tere sambil tersenyum manis, membuat Tere mengerjap karna terkejut. “El, kamu ngapain?” mengeratkan kaki karna dia hanya pakai rok span diatas lutut. Ello terkekeh. “Ngapain ditutupi, gue udah liat dua kali.” Masih dengan kekehannya dan terlihat sangat menyebalkan dimata Tere. Tere makin mengerucut kesal. “Kenapa kamu tadi nggak ngomong kalo lagi mandi didalam? Pasti sengaja, kan?” tuduhnya dengan telunjuk yang menuding. Sebenernya enggak sengaja, tapi karna pikirannya selalu jahil, Ello menganggukkan kepala. “Mulus, dibiarin ada tanamannya dikit pasti keliatan lebih indah.” Beranjak, ngambil tas lalu ngeloyor keluar dari kamar. Tere mengerutkan kening. “Dia ngomongin apa sih? Nggak nyambung banget! Apa hubungannya sama tanaman? Di pikir teras rumah apa!” gerutunya karna tak paham dengan omongan Ello. Lola emang! Tere beranjak, meraih tas warna coco yang belum pernah ia pakai. Memasukkan ponsel dan menentengnya keluar dari kamar. Tersenyum saat papa mertua menatapnya dengan senyuman. Lalu menarik kursi yang ada disamping Ello. Meletakkan tasnya diatas meja lebih dulu. “Pagi, pa.” Sapanya ramah. Samuel tersenyum lebih lebar lagi. “Pagi juga, menantu kesayangan papa.” Tere tertawa kecil mendengar kata-kata Samuel. Sedikit ads kemiripan dengan papanya dulu. “Pa, aku berangkatnya gimana? Papa kok nggak nyuruh Om Sin ambil motorku sih.” Ello membalik piring didepannya. Dengan cekatan Tere beranjak dari duduknya, mengambilkan nasi untuk suaminya. “Biar aku ambilin. Mau pakai lauk apa? Telor apa ikan?” tawarnya. “Ikan aja. Telor gue masih ada, utuh.” Tere hanya mengerutkan kening, nggak paham sama yang diomongin Ello. Sementara papa geleng kepala dengan tawa lirih. “Papa mau kuambilin juga?” “Nggak usah, sayang. Papa ambil sendiri aja.” Tolak Samuel saat Tere hendak melangkah mendekatinya. “Tere,” Tere menatap mertuanya serius. “Iya, pa.” “Gimana kalo nanti kamu berangkat kerja diantar Ello. Biar Ello ke sekolah pakai mobilmu dulu. Motornya masih di satpol pp.” Pinta papa. Tere menatap Ello yang terlihat cuek, fokus misahin duri dari dagingnya. Gimana bisa nolak kalo papa yang minta? Tere memaksakan senyum. “Iya, nggak apa-apa.” Papa tersenyum, terlihat sangat lega. Lalu menatap anak lelaki satu-satunya. “Tuh, berangkat pakai mobil istrimu. Nanti antar dia ke kantornya dulu. Lalu kamu jemput dia saat pulang kerja.” “Ok.” Jawabnya disela ngunyah. ** Mobil merah Tere berjalan pelan, berada tepat dibelakang mobil silver milik Samuel. Lalu berplencar saat keluar dari gang masuk rumah. “Lo mikirin apa? Dari tadi banyakan diem.” Ello membuka suara setelah lama terdiam. Tere sedikit melirik suaminya, lalu menggeleng. “Jan ngebut, ini mobil pemberian papa. Hadiah terakhir dari papa saat umurku 22 tahun.” Ello sedikit tersenyum, lalu melirik istrinya yang terlihat manyun. “Iya, iya. Aman pokoknya.” Ello menghentikan mobil tepat didepan gedung. Menarik tangan Tere saat gadis itu hendak keluar. “Kenapa?” tanya Tere bingung. Menyodorkan tangan agar disalami. “Ada yang lupa.” Tere mencibir. “Iissh!” menggerutu, tapi nurut. Meraih tangan Ello, mencium punggung tangan itu dengan kasar karna terpaksa. Lalu mengibaskan tangan Ello setelah menciumnya. Kembali Tere membuka pintu mobil, sialnya tangan kembali ditarik saat kaki hendak turun. Dengan seenak jidat Ello mendaratkan kecupan singkat dipipi Tere. Lalu nyengir dengan kedipan satu mata. “Semangat kerjanya ya, istri kesayangan. Ntar pulangnya gue jemput.” Sementara Tere melotot dengan keterkejutan yang luar biasa. Jantungnya berpacu cukup cepat karna mendapat ciuman yang mendadak. “Ello, kamu—“ “Mau cium lagi?” memotong kata-kata Tere yang siap ngomel. Tak menjawab, Tere kembali manyun. Keluar dari mobil dengan sangat kesal. Menatap mobil itu melaju, keluar dari halaman gedung. “Pagi, bu Tere.” Sapa pak satpam. Tere tak menjawab, masih merasa sangat kesal dengan tingkah Ello yang seenaknya nyium pipi. ‘Kemarin bibir, sekarang pipi. Pake nyengenges pula!’ gerutunya dalam hati. Tak mempedulikan beberapa karyawan yang menyapa, Tere terus saja berjalan sampai masuk kedalam lift. Pikirannya mendadak penuh dengan wajah Ello yang selalu terlihat menyebalkan. Keluar begitu saja saat pintu lift terbuka. Bahkan Bian yang tadi berada satu lift dengannya saja sampai heran. Nggak biasanya Tere secuek ini dengannya. Tere selalu memperhatikannya, akan terlihat sangat kesal saat melihatnya bermesraan dengan Caudia—asisten pribadi Bian. Jadi si Bian ini bekerja di kantor Tere sebagai bawahannya. “Re,” sapa Sally saat melihat Tere yang baru saja datang. Sally mengekor, masuk ke ruangan Direktur utama. Berdiri tepat disamping Tere yang langsung duduk dikursi kebanggaannya. “Lo—“ “Gue nggak ngerti ya, kesalahan gue dimasa lalu tuh apa! Sampai gue harus nikah sama bocah SMA yang nyebelin banget. Astaga ....” Tere memijat pelipis. Sally diam, dengerin Tere yang masih terlihat sangat kesal. “Masa’ ya, Sal. Kemaren dia tuh cium bibir gue, lalu sengaja masuk saat gue mau ganti baju. Dia liat gue yang bugil nggak pakai apa-apa. Dan tadi pagi ....” Tere terlihat membuang nafas. Sangat malu mengingat kejadian tadi pagi yang membuatnya amat-sangat kesal. “Jadi, yang tadi bawa mobil lo itu ... Suami lo?” tanya Sally pelan. Tere ngangguk, membenarkan. “Ya, bocah itu suami gue.” Sally tertawa kecil. “Apa salahnya sih nikah sama brondong. Dia tampan lho, Re. Wajahnya imut banget.” “Lo kan tau, gue nggak suka sama cowok yang umurnya lebih muda.” Balas Tere masih dengan nada kesalnya. Sally melipat tangan didepan. “Maksudnya yang lo suka model Bian itu? Yang umurnya udah banyak dan kebanyakan tingkah? Si parasit dalam hidup lo itu?” Tere melirik Sally, memutar bola mata, kesal. Apa lagi mengingat semalam saat Bian bermesraan dengan asistennya itu. Sangat menyebalkan! “Ya ... Bukan Bian juga lah.” Jawab tere kemudian. “Eh, betewe, Re. Gue sedih tauk.” Sally menyeret kursi, lalu duduk disana dengan wajah mirisnya. Tere mulai membuka tablet, melihat jadwalnya hari ini. “Lo kenapa?” tanyanya sambil membaca baris per baris. “Naufal mau lamaran.” Mata Sally berkaca-kaca. Seketika itu, Tere menghentikan bacaannya. Menatap sahabatnya yang mulai menekan ujung mata. “Naufal mau ngelamar Desi?” tanya Tere meyakinkan pemahamannya. Sally ngangguk pelan. “Apa kurangnya gue, Re. Bahkan gue udah berikan apapun yang Naufal minta.” Tere menyodorkan sekotak tissu. Dengan segera Sally mengambil tissu dan menekan ujung mata. “Kenapa dia tega giniin gue sih, hiks ....” Tere menarik nafas dalam. Bingung juga mau ngomong apa. Karna disini, Sally adalah pihak ketiga. Sally yang datang sebagai selingkuhan Naufal. Pacar asli Naufal ya Desi, bukan Sally. Bodohnya Sally yang mau memberikan segalanya ke Naufal, termasuk mahkota berharganya. Cinta itu buta bukan? “Sal, gue nggak ngerti mesti ngomong apa. Tapi, gue harap, lo secepatnya ketemu sama yang tulus mau nerima elo. Nggak kek Naufal yang jadiin lo selingkuhan gini.” Ujar Tere pelan. “Nggak!” “Ngagetin, astaga!” Tere mengelus d**a karna Sally yang tiba-tiba meninggikan suara. “Gue cinta sama Naufal, gue juga mau dia nikahin gue.” Tere melotot mendengar keinginan Sally kali ini. Dengan cepat nonyor kepala Sally. “Lo sintingnya kebangetan!” Sally memberengut, mengelus pelipis bekas tonyoran Tere. “Sakit, Re.” Keluhnya. “Lo bego banget sih, Sal. Jadi selingkuhan yang nggak ada ikatan apa-apa aja lo selalu nahan luka. Apa lagi jadi istri kedua! Hello! Otak lo bentuknya segitiga ya! Anjiirr, ngeselin!” Tok! Tok! Tok! Pintu ruangan di ketuk. Pandangan Sally dan Tere terarah ke pintu. “Ya, masuk.” Ucap Tere. Tak begitu lama pintu terbuka, ada Erka yang berdiri disana. “Clien yang dari Kalimantan sudah datang, Bu.” Tere sedikit terkejut. “Cepet juga ya. Padahal kita janjiannya kan jam delapan, ini jam ... Sembilan. Hah?!” terkejut saat menatap jam dilengan kiri. “Jadi ini udah jam sembilan?” Sally berdiri, menyambar tabletnya yang berada di meja. “Iya, Ka, kita segera keruang tamu.” ** “Cie ... Mobil baru nih.” Seru Lexi saat Ello baru saja keluar dari mobil. Menyampirkan tas kebahu, lalu menutup mobil pelan dan memencet kunci, membuat mobil itu berbunyi. Verso mendekati mobil, menepuk badan mobil. “Mahal ini. Yakin gue!” papa Verso punya rental mobil dan bengkel. Jadi dia juga tau kisaran harga mobil. “Sekarang lo udah nggak pake motor, nyet?” tanya Zayn. “Iya nih, nggak lagi balapan dong.” Keluh Lexi. Ello nonyor kepala Zayn. “Kata sapa! Motor gue masih di satpol pp. Ini pinjem mobilnya mbak Tere.” Ketiga lelaki tampan itu menatap Ello dengan satu pertanyaan. “Siapa mbak Tere?” tanya Zayn mewakili kedua temannya. Tak begitu lama, mobil keluaran terbaru berwarna pink masuk ke halaman sekolahan. Mobil itu terparkir manis tepat disamping mobil merah yang dibawa Ello. Mata semua siswa dan pak satpam tertuju kearah mobil itu, tak terkecuali Ello dan kawanannya. Cewek berkulit putih dengan seragam yang sama seperti yang Ello pakai turun dari mobil warna pink itu. Membenarkan tas yang ada dibahu sebelum menutup pintu mobil. Rambutnya yang panjang dan sengaja di cat coklat dibiarkan menari tertiup angin. “Ini murid baru yang katanya pindahan dari Swedia itu.” Celetuk Verso yang ikut merhatiin cewek ini. Si cewek tersenyum saat tatapannya bertemu dengan mata Ello. Tapi berbeda dengan Ello yang langsung beranjak dari tempatnya. Ngeloyor menuju ke kelasnya. “Wooi, tungguin, woi!” Verso, Lexi dan Zayn berlari mengejar langkah Ello. “Iissh, sok jual mahal. Liat aja, gue bakalan taklukin lo!” gumam si cewek dengan senyum menyeringai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN