Pagi menjelang.
Catalina terbangun dari lelapnya, dia tidak tahu kapan ada di kamarnya lagi. Atau tadi malam dia ketiduran dan dibawa pengawal kembali ke kamarnya? Ah, Catalina berharap jika Vector yang melakukan semuanya.
"Apa tuan masih belum pulang?"
Pengawal itu menggeleng kecil. Catalina mendengus kecewa. Namun tak berapa lama ia mendengar suara gadis dan seorang lelaki tengah tertawa, mendekat ke arah kamarnya.
BRAKK!!!
Pintu terbuka kasar, menampilkan sosok Vector yang kini tengah merangkul pinggang gadis sexy di sampingnya.
"Keluar!" Perintah pria itu pada pengawal yang ada di kamar Catalina.
Catalina menatap datar ke arah Vector.
"Siapa dia?"
"Ck, calon wanita yang akan mengandung benihku." Ujar Vector.
"Kau tidak ingin pergi dari sini? Ah, atau kau ingin melihat kami bercinta?"
Catalina hanya diam, tatapannya tertuju pada gadis yang kini sudah mengecup rahang Vector. Sungguh, Catalina sudah memanas, tubuhnya terasa terbakar.
Vector terkekeh, melirik ke arah kedua kaki Catalina. "Ah, aku lupa jika kau lumpuh, dasar tidak berguna. Baiklah, tetap di sini dan nikmati pertunjukan ku dengan gadis manis ini." Menyunggingkan sebelah bibirnya.
Catalina memejamkan kedua matanya, tak ingin melihat mereka saling membuka pakaian, saling mencumbu dengan tidak sabaran.
"Aaakkhh ... ini sangat nikmat, Tuan!" Teriak gadis itu yang kini sudah duduk di atas kejantanan Vector, membenamkan junior besar nan berurat milik pria tersebut ke dalam lubang sempitnya. Berlahan menaik turunkan b****g besarnya, membuat Vector memejamkan kedua matanya begitu menikmati.
Catalina menggigit bibir bawahnya, tak peduli jika bibirnya terluka karena gigitannya sendiri. Kedua matanya terpejam erat, berusaha menulikan pendengarannya.
"Lebih cepat! Lubang mu sangat nikmat!!" Geram tertahan Vector, mengangkat kedua bongkahan kenyal gadis itu agar dirinya bisa menusuk milik gadis tersebut dari bawah.
Bunyi kecipak basah antara p****t gadis itu dengan kulit Vector.
Catalina meremat erat selimut di sampingnya. Tubuhnya ikut terhentak bersamaan dengan permainan panas kedua orang di sampingnya.
"Hentikan! b******k!!!"
SRAKKK!!!
JLEBB!!
Dengan cepat Catalina meraih pisau buah yang ada di sampingnya, menghujam d**a gadis yang kini masih menaiki kejantanan Vector.
Vector, menatap bengis ke arah Catalina. Melempar gadis tak bernyawa di atasnya.
"Apa yang kau lakukan, hah?!" Marahnya, mencengkram erat leher Catalina yang kini hanya terkekeh sinis tanpa ada rasa takut sedikitpun.
"Mau membunuhku, Tuan?" tanya Catalina dengan raut wajah penuh emosi. "Aku bisa melakukannya sendiri!" Catalina meraih pisau yang baru saja ia tancapkan ke d**a gadis tadi, siap melayangkan ke arah dadanya sendiri.
PLAK!!
Vector menampik benda tajam tersebut hingga terpelanting jatuh.
"Siapa yang mengijinkan mu mati, hah?! Kau milikku! Hidup dan mati mu ada di tanganku! Aku yang berhak memutuskan kapan kau akan mati!"
.
Satu bulan berlalu semenjak Vector melakukan percintaan dengan seorang jalang di depan mata Catalina. Tak membuat hubungan mereka berubah canggung sama sekali. Catalina terkesan biasa saja dengan sikap Vector. Bahkan sekarang pria itu semakin sering pulang membawa seorang gadis cantik. Namun kali ini sedikit berbeda, pasalnya Vector hanya membawa satu jalang tetap bernama Yura. Oh, ya. Satu lagi kabar gembira, Catalina sudah sembuh seutuhnya. Walau masih harus menjalani terapi rutin setiap harinya. Vector juga menyewa dokter spesial kenalannya yang biasa dipanggil dengan Dokter Joan. Pria tampan yang menyandang sebagai sahabat Vector dan kini menjadi dokter pribadi Catalina.
Selama satu bulan lamanya, Vector tak lagi tidur bersama Catalina. Pria itu lebih memilih tidur bersama Yura, kekasih kecil baru Vector. Sedang Catalina tidur sendirian di setiap malam. Yah! Vector awalnya hanya menyewa Yura sebagai pemuas nafsu belaka, tetapi lambat laun melihat kebaikan dan kelembutan di diri Yura, Vector memutuskan untuk melanjutkan hubungannya dengan gadis tersebut. Tidak untuk menjadi pasangan, melainkan Vector membayar mahal Yura untuk mengandung keturunannya, setelah semua apa yang Vector inginkan tercapai, maka pria itu bisa kapan saja membuang Yura dari dalam kehidupannya.
Catalina mencoba menutup mata dan telinganya, setiap pagi harus mendengar erangan kenikmatan yang sayangnya selalu saja terjadi di area dapur mansion Vector. Siapa lagi penyebab suara itu jika bukan ulah Vector yang tak tahu tempat menyetubuhi kekasihnya di mana pun dan kapan pun sesuka miliknya menancap.
Catalina meremat ponselnya erat, sembari mendudukkan tubuhnya di kursi depan meja ruang makan menunggu Yura selesai memasak. Ah, bagaimana dia akan selesai masak jika Vector sudah menunggang pantatnya dari belakang seolah sedang memacu kuda perang.
"Tuanhh ... ahk ...ada Catalina-ummphh."
Bahkan Vector tak memberi celah untuk Yura berbicara, kedua lubang gadis itu di sumpal atas bawah oleh sang tuan Mafia.
Catalina mencoba meredam rasa aneh di dalam dadanya, yang entah kenapa setiap kali melihat Vector bercinta dengan gadis lain membuat hatinya terasa sesak dan begitu nyeri. Terkadang Catalina merasa jika dirinya tengah terkena serangan jantung. Catalina mencoba mengalihkan rasa sakitnya dengan bermain game di dalam ponselnya, meski semua hanya sia-sia. Mendengar geraman kenikmatan yang keluar dari bibir Vector hanya akan membuat hatinya kian semakin sesak.
"Huft." Catalina membuang napas sembari memijit ujung hidungnya.
"Aku sampai! Yeahh! Kau sangat nikmat, Baby!!" Vector mencapai puncaknya dan menyemburkan cairannya memenuhi rahim Yura.
Catalina merenggangkan otot lehernya, mengetukkan jemarinya di atas meja. Mencoba menahan gejolak hati yang kian menahan emosi, kedua bola mata Catalina memancarkan kilatan kemarahan yang begitu membara, tatapan matanya fokus pada jajaran pisau di hadapannya. Tahan Catalina, tahan! Gadis itu mencoba memperingati dirinya sendiri agar tidak bermain kasar dengan mainan baru Vector. Karena mainan pria itu sedikit istimewa.
Beberapa menit setelah Yura selesai dengan acara memasaknya, dan juga Vector selesai membersihkan diri. Mereka berdua bergabung dengan Catalina di ruang makan.
"Baby, kemarilah." Vector memanggil Yura dengan penuh kelembutan, menyuruh sang terkasih duduk di atas pangkuannya. Yura mengangguk dan berlari kecil ke arah Vector, mendudukkan tubuh kecilnya di atas paha sang pria sembari menyuapi pria tersebut begitu tlaten.
Yura tersenyum ke arah Catalina, gadis itu memang sangat baik maka dari itu Catalina masih menahan dirinya agar tidak melenyapkan gadis tersebut.
"Catalina, makanlah ..." pintanya, saat melihat gadis di sampingnya hanya sibuk memainkan layar ponselnya.
"Hn," angguk Catalina, memakan sarapannya begitu santai. Mengabaikan atensi kedua manusia di sampingnya yang kini tengah di mabuk asmara. Walau sejujurnya hati Catalina terasa meradang tanpa sebab yang pasti. Ia sering merasa terluka jika mendengar Vector memanggil gadis lain dengan sebutan sayang, rasanya ia tak terima karena hanya dirinya yang menerima panggilan itu dari sang tuan. Jika ditanya apakah Catalina menyukai Vector-maka jawabnya tidak tahu, Catalina tidak pernah merasakan apa itu cinta, apa itu tertarik dengan lawan jenis. Yang ia tahu dirinya di sini sebagai partner kerja Vector, hanya itu saja. Karena tanpa ada kontrak kerja dirinya tak akan ada di rumah megah ketua Mafia ini.
Selesai melakukan sesi sarapan pagi. Catalina keluar ke taman belakang mansion Vector sekedar melakukan rutinitas pagi, merenggangkan tulang kakinya yang terkadang masih terasa ngilu.
"Pagi Hunny! Apa kau menungguku?" suara husky terdengar mengintrupsi dari belakang Catalina dan itu muncul dari bibir pria tampan yang kini tersenyum manis ke arah Catalina, siapa lagi sosok itu jika bukan Joan. Dokter genit yang dengan terang-terangan selalu menyatakan perasaanya pada Catalina meski tak henti mendapat penolakan sadis.
"Tentu saja aku menunggumu." Singkat Catalina, mengedarkan pandangannya ke segala arah dan tanpa sengaja kedua netranya bersitatap dengan kedua iris Vector yang kini tengah melakukan skin ship dengan kekasihnya di dalam dapur. Bahkan seakan pria itu sengaja memamerkan adegan panasnya kepada Catalina, terbukti dari seringaian sinis yang Vector tampilkan.
"Apa kau sangat merindukanku, cantik?" kekeh Joan. Namun kekehan pria itu terhenti saat melihat kedua kelopak mata Catalina mengeluarkan cairan beningnya.
"Hei, kau menangis? Apa aku menyakiti perasaanmu?" khawatir Joan.
Catalina terkejut dan menghapus pelan kedua pipinya, melihat telapak tangannya yang basah terkena air mata. Aku menangis? Karena apa?.
Catalina menarik tubuh Joan untuk ia ajak duduk di kursi taman tak jauh dari tempatnya berdiri, agar tak lagi melihat adegan panas Vector yang mana akan membuat kedua matanya semakin memanas.
Joan menatap khawatir ke arah Catalina yang terlihat tengah kesakitan menahan sesuatu. "Kau tak apa?"
Catalina membuang napasnya pelan, memejamkan kedua matanya menghalau air mata sialan yang sayangnya tidak ingin berhenti mengalir. Bayang-bayang wajah Vector selalu saja menghantui pikirannya.
"Sakit sekali b******k!!" Catalina memukul dadanya sendiri berkali-kali, berharap rasa sakit yang terpendam di dalam dadanya hilang.
Semakin keras hingga terdengar seperti orang tengah memukul. Joan semakin khawatir karena ia tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis di sampingnya ini.
"Astaga! Astaga! Kau ini kenapa?" Joan semakin panik melihat Catalina terlihat begitu kesakitan.
"Sakit-ini sangat sakit, aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi, hik ... sakit Joan." Isak Catalina sembari terus memukul dadanya semakin keras. Joan mengeraskan rahangnya dan meraih kedua tangan Catalina agar menghentikan pergerakan tangannya. Memaksa gadis itu untuk menatap kedua matanya yang begitu tajam.
"Apa yang terjadi padamu, hm? Katakan padaku, agar aku bisa membantumu." Ucap lembut Joan, menatap sendu wajah kacau Catalina yang kini masih berkaca-kaca, sembari menatap sendu kedua mata pria di hadapannya.
"Cium aku." Pinta Catalina dengan isakan lirihnya.
"A-apa yang kau-ummphhh!"
Catalina tak memberi kesempatan Joan untuk menolak permintaanya. Menarik paksa tengkuk pria di hadapannya dan menempelkan bibirnya dengan bibir sexy pria tersebut. Catalina melumat lembut bilah bibir tebal Joan, tak lama pria itu membalas lumatan lembut dari sang gadis, menarik pinggang ramping gadis di hadapannya agar tubuh mereka menempel lebih dekat.
Air mata Catalina berlahan mengalir di kedua pipinya. Semakin ia melumat bibir Joan, semakin pula bayangan Vector memenuhi kepalanya. Dimana pria itu selalu mencumbunya, melumat bibirnya dengan penuh nafsu yang membara. Namun dalam sekejab ingatannya berputar pada kejadian di mana dirinya melihat Vector bercinta setiap waktu dengan Yura penuh kelembutan tanpa ada adegan kekerasan sedikit pun.
Catalina mengerang kesal, menggigit bibir Joan hingga membuat pria itu sedikit terkejut dengan ulah Catalina yang tiba-tiba. Joan melepas paksa pagutan mereka berdua, menatap wajah Catalina yang penuh dengan raut kesakitan. Menarik kepala gadis tersebut ke dalam pelukannya, membiarkan Catalina menangis menyembunyikan wajahnya di d**a bidang Joan.
Joan tidak tahu apa yang terjadi pada Catalina, yang ia bisa hanya menenangkan gadis tersebut.
Catalina pikir dengan melampiaskan ciumannya dengan Joan, maka sakit di dalam hatinya akan berkurang, karena memang Catalina suka berciuman dengan pria yang dia inginkan sedari dulu. Siapa yang tidak suka dengan adegan manis itu, hm? Namun anehnya Catalina tak merasakan kemistri apa-apa saat ia melakukan ciuman tersebut dengan Joan. Justru hatinya kian sakit, bayangannya di penuhi dengan wajah Vector. Ada apa dengan Catalina? Kenapa dia sama sekali tidak bisa merasakan nafsu pada lawan jenisnya kecuali dengan Vector. Ini benar-benar bukan Catalina yang sesungguhnya.
Tanpa mereka sadari ada mata elang tajam yang sedari tadi mengintai keduanya dari kejauhan.
"Catalina." Suara rendah itu terdengar sangat mengerikan di pendengaran Catalina dengan cepat ia menoleh ke belakang di mana Vector tengah menatapnya dengan tatapan tajam sembari menyilangkan kedua tangannya angkuh.
Catalina tak menjawab, hanya menatap wajah pria itu dengan tatapan terluka.
"Malam ini kau bertugas menjagaku."
"Hn." Sahut Catalina dengan gumaman.
Vector melenggang pergi dan masuk ke dalam rumahnya. Siapapun tahu jika pria itu menahan kesal sama halnya dengan Catalina, tak terkecuali Joan yang semakin bingung dengan sikap sahabatnya dan juga pasiennya.
"Astaga! Kenapa isi mansion ini penuh dengan orang misterius?" Joan mengusak kasar rambut belakangnya.
.
DORR!!
Kedua mata Vector membola lebar, baru saja ia memejamkan kedua matanya menikmati permainan gadis di atasnya. Tiba-tiba saja dikejutkan dengan suara tembakan dan juga cairan merah kental yang mengalir dari kening Yura. Vector syok, melihat Yura terdiam dengan kedua mata terbuka. Ia hendak menoleh ke belakang, melihat siapa orang yang berani melakukan semua ini pada Yura.
Belum sampai pria itu memutar kepalanya, lagi-lagi ia harus dikejutkan dengan jambakan kuat di rambut belakangnya. Sontak tubuh Vector terhempas, mencabut paksa miliknya dari dalam lubang Yura yang sudah tak bernyawa lagi.
"b******k!!"
BRAKK!!
Vector memekik kesakitan saat tubuhnya menabrak nakas di samping ranjangnya. Mendongak ke atas melihat sosok yang berdiri angkuh di hadapannya. Yah! Sosok itu tak lain adalah Catalina, yang kini menatapnya dengan tatapan tajam, gadis itu terlihat begitu murka seperti tengah kerasukan sosok iblis. Yang siap melenyapkan siapa saja di hadapannya.
"BAJINGANN SIALAN!!" teriak Vector, beralih menduduki perut Vector, mencekik leher pria tersebut dan memukul wajahnya dengan sekuat tenaga.
Tidak sempat Vector mengelak dari pukulan membabi buta yang dilakukan gadis di atasnya, gerakan Catalina begitu cepat dan sangat kuat, entah apa yang membuat gadis itu begitu gila. Vector merasakan pening yang luar biasa, dapat ia rasakan ada cairan dingin mengalir dari lubang hidungnya dan juga mulutnya sudah penuh dengan cairan asin sekaligus amis.
"KAU!! BERANINYA KAU BERCINTA DENGAN GADIS LAIN DI SAAT AKU SEDANG MENGANDUNG ANAKMU! b******k!!"
Catalina semakin menggila, ia tak sanggup lagi menahan rasa sakit yang selama ini tersimpan di dalam hatinya. Rasanya tak puas hanya dengan memukul wajah pria di bawahnya ini, sakit di dalam hatinya lebih parah ketimbang luka lebam yang Vector dapatkan.
"Kau lelaki b******n!" isak Catalina, kedua tangganya terasa kelu karena terlalu lama memukul wajah pria di bawahnya ini yang sama sekali tidak melakukan perlawanan padanya.
Vector hanya diam, mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut manis Catalina, otaknya mendadak blank, berhenti bekerja. Hanya teriakan Catalina yang bertubi-tubi mengatakan dirinya 'b******k' yang terdengar begitu jelas di pendengaran pria tersebut.
"Kau benar-benar b******k!!" teriak Catalina sekali lagi, menjambak rambut Vector dan membenturkan kepala pria itu ke atas lantai. Sungguh-wajah dan kepala pria itu sudah kacau dengan berlumuran darah di mana-mana. Namun dia hanya diam, seakan tak mampu untuk melawan gadis di atasnya. Sebenarnya Vector bisa saja menghabisi gadis di atasnya ini dengan sekali hempas, tetapi entah mengapa rasanya begitu sulit. Hanya bisa pasrah menerima semua perlakuan kasar dari sosok gadis tersebut.