"Sang Pemilik Jantung Tuhan." Pria itu tertawa pelan saat membaca sebuah kertas ucapan dalam bunga mawar yang didapatkannya beberapa detik yang lalu. Sebuket bunga mawar berwarna merah menyala dengan aroma anyir darah yang menyengat telah lepas dari genggamannya. Sedang kertas itu langsung diremas hingga tak berbentuk.
Suasana dalam ruangan kembali sunyi saat tawanya mulai mereda. Tiba-tiba saja tatapannya berubah tajam tertuju ke depan sedang kedua tangannya sudah mengepal sempurna. Rahangnya mengeras, membuat giginya gemeletak seolah menegaskan emosi yang dirasakannya saat ini.
Sudah beberapa hari dia menunggu kedatangan Saverio Gaudio, salah satu anak buahnya yang ditugaskan untuk memata-matai Vitaliano saat berada di Palermo. Namun dirinya justru mendapat sebuket bunga dengan bercampur darah dari anak buahnya yang menandakan jika anak buahnya telah tewas di tangan musuhnya.
"Panggilkan Silvana," perintah Lionello pada seorang pria yang setia berdiri di belakangnya.
Gustavo menundukkan kepala sebelum memutar arah. Langkahnya tertuntun melewati pintu keluar untuk memanggil seseorang. Silvana Romano, adalah satu-satunya wanita yang menjadi anak buah Lionello. Seksi dan cerdik adalah dua kata yang sudah cukup untuk menggambarkan sesosok wanita cantik berambut merah bergelombang tersebut.
Beberapa menit kemudian indra pendengar Lionello menangkap suara langkah yang mengisi ruangan. Perlahan kedua orang tersebut menghentikan langkahnya satu meter di belakang Lionello. Gustavo dan Silvana mulai menundukkan kepalanya, seolah memberi hormat pada Lionello.
"Aku ingin kau melanjutkan tugas Saverio," ucap Lionello. Dia membalikkan arah tubuhnya menghadap kedua anak buahnya.
"Sì, Signore," jawab Silvana.
"Cari tahu kapan mereka akan melakukan pengiriman ke Perancis. Aku ingin membalas perbuatannya."
Wanita yang mengenakan balutan gaun hitam itu menganggukkan kepala seraya mengiyakan perintah Lionello.
"Lakukan sekarang," perintahnya lagi.
Silvana pun menundukkan kepala dan pamit pergi. Dalam sekejap gaun hitam itu mempertontonkan punggungnya yang dipenuhi oleh tatto. Rambutnya dia biarkan tersibak di atas pundak kanannya. Pinggangnya berlenggak-lenggok layaknya model yang berjalan di atas catwalk sedangkan heels sepatunya mengetuk-ngetuk lantai, mengisi ruangan yang nampak sunyi tersebut.
Lionello memalingkan wajahnya. Dia berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Dirinya nampak memikirkan sesuatu. Hingga perlahan sorot matanya melirik ke arah Gustavo.
"Apa kau sudah mengamankannya?" tanya Lionello mengingat hal penting yang terjadi sebelum dirinya mendapat kiriman bunga.
"Sì, Signore." Gustavo menganggukkan kepala saat menjawab pertanyaan Lionello.
"Setelah aman, kembalikan mereka pada keluarganya," perintah Lionello dan langsung mendapat persetujuan dari Gustavo.
"Bagaimana jika musuh mencoba mengusiknya kembali? Lalu apakah kita harus melawannya untuk melindungi target?"
"Di mana mereka?" Lionello menatap Gustavo.
"Mereka ada di kastil Leone Nero, Signore."
Setelah mendengar jawaban Gustavo, Lionello bangkit berdiri. Mendorong Gustavo untuk sigap dalam mendapat perintah atau mengikutinya. Sampai akhirnya langkah kaki Lionello tertuju ke arah pintu, membuat Gustavo mengikutinya.
Lionello dan Gustavo pergi ke kastil Leone Nero untuk bertemu dengan beberapa anak yang telah berhasil di selamatkan anggota Leone Nero dari salah satu Don Pietra Focaia.
Pietra Focaia adalah sebuah organisasi mafia yang dipimpin oleh Vitaliano Valla, seorang pria keturunan Spanyol yang bernama asli Calixto Toledano. Entah mengapa pria itu mengubah namanya menjadi nama orang Italia, yang Lionello tahu alasannya adalah dirinya.
Lionello belum tahu pasti alasan sebenarnya, tetapi dia merasa enggan untuk mencari informasi mengenai hal tersebut. Baginya tidak begitu penting.
***
"Apa?!"
Violetta membelalakkan kedua matanya mendengar penjelasan Nieve dan ibunya.
"Tapi Madre, aku ...."
"Apa kau tidak setuju?" tanya Nieve cemas melihat ketidaksenangan Violetta.
Wanita itu menatap enggan pada Nieve sebelum akhirnya kepalanya tertunduk.
"Aku tahu mungkin itu terlalu cepat untukmu. Kau kan masih ada waktu satu bulan untuk mengenal Lio." Nieve melirik ke arah samping seolah sedang berpikir, hingga perlahan dirinya kembali menatap Violetta yang duduk di sofa seberang. "Bagaimana jika sekarang kau main ke rumah kami. Kau belum pernah ke sana kan?" ajak Nieve.
Violetta hanya diam mendengar ajakan Nieve. Membuat Nieve merasa cemas jika Clara akan menolak perjodohan tersebut karena sepertinya Violetta belum benar-benar menerimanya.
"Lio sedang tidak ada di rumah. Kau bisa main ke rumah kami sambil menunggu dia pulang. Tadi pagi waktu hendak pergi, Lionello mengatakan bahwa dia akan pulang nanti siang. Bagaimana, hmm? Apa kau bersedia berkunjung ke rumah kami?"
"Va bene, Signo—"
"Sssttt." Nieve memotong ucapan Violetta dan mendekat ke arah wanita itu. Dia duduk di sampingnya. "Panggil aku Madre, atau ... yang lain asal jangan sebutan itu. Karena kau akan menjadi menantuku nantinya," pinta Nieve.
Wanita itu tersenyum kaku dan mengangguk hingga menarik Nieve untuk tersenyum lebar. Sebelah tangan Nieve mengelus wajah Violetta dengan lembut membuat wanita itu tertegun. Ada pertanyaan yang hinggap dalam otaknya setiap kali melihat cara Nieve tersenyum padanya.
Violetta yakin wanita paruh baya itu adalah orang yang baik. Sehingga meskipun dirinya tidak menyukai Lionello, tetapi orangtuanya tetap memaksa untuk menikah dengan pria itu, Violetta merasa lega akan mendapatkan ibu mertua seperti Nieve.
***
Leone Nero, sebuah kelompok sindikat kejahatan yang terorganisir dengan sangat baik kini telah memiliki lebih dari 65.000 anggota yang tersebar di setiap kota di Italia, Perancis, Albania, Bulgaria, Rusia dan Jerman.
Dulunya kelompok Cosa Nostra ini memiliki bisnis penjualan organ dalam manusia dan narkotika. Tetapi seiring berjalannya waktu, setelah dipimpin oleh putra Enzo—Lionello Giovinco, Leone Nero telah memiliki jalur bisnis lain. Dan sejak saat itu, Leone Nero lebih banyak dikenal oleh para pengusaha bisnis legal maupun ilegal hingga pejabat tinggi negara di negara-negara yang telah dikuasai oleh Leone Nero.
Pemerasan, perjudian ilegal, perdagangan senjata, dan perampokan kini menjadi bisnis Leone Nero. Sedangkan bisnis utamanya adalah perdagangan narkotika. Perdagangan organ dalam manusia sudah tidak diberlakukan lagi oleh Lionello semenjak terjadi insiden pada salah satu putra Don.
Leone Nero adalah sindikat kejahatan hitam yang semakin tumbuh dan terkendali sejak lima tahun terakhir. Ia telah berkembang menjadi kartel kejahatan yang kuat dengan rantai komando, penegak hukum serta pemodal.
Sebuah mobil Maserati Levante Trofeo terparkir di depan bangunan kastil yang memiliki arsitektur bangunan Romawi dengan dinding berbahan tuf. Seorang pria nampak menginjakkan kakinya ketika keluar dari mobil. Dia membuka pintu bagian belakang seraya menundukkan kepalanya saat sang tuan keluar.
Seluruh anak buahnya langsung membungkuk hormat saat melihat kedatangannya. Tetapi Lionello seolah bersikap acuh dan lebih menunjukkan kewibawaannya. Kakinya yang jenjang melangkah lebar menuju sebuah ruangan diikuti Gustavo.
Lionello berjalan di sepanjang koridor kastil, menuju sisi bangunan yang lain. Sepanjang langkahnya menarik setiap anak buahnya untuk berhenti dan membungkuk hormat hingga dirinya melewati mereka. Sampai akhirnya pria itu menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah pintu. Gustavo langsung membuka pintu tersebut, menarik perhatian beberapa orang yang ada di dalam ruangan.