'Aku memang menginginkan seorang anak, tetapi-aku tidak ingin menikah. Jika karena anak itu kau menginginkan ikatan pernikahan denganku, maka-lebih baik dia tiada. Aku belum siap.' Batin Vector.
.
Catalina menancap gas mobilnya dengan kecepatan tinggi, kata-kata Vector benar-benar membuat kepalanya terasa mendidih. Pria itu benar-benar b******k!.
"Tenanglah ... kau aman bersamaku, Baby." Mengelus perutnya lembut sebari tersenyum.
.
"CARI DIA SAMPAI KETEMU!" teriak Vector, pasalnya sudah satu bulan lamanya Catalina tidak kembali. Dan hal itu benar-benar membuat Vector hilang akal. Dia merasa gelisah tak menentu, ia merasa begitu bersalah. Memikirkan bagaimana keadaan Catalina. Di mana gadis itu? Apa dia baik-baik saja? Dan juga anak dalam kandungannya -ah, tiba-tiba saja Vector memikirkan keadaan anak yang sempat ingin ia singkirkan.
Semenjak menghilangnya Catalina, Vector benar-benar berubah menjadi manusia tanpa nyawa. Jiwanya seakan pergi entah kemana, dia merasa begitu gila. Tak menyangka jika menghilangnya sosok Catalina akan mampu merubah kehidupannya menjadi seperti ini.
Sudah dua bulan lamanya Catalina pergi meninggalkan Vector, bahkan anak buah yang dikerahkan pria itu tak mampu menemukan keberadaan sang gadis. Di mana dia? Apa yang sedang Catalina lakukan?
Vector memasuki kamar Catalina, sudah menjadi rutinitas seorang Vector selama dua bulan ini, setiap kali merindukan sang gadis ia akan datang ke kamarnya dan menatap semua benda yang pernah gadis itu miliki. Bahkan Vector juga tak mengijinkan pada pelayannya untuk membersihkan kamar Catalina. Dia tersenyum selayaknya orang gila, duduk di pinggiran kasur dan mengelus bantal yang pernah Catalina pakai. Mengangkatnya lalu menghirupnya dengan mata terpejam, menikmati aroma khas dari tubuh Catalina yang masih menempel di kain pembungkus bantal tersebut.
Anak buah Vector sampai dibuat ketakutan. Pasalnya mereka seperti tak mengenali sang tuan. Vector mendadak menjadi pria lemah, banyak melamun dan itu semua dikarenakan jalang kecil yang pernah tinggal bersama mereka. Bisa dikatakan Catalina merupakan gadis terhebat yang mampu membuat seorang ketua mafia bengis seperti Vector hancur hingga titik terdalam.
"Di mana b******n Mafia, itu?" tanya sosok pria yang terlihat lebih tua dari Vector. Yah, dia bernama Alexander Jade, pria yang menyandang sebagai kerabat Vector. Pria itu baru saja bertanya pada anak buah Vector.
"Ada di kamar biasanya, Tuan." sahutnya.
"Pemuda itu benar-benar, ada apa dengannya?" geram Alexander dalam hati dan berjalan menuju ke arah kamar yang memang menjadi tempat berdiam diri seorang Vector.
Hah! Alexander mendengus lesu saat lagi-lagi harus melihat Vector Jade meringkuk di atas kasur bak mayat hidup, sembari memeluk bantal berwarna merah di sana. Ada apa dengan bantal itu? Apa Vector sudah gila karena belum mendapatkan pendamping hidup? Sampai-sampai dia menganggap bantal sebagai kekasih? Pikir aneh Alexander. Pria itu pun berjalan mendekati Vector, duduk di pinggiran ranjang dan mengelus lengan kokoh Vector.
"b******k!!!" Vector yang tadinya memejamkan mata tiba-tiba terbuka dan langsung mengacungkan senjata apinya ke arah orang yang baru saja menyentuh lengannya.
"Wohoo ... calm down Dude .." Alexander mengangkat kedua tangannya ke atas.
Vector merotasi bola matanya, menaruh senjata apinya dan kembali memeluk bantal Catalina lagi. Membuat Alexander semakin heran.
"Vec, ada apa denganmu? Apa aku perlu mengundang seorang jalang berkualitas ke sini untuk menemanimu?" bisik pria itu.
Vector tak menggubris ucapan pria di dekatnya, ia semakin mempererat pejaman matanya. Sejujurnya semenjak kepergian Catalina, Vector tak pernah lagi bermain jalang. Baginya setiap kali menyentuh seorang wanita, otaknya akan mengingat Catalina dengan sendirinya. Dan hal itu membuat libidonya hancur, ia tak bernafsu dengan wanita lain. Hanya Catalina, yah ... hanya gadis nakal itu yang mampu memancing gairah seorang Vector. Namun gadis itu sekarang sudah menghilang entah kemana.
Di sela pejaman mata Vector, bayangan Catalina kembali terlintas di dalam benaknya. Ia membuka kedua matanya cepat dan mendudukkan tubuhnya kasar. Membuat Alexander yang sedari duduk memandanginya terkejut dan hampir saja terjungkal melihat tingkah aneh Vector.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau mengejutkan ku seperti itu?" heran Alexander.
"Catalina." satu kata terucap dari bibir Vector dan itu adalah nama Catalina.
"Hei, bukankah itu jalang sewaanmu yang katanya menghilang beberapa bulan yang lalu?" Kekeh Alexander karena menganggap Vector terlalu berlebihan. Biasanya pria itu tak akan menganggap jalang-jalang yang pernah tinggal di sana, bahkan tak jarang Vector melenyapkan mereka dengan tangannya sendiri. Lalu, ada apa sekarang? Jangan bilang jika pria ini gila lantaran Catalina pergi. Tebak Alexander.
Vector meraup wajah kacaunya, ia menoleh ke arah meja nakas di sampingnya yang terdapat barang-barang Catalina, dari kunci mobil, dompet yang berisikan black card, yang pernah ia berikan padanya. Vector benar-benar khawatir pada Catalina, gadis itu pergi tanpa membawa uang sepeserpun. Dia sekarang tinggal di mana dan dengan siapa? Bagaimana dia hidup jika tak membawa uang sama sekali. Dan Vector sadar, kepergian Catalina dikarenakan dirinya. Terlebih gadis itu sekarang tengah ... hamil anaknya. Bodoh! Kenapa aku sangat bodoh! Membiarkan gadis yang aku cintai pergi. Umpat Vector dalam hati.
Tanpa sadar pria itu menitikkan air mata yang mana membuat Alexander kembali terheran-heran. Hei, seorang ketua mafia menangis adalah kejadian langka, jika kalian tahu.
"Hei .. hei ... ada apa sebenarnya? Cerita padaku, Dude." Alexander mulai panik dan meraih tubuh Vector agar menumpukan kepalanya di atas d**a bidangnya.
Vector semakin menangis sesenggukan, ketahuilah ... dia hanya akan menampakkan sikap lemahnya pada orang yang sangat ia percaya, yaitu Alexander.
"Vec ... ceritakan padaku." Alexander menepuk punggung Vector pelan.
"Aku mencintainya." lirihnya di sela isakan.
Tunggu! Alexander mendadak bodoh mendengar ucapan Vector. Apa pria yang ada di pelukannya baru saja berkata 'cinta' sejak kapan pria ini memiliki perasaan? Alexander mengerjapkan matanya beberapa kali mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Vector.
"Apa kau sedang mengigau? Aku akan mengantarmu ke rumah sakit, sepertinya kau sedang tidak baik-baik saja."
Vector mendorong kasar tubuh Alexander dan memilih kembali menidurkan tubuhnya. Percuma saja bicara dengan pria gila seperti Alexander. Yang hanya akan menertawakan dirinya.
"Baiklah ... baiklah, jangan marah. Kau terlihat seperti bocah labil yang sedang putus cinta, Vec. Menjijikkan sekali."
Vector membuka kedua matanya sayu masih dalam posisi memeluk bantal Catalina. "Aku benar-benar mencintainya. Aku tidak bisa berhenti memikirkan nya."
"Hemh, apa kau benar-benar mencintai Catalina? Jalang yang ingin kau habisi beberapa tahun yang lalu? Hah, aku tak menyangka jika dia berhasil mengambil hati batu seorang ketua mafia ini." Kekeh Alexander sembari mengusak rambut Vector. Dia sudah menganggap Vector seperti adiknya sendiri.
"Aku baru menyadari perasaanku setelah dia pergi."
"Ayolah Vec ... ini bukan dirimu sekali. Mana Vector Jade yang aku kenal kejam dan dingin itu, hah? Apa kau pikir dengan caramu seperti ini bisa membuat Catalina kembali? Tidak, Vec! Kembalilah bangkit dan cari keberadaan Catalina. Jika kau terus seperti ini, yang ada musuhmu akan memanfaatkan kelemahan pertahanan markas."
Vector mengangguk, ia sadar jika cinta benar-benar mampu membuatnya semakin bodoh. Ia tersenyum singkat memeluk tubuh Alexander.
"Pak tua! Lepaskan Daddy ku!" teriak sosok anak lelaki yang entah sejak kapan sudah masuk ke dalam kamar yang mereka bedua tempati.
Vector mendengus malas menatap tajam ke arah anak lelaki remaja yang dengan seenaknya masuk tanpa permisi itu. Dengan cepat ia mendorong tubuh Alexander agar menjauhi dirinya. Tak ingin berurusan dengan bocah remaja itu.
"Kau membawa b******n kecil ini?" tanya Vector.
Bocah remaja itu bernama Xandro, putra dari Alexander. Dia memang tak pernah bersahabat dengan Vector, mereka akan selalu berkelahi jika bertemu.
"Ada apa dengan pak tua itu?" bisiknya pada sang ayah.
"Sedang patah hati." bisik Alexander balik. Yang mana mengundang gelak tawa dari anak muda tersebut.
"Dia bisa jatuh cinta juga ternyata?! Padahal aku ingin mengenalkan gadis cantik padanya."
Alexander mendelik tajam ke arah Xandro, ia tak ingin membuat Vector marah karena ucapannya.
.
Helaan napas panjang terdengar dari bilah bibir manis seorang wanita cantik. Tubuhnya sangat lelah dan letih, ia merebahkan tubuh gemuknya itu di atas sofa empuknya.
"Apa aku menghilang terlalu lama?" gumam nya. kepada diri sendiri.
Tangan nya beralih ke perutnya yang membesar tentu saja Catalina orang nya, dia begitu kesepian di rumah sederhana yang ta tinggali ini. Catalina tidak pergi kemana-mana, dia hanya ingin menenangkan dirinya selagi melakukan sesuatu yang sangat penting dan rahasia. Bahkan Vector pun tidak boleh sampai tahu, deh karena itu dia menghilang.
"Ahsshh.." ringis Catalina saat merasakan tendangan dari dalam perutnya.
Dia mengelus pelan perut besarnya sembari meringis kecil.
"Berhentilah Baby, Mommy lelah." keluh Catalina kepada perutnya.
Dan dia mengerang kesal saat perutnya, terasa. kelaparan, padahal dia baru saja selesai makan malam dan dia sudah kelaparan.
"Kau rakus sekali. Lihat Karenamu perut sexy Mommy sudah hilang entah kemana. Dan sekarang kau membuat Mommy terlihat seperti gumpalan manusia! Ishh!" gerutu Catalina lalu beranjak dari duduk nya.
Dia berjalan ke dapur minimalisnya lalu memanaskan sup sisa tadi. Sudah menjadi kebiasaan seorang Catalina untuk masak dengan porsi lebih banyak sebagai jaga-jaga jika seperti ini. Sejak dia hamil maka tingkat kelaparan yang ia alami menjadi meningkat. Sehari dia bisa makan sampai 5 kali. Dan dalam waktu 2 bulan ini-berat badan nya naik 15 kg.
Entahlah, apa orang-orang bisa mengenal nya. sebagai Catalina sekarang? Dia kurang tahu.
"Iya-iya, sabar astaga!" erang Catalina kesal saat perutnya semakin meronta-ronta.
Namun dia tersenyum tipis sembari mengelus perutnya. Walau dia sering memarahi calon anaknya, namun dia sangat menyayangi nya. Dia tahu-menjadi gendut dan lapar tengah malam seperti ini resiko sebagai orang yang sedang mengandung. Dia keberatan, sangat keberatan -pada awalnya, namun sekarang dia menerima. kenyataan itu dengan pasrah.
"Kau mencintai Mommy kan? Cepatlah keluar, sayang. Mommy ingin memelukmu." kedua matanya berkaca-kaca.
Sejak kehamilan Catalina, dia menjadi pribadi yang sedikit sensitif dan tidak sedatar dan sedingin dulu. Walau sikap bar-bar nya masih melekat kuat di dalam tubuhnya, namun jika dia berhadapan dengan calon buah hatinya maka dia akan menjadi sosok ibu yang hangat dan sangat menyayangi buah hatinya.
Catalina menyeka air matanya yang hendak turun dengan kasar. Ia menatap kursi di depan nya yang terlihat kosong. Hal itu mengingatkan nya kepada Vector, dadanya kembali berdenyut sakit mengingat ucapan Vector terakhir kali.
"Aku tidak akan menggugurkan anakku." ujar Catalina dengan tatapan nya yang kembali dingin dan membunuh.
.
Vector sedang berkutat dengan berkas-berkas di tangan nya. Walau dia galau dan tidak bersemangat tanpa Catalina, namun dia harus tatap menjadi ketua yang bertanggung jawab, Dia tetap bekerja seperti biasa sambari menunggu kabar dari anak buahnya yang masih sibuk mencari keberadaan Catalina.
Tak tok tok ..
"Masuk," ujar Vector datar.
Tak lama masuklah seorang pria tinggi tampan dengan pakaian formalnya. Dia adalah Joni tangan kanan Vector selain Catalina tentu saja.
"Ketua-ada penyusup di salah satu tempat penyimpanan barang kita." Lapor Joni membuat Vector seketika mengeraskan rahang nya.
"Selesaikan semuanya. Membunuh hama satu tidakkah mudah bagimu?" Vector mengangkat satu alisnya.
Joni menelan ludahnya gugup melihat wajah menyeramkan Vector. Dia bahkan harus meremat jari-jarinya sendiri karena terintimidasi dengan aura Vector.
"T-tidak hanya satu Ketua. T-tapi hampir 100 orang." jelas Joni yang mana membuat Vector seketika berdiri.
Vector berjalan dengan angkuh dan wajah super datar yang siap membunuh siapa saja yang menghalangi nya. Joni berjalan cepat mengikuti ketuanya. Semua karyawan yang melihat wajah mengerikan Vector pun segera menyingkir dan berlari ketakutan.
Dan Joni mengumpat dalam hati karena saat ini dia berada di dalam satu mobil dengan Vector. Bahkan kejadian langka pun sedang ia alami-yaitu disupiri oleh ketua nya sendiri. Namun Joni tidak merasa bangga, sama sekali, dia justru sangat ketakutan dan ingin melompat keluar dari sana.
Mobil yang mereka tumpangi melaju dengan cepat seakan mereka sedang berada di sirquit balapan, Joni merapalkan doa-doa ketika menatap wajah ketuanya yang terlihat menahan emosinya. Tak membutuhkan waktu lama untuk mereka sampai di tempat tujuan.
CKIIT!!!!
Geraman rendah terdengar dari mulut Vector. dia mengeraskan rahang nya ketika melihat begitu banyak nya anak buahnya yang berusaha melawan orang-orang berpakaian formal seperti mereka namun ada yang aneh di mata Vector. Para penyusup tersebut memakai pakaian terlampau formal bahkan dengan dasi kupu-kupu di leher mereka.
"Siapa mereka?" tanya Vector sembari mempersiapkan senjatanya.
"K-kami tidak tahu Ketua. Tiba-tiba saja mereka menyerang bersama seorang wanita yang sepertinya itu adalah ketua mereka," jelas Joni.
"Di mana wanita itu?" tanya Vector yang sudah siap keluar dan membantai semuanya.
"A-ada di dalam Tuan. Mereka berusaha menghalangi kami untuk masuk ke dalam, sepertinya mereka melindungi ketua mereka." ujar Joni.
"Tentu saja anak buah harus melindungi Ketua mereka." Vector melirik Joni tajam.
Vector keluar dari mobilnya dan dengan santai menembaki lawan nya hingga tumbang dan membentuk jalan masuk ke dalam markasnya. Dia sengaja melarang anak buahnya untuk menjadikan pistol sebagai alat pembunuh utama mereka, dia akan menyuruh anak buahnya untuk melawan menggunakan otot dan otak terlebih dahulu sebelum menggunakan senapan. Karena dengan itu akan melatih kekuatan fisik dan tingkat kecerdasan dalam membunuh lawan.