07. Kehancuran Tuan Mafia.

1759 Kata
Catalina memelototkan kedua bola matanya, mendengar rajukan anak lelaki lain yang bernama Mero. Kemudian tertawa lebar, mereka sangat lucu. Hanya di tempat ini Catalina bisa melepaskan kebahagiaannya. "Oooi, baiklah ... baiklah ... aku akan menjadi kekasihmu, dan aku akan datang kesini untuk menjenguk kekasih kecilku ini." gemas Catalina, mencubit kecil pipi gembil Mero. . Catalina memutuskan untuk segera pulang, setelah melepas rindu dengan anak-anak panti asuhan. Kini ia memasuki mansion besar Vector, langsung menuju ke lantai atas. Masuk ke dalam kamarnya, sontak ia sedikit kaget saat melihat atensi Vector tertidur di atas ranjang king size-nya. Tidak biasanya pria itu ada di rumah di waktu seperti ini. Catalina abai dan memilih menuju ke kamar mandi, ia ingin membersihkan diri setelah berkeringat. Beberapa saat kemudian Catalina selesai dengan ritual di kamar mandinya, ia keluar dan melihat Vector sudah terduduk di atas ranjang. Catalina masa bodo, ia mengambil kotak obatnya kemudian duduk di pinggir ranjang, membuka bekas perban di lengannya, ingin menggantinya dengan yang baru. Catalina terlihat kesusahan membuka perban tersebut, dan hal itu tak luput dari pandangan Vector. "Jika kesulitan, setidaknya minta bantuan pada orang di dekatmu. Jangan hanya, diam, kau punya mulut, kan?" titah Vector, membuka perban di tangan Catalina. Catalina hanya diam membiarkan pria itu mengganti bekas perbannya, ia hanya menunduk sembari melihat ujung kakinya. "Kau dari mana?" tanya Vector, selesai menutup luka Catalina. Catalina berdiri dan kembali menyimpan obatnya di atas lemari. "Bukan urusanmu, Tuan." Vector geram, dengan cepat ia berdiri dari tempat duduknya. Meraih wajah Catalina, sedikit mencengkram rahang tirus gadis tersebut agar melihat wajahnya. "Kau marah padaku? Karena perlakuan ku tadi pagi?" tanyanya, telak menatap kedua iris gadis di hadapannya. Hendak menciumnya, tetapi Catalina menghindari sentuhan pria tersebut. "Sepertinya kau yang marah, Tuan." Catalina berseringai, meraih rahang tegas Vector. Melumat bibir sexy pria tersebut, awalnya tak ada balasan dari pria itu, tetapi beberapa detik kemudian ia membalasnya. Mereka saling mengecap lembut bibir keduanya, saling bertukar saliva dan bergulat lidah. Catalina melenguh tertahan di dalam pagutan mereka berdua. Vector semakin brutal memakan bibir tipis Catalina. Tangan kirinya menarik tubuh Catalina agar lebih menempel dengan tubuhnya. Vector mendorong tubuh Catalina agar terbaring di atas ranjangnya, tetapi gadis itu menolak dan melepaskan pagutan mereka berdua. "Tuan, bukankah malam ini aku ada tugas darimu? Jadi--jangan buat diriku tidak bisa berjalan." Vector berdecak kesal. "Ck, puaskan dia dengan mulutmu jika begitu." Catalina menurut dan mendudukkan tubuhnya di hadapan kejantanan Vector yang sudah menegang sempurna. Sedang sang empunya hanya duduk di pinggiran kasur sembari memejamkan kedua matanya, menikmati sentuhan dari gadis di bawahnya. Beberapa menit kemudian, Vector berhasil mencapai puncaknya, menyemburkan cairan putih nya di dalam mulut Catalina. "Telan, Baby." Mau tak mau Catalina menuruti kemauan pria tersebut. Meski rasanya ia sangat mual. Tak terasa jam begitu cepat berganti, dan kini sudah mulai malam. Setelahnya mereka berganti baju. "Tunggu aku di ruang makan." pinta Vector sembari bersiap. Sedang Catalina hanya memakai celana pendek hitamnya dengan sepatu but tinggi sebatas paha dan juga kaos hitam ketat, sesimpel itu dandanan seorang pembunuh bayaran. Catalina sudah memakan makan malamnya, tanpa menunggu kedatangan Vector. Tak lama pria itu datang dan duduk di sampingnya, lengkap dengan setelan jas hitam ketua Mafia. Catalina melirik sekilas dan melanjutkan acara makannya tanpa bersuara. "Hari ini kau hanya bertugas mengawasi diriku dari jarak jauh. Ingat! Jika terjadi apa-apa padaku, kau yang harus membayar dengan nyawamu." "Hm." Catalina hanya bergumam, setelah selesai makan, ia kembali naik ke lantai atas, mengambil perlengkapannya seperti senjata api, pisau kecil dan juga lainnya. . Di sini Catalina berada, di atas gedung tinggi yang sudah terbengkelai. Menyiapkan senjata jarak jauhnya, mengawasi pergerakan Vector di bawah sana. Sedikit kesulitan karena banyaknya box kontainer rusak yang menghalangi pandangan Catalina. Sedikit memicingkan kedua matanya saat menatap dua kelompok tengah melakukan pertemuan di bawah sana. Sunggingan kecil tergambar di sudut bibir manis gadis tersebut. "Ternyata seperti ini proses pertemuan para b******n dunia bawah." Tanpa sadar tatapan mata sipit Catalina tertuju pada sosok pria tampan dengan stelan jas hitamnya, berjalan membelah kerumunan anak buahnya. Merasa ada yang aneh dengan detak jantungnya, Catalina segera memalingkan wajahnya. Menelisik ke area sekitar. Hingga kedua bola mata gadis itu membulat sempurna. "SWATT?!" Catalina bergegas turun dari tempatnya bersembunyi. Ingin dia memberikan tembakan ke arah kerumunan Vector, tapi yang ada malah mereka ribut dan memancing atensi mobil SWATT yang kini menuju ke arah mereka. Catalina mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Memotong jalanan, hingga dirinya berada di tengah-tengah antara kelompok Vector dan mobil SWAT. Catalina tersenyum, mengokang revolver kesayangannya ke arah kontainer rusak di hadapannya. Sedikit jauh, menarik pelatuk benda tersebut. Dan-- BOMMM!!!! Suara ledakan kontainer yang ternyata berisikan bekas tabung gas. Membuat atensi kelompok Vector tersentak. Dia yakin jika suara itu merupakan kode dari Catalina. Dengan cepat mereka kabur dari tempat tersebut. Catalina berseringai, berbalik badan hendak memasuki mobilnya. Namun!! "Hentikan pergerakan mu!" Sial! Sejak kapan mobil SWATT itu ada di sana. Ternyata Catalina sudah di apit dari arah berlawanan. Entah ini sebuah jebakan apa memang kebetulan. Catalina masa bodo, yang ia inginkan hanya kabur dari tempat ini. Dengan cepat ia memasuki mobilnya. DOR ... DOR ... Dua timah panas berhasil mengenai punggung dan kaki gadis tersebut. "Sssshh ... keparatt!!" desisnya, dengan cepat ia menancap mobilnya dengan kecepatan tidak main-main. Tak peduli jika dia menabrak mobil anggota SWATT di hadapannya. Yang terpenting dirinya bisa terbebas dari tempat ini. BRAKKK!! Mobil SWATT terpelanting akibat tertabrak mobil Catalina. Catalina tersenyum bangga dengan kemampuannya sendiri, ia melajukan mobilnya menuju ke arah hutan. Karena jalanan itu jarang dilewati orang. "Ada apa denganku?" gumam gadis itu, ketika merasakan tubuhnya tiba-tiba mati rasa, dan pandangannya mulai kabur. Bahkan kedua kakinya juga tidak bisa merasakan apapun. Tanpa sadar, Catalina berada di jalan pinggiran tebing. Mobil yang ia kendarai menabrak pembatas jalan dan meluncur bebas ke dalam jurang di sana. Catalina hanya bisa pasrah karena tak mampu mengendalikan mobilnya. Mobil yang Catalina kendarai berbalik beberapa kali. Membuat tubuh gadis itu terpental menembus kaca, terpelanting jauh dari mobilnya. Terguling di semak belukar, terguling hingga berhenti karena tubuh Catalina menabrak batu besar di bawah sana. BOMM!! Samar-samar Catalina mendengar ledakan mobil yang sudah ia pastikan itu mobilnya. Perlahan kedua mata Catalina tertutup. 'Apakah ini akhir dari hidupku?' . Vector merebahkan tubuhnya, ia lelah. Sebelum kemudian membuka kedua mata elangnya. Menatap langit-langit ruang kamarnya, entah mengapa di saat dirinya memejamkan mata. Bayangan Catalina muncul di dalam benaknya. Tanpa sadar garis senyuman tergambar di bibir sexy nya. Ia teringat kejadian tiga tahun yang lalu, di saat dirinya mengira jika gadis itu seorang jalang. Tak disangka ... ternyata di balik wajah manis dan cantiknya tersimpan jiwa iblis yang tersembunyi. Dengan cepat Vector menggelengkan kepalanya, saat sadar dengan pemikiran konyol yang ada di dalam kepalanya. Hah! Mungkin dia sangat lelah, bergegas mandi untuk menyegarkan badan. Kemudian pria itu menuju ke arah balkon, mematik sebatang rokok dan mengisapnya dengan seksama. Menatap ke bawah, melihat area parkirnya. Lebih tepatnya melihat mobil Catalina, yang juga belum ada di sana. Ada rasa sedikit khawatir, ah, tidak! Apa Vector memiliki perasaan? Sepertinya dia melupakan kata-kata itu. Satu jam berlalu, Vector memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya dan segera tidur. Namun aneh, kedua matanya tak dapat terpejam, bayangan Catalina selalu saja menghantuinya. Sampai--jam dinding menunjukkan pukul dua pagi. "Sial! Ada apa denganku?" Mengusak rambutnya kasar. Menekan interkom di dekat tempat tidurnya. "Apa dia belum pulang?" "Belum Tuan ..." "Cari gadis itu sampai ketemu, jika dia tertangkap, bunuh secepatnya!" Vector tak segan melenyapkan nyawa siapapun, jika itu mengancam dunia bawahnya. Masuk dalam dunia Vector, sama saja dengan menukar nyawa mereka sebagai tumbal. Vector kembali merebahkan tubuhnya, menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. "Dia tidak mungkin tertangkap dengan mudah, tapi ... kenapa dia belum pulang?" Dengan cepat pria itu memejamkan kedua matanya erat. Berusaha menepis jika sesungguhnya dirinya khawatir pada Catalina. Pagi menjelang. Vector terbangun dari lelapnya, menatap ke samping. Biasanya Catalina akan ada di sana, tapi sekarang--suasana kamar itu nampak sunyi. Tanpa sadar Vector berjalan tanpa ada semangat. Menuruni lantai atas kamarnya, melupakan jika dirinya memiliki lift. DRTTT ... DRTTT ... Ponsel Vector bergetar, dengan cepat ia mengangkat panggilan telponnya. Ini kejadian langka, di mana seorang Vector begitu antusias mengangkat panggilan telpon. "Ada apa?!" "Kami menemukan Catalina, Tuan." "Dimana dia? Bunuh dia jika ...---" "Catalina mengalami kecelakaan, Tuan. Tubuhnya mengalami luka parah, entah dia masih hidup atau sudah mati." Vector tersentak, jantungnya terasa berhenti berdetak. Napasnya tercekat, rasanya ia lupa bagaimana caranya bernapas. Pria itu tidak tahu, kenapa dadanya terasa berdenyut nyeri saat mendengar kabar buruk mengenai Catalina? Tanpa membuang banyak waktu, Vector langsung menuju ke markas rahasianya. Ia yakin jika anak buahnya pasti membawa Catalina ke sana. Yah! Markas Vector sudah di lengkapi dengan perlengkapan rumah sakit lengkap. Mengingat dunia Mafia rentan akan adanya kasus luka tembak, tusuk dan semacamnya. Maka Vector membuat rumah sakit sakit rahasia di sana. Lengkap dengan dokter spesialis ternama, yang ia culik dan ia jadikan anak buahnya. Terlalu beresiko jika dia membawa Catalina ke rumah sakit umum, sangat berbahaya jika pihak polisi mengurus apa yang terjadi. Vector berlari kesetanan menuju ke ruangan operasi. Menghentikan langkahnya di depan pintu ruangan tersebut, dengan tatapan mata penuh kekhawatiran. Membuat anak buahnya memandang aneh ke arah sang tuan. Tak biasanya Vector begitu panik saat mengetahui anak buahnya mengalami kecelakaan. Membuat semua atensi anak buah Vector berasumsi jika sang tuan menyimpan rasa pada gadis itu. Vector menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia sangat takut kehilangan Catalina, entah apa alasannya. Tak berapa lama pintu ruang operasi terbuka. Beberapa dokter yang keluar dari tempat tersebut terkejut dengan keberadaan sang tuan di depan ruang operasi. Ini kali pertama sosok pria itu menunggu anak buahnya di depan pintu. Vector berdiri dari tempat duduknya dan mencengkram krah baju dokter di hadapannya. Membuat sosok tersebut ketakutan. "A-ada apa Tuan?" Gagabnya. "Bagaimana keadaanya? Apa dia selamat?!" tanya Vector menggebu. Sosok dokter tersebut bingung dengan pertanyaan Vector, siapa yang dimaksud tuannya ini? Karena banyak pasien yang ia tangani. Kecuali Catalina, yang memang butuh pertolongan khusus. "Si-siapa yang Tuan maksud?" Vector mengeraskan rahangnya, kenapa dokter ini terlalu bertele-tele?. "Catalina! Siapa lagi memangnya, hah?!" Bentak Vector. Ok! Dimanapun dan apapun itu, sekalipun salah, ketua Mafia akan tetap benar di mata siapapun. "Di-dia mengalami luka parah, Tuan. Keadaannya kritis, beberapa tulang punggung dan tangannya patah." DEG!! Tubuh Vector melemas, mendadak kedua kakinya seperti jelly. Tak kuat menopang berat tubuhnya, otaknya berhenti bekerja. Ia benar-benar hancur, sangat hancur. Baru kali ini pria itu merasakan perasaan takut, takut akan kehilangan sosok gadis yang beberapa waktu ini menemani hari-hari nya. "Catalina, tidak ... jangan begini." cicitan lirih di bibir bergetar Vector. Semua anak buah pemuda itu tak kuasa untuk tidak menitikkan air mata, mereka sedih melihat sang tuan dalam keadaan seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN