Lionello semakin mendekatkan tubuhnya hingga kedua tangannya menapak pada permukaan selimut. Wanita itu tidak bergerak sedikit pun saat dirinya kini sudah berada tepat di depan wajahnya. Ujung bibir kanan Lionello tertarik ke atas membentuk senyuman miring. Dia semakin mendekatkan wajahnya hingga ujung hidung mereka bersentuhan.
Violetta tertegun ketika merasakan pucuk hidungnya bergesekan dengan hidung Lionello. Kedua tangannya hendak mendorong tubuh pria itu supaya menjauh darinya, tetapi Lionello justru mencengkeram masing-masing pergelangan tangan Violetta dan menempelkannya pada kepala ranjang.
"Lepaskan," desis Violetta pelan. Dia tidak ingin mengganggu Nieve ataupun yang lainnya yang saat ini sedang beristirahat.
"Apa karena kita akan menikah, kau jadi bersikap seenaknya tidur di kamarku?" tanya Lionello tepat di depan bibir Violetta, seolah tidak ingin mencari jarak di antara mereka sehingga membuat kedua kaki Lionello merangkak di atas ranjang.
"Bukan aku yang ingin tidur di kamarmu!" jawab Violetta sembari terus mencoba melepas cengkeraman tangan Lionello pada kedua lengannya.
Lionello justru kembali menampakkan seringaiannya seolah tidak mempercayai Violetta. Dia memiringkan kepalanya sehingga bibirnya berada tepat di depan telinga wanita itu. Lionello sengaja mengeluarkan napasnya membuat tubuh Violetta merinding merasakan deru napas hangatnya. Dia reflek menutup matanya dan memalingkan wajahnya ke arah samping, seolah memberi ruang lebih luas pada Lionello.
"Aku akan memperingatkan padamu satu hal yang sangat penting," bisik Lionello tepat di depan telinga Violetta. "Lebih baik kau batalkan keinginanmu untuk menerima lamaran itu," sambung Lionello membuat Violetta membuka kedua matanya.
"Kenapa aku harus menolaknya?" tanya Violetta dengan nada menantang. Dia bahkan memberanikan dirinya untuk menatap langsung sepasang netra cokelat terang di depannya.
Pria itu menegakkan wajahnya hingga kini kembali pada posisi awal yang berada tepat di depan Violetta. "Karena kau akan menyesal jika menikah denganku," jawab Lionello.
"Apakah maksudmu karena aku menikah dengan pria yang memiliki orientasi seks tidak normal sepertimu?" Violetta menaikkan sebelah alisnya. Dia menatap mencemooh pada Lionello.
Lionello terdiam sejenak. Sorot matanya berubah tajam saat mendengar penghinaan secara langsung di depan wajahnya. Hingga tanpa sadar cengkeraman pada kedua lengan Violetta semakin kuat membuat wanita itu meringis pelan.
"Lepaskan aku! Cazzo!" gertak Violetta diiringi rintihan pelan.
"Kau tidak sadar sedang menghina siapa, Señorita," desis Lionello membuat Violetta mengernyitkan keningnya.
Mengapa pria itu memanggilnya dengan nama panggilan orang Spanyol? Violetta mencoba membalas tatapan tajam pria itu, meskipun pada akhirnya dia selalu mengalihkan tatapannya setiap detik.
"Apa kau ingin sebuah pembuktian?" tanya Lionello.
"Pem .... " Violetta mengejapkan matanya berulang kali sedang wajahnya berubah memerah. "Pembuktian apa maksudmu?" tanyanya.
"Aku hanya cukup melepas celana dan memasukkan milikku ke dalam tubuhmu. Kita bisa melakukannya sekarang jika kau menginginkannya," tawar Lionello dengan nada penuh kemenangan.
"Aku tidak butuh pembuktianmu! Lepaskan aku!" sentak Violetta. Kini dia tidak lagi memikirkan jika suaranya akan mengganggu orang lain. Dia merasa cemas dan takut jika pria itu benar-benar akan melakukan hal itu padanya.
Lionello justru tertawa membuat Violetta merasa kesal. Sekarang posisi pria itu sudah naik di atas ranjang. Kedua kakinya mengapit kaki Violetta sedangkan kedua tangannya masih mencengkeram lengan wanita itu.
"Dasar pria gay! Pria aneh! Lepaskan aku!" gertak Violetta. Dia terus menggerakkan kedua tangannya supaya cengkeraman Lionello terlepas.
Tetapi dirinya justru semakin merasa sakit setiap kali berusaha melawan untuk melepas tangannya. Cengkeraman pria itu semakin kuat seiring perlawanannya. Hingga akhirnya membuat Violetta menyerah untuk terus menggerakkan kedua tangannya.
"Semakin kau menghinaku, aku semakin tidak sabar untuk mengoyak milikmu," desis Lionello diiringi senyuman miringnya yang terlihat sudah melekat kuat di mata Violetta.
"Apa kau tahu hal yang aku pikirkan saat terus melihat ke arahmu di pesta ulang tahun Gustav?" tanya Lionello.
Violetta hanya menatap Lionello tanpa da keinginan untuk menjawab pertanyaan pria itu. Tatapannya sekilas teralihkan, mengingat saat pesta perayaan ulang tahun kakaknya. Waktu itu Lionello memang terus menatapnya secara terang-terangan hingga mampu membuatnya menjadi gugup.
"Aku bisa mengetahui apapun yang kau sembunyikan di balik pakaianmu," bisik Lionello tepat di depan bibir Violetta membuat bibir mereka hampir bersentuhan.
"Bastardo!" desis Violetta.
Lionello tersenyum lebar. Perlahan tatapannya turun pada belahan d**a Violetta. Dia dapat melihat pakaian dalam wanita itu dari arahnya.
"Aku ingin meremas d**a mu kuat-kuat lalu memainkan jariku di dalam milikmu sampai kau menjerit meminta lebih. Dan saat itu ... Kau akan terus memohon padaku untuk memasuki milikmu setiap saat .... " Lionello memelankan suaranya ketika menyadari ekspresi wajah Violetta berubah. Dia memberikan senyuman menggoda seraya melirik ke arah d**a wanita itu. "Aku bahkan akan membuatmu ... selalu mengangkang setiap di depanku."
"Hentikan .... " Violetta berbisik pelan. Dia memalingkan wajahnya yang sudah memerah.
Kalimat-kalimat yang keluar dari bibir Lionello mampu menyulut gairahnya. Dia mengepalkan kedua tangannya untuk menahan dirinya. Sedangkan napasnya tersengal-sengal seolah pria itu enggan membagi oksigen yang ada di dalam kamar tersebut. Suasana di dalam kamar pun berubah panas membuat Violetta mengeluarkan keringat dingin karena menahan sesuatu yang muncul tanpa diundang dirinya.
Lionello enggan menghentikan ucapannya. Dia justru memberikan ciuman tipis pada bibir wanita itu. Lionello ingin membalas penghinaan Violetta sehingga dia berusaha menggoda wanita itu.
"Kau akan merasa menyesal karena berpikir aku adalah pria gay setelah merasakan milikku di dalam tubuhmu. Kau akan merasa sesak, b*******h, dan yang pasti ... kau akan menjerit penuh kenikmatan saat milikku berhasil membuatmu ... mencapai puncak ... kenikmatan .... "
"Hentikan .... " Violetta terus memejamkan mata. Otaknya merespon dengan cepat ucapan pria itu hingga tanpa sadar membuat miliknya menjadi basah di bawah sana. Dia menggigit bibirnya karena merasa kesal pada dirinya sendiri. Dia ingin mendorong pria itu, tetapi menyukai deru napas hangat yang menyapu kulit wajahnya.
"Hanya dengan satu sentakan ... " Lionello tersenyum miring saat menggesekkan miliknya yang sudah mengeras di balik balutan celana pada belahan paha Violetta membuat wanita itu merasakan panas dingin membayangkan setiap ucapan yang terlontar dari bibir seksi Lionello. " ... milikmu akan sesak seketika. Dan ya ... Kau tidak akan bisa bernapas dengan normal saat merasakannya," bisik Lionello di depan telinga Violetta. Dia kembali memiringkan wajahnya.
Saat Lionello hendak memainkan lidahnya pada telinga Violetta, dia menahan niatnya saat mendengar Violetta mendesah pelan karena napas hangatnya yang menyapu permukaan kulit. Lionello menyeringai lalu melepas cengkeramannya pada kedua lengan Violetta. Dia bangkit dari atas ranjang, menjauh dari Violetta yang sudah dipenuhi oleh gejolak gairahnya.
Lionello mendesah kasar sembari menatap Violetta dengan penuh penghinaan. Dia merogoh saku celana untuk mengambil bungkus rokok serta pematiknya. Lionello membuka bungkus tersebut lalu mengambil sebatang rokok dan menyalakannya dengan pematik api.
Saat mulutnya berhasil mengeluarkan kepulan asap pertama dari rokoknya, dia kembali menatap Violetta yang masih duduk mematung.
"Kau cukup murahan, Señorita," cemooh Lionello membuat Violetta tercengang mendengar kalimat penghinaan tersebut.
Dalam sekejap api gairah yang dirasakannya menghilang tak tersisa. Dia menatap tajam pada sosok pria yang kini tengah asyik menikmati sebatang rokok dan asapnya. Kedua matanya memerah mengingat kebodohannya yang terjerumus ke dalam godaan pria itu.