Sudah sekitar dua minggu kejadian itu berlalu. Revan tak lagi menganggu Shilla. Lebih memilih menghindar apabila berpapasan. Yang jelas, Revan semakin menjauh dari Shilla. Berbanding terbalik dengan Raka yang kini makin dekat dengan Shilla. Meski tak ada status, pemuda dua puluh tahun itu tetap senang.
Sedangkan hubungan Revan-Raka dengan Rachel, kini sudah membaik. Rachel mengakui kesalahannya, dan meminta maaf langsung kepada Shilla.
Tapi tak ada yang tahu jika, permintaan maaf dan penyesalan Rachel hanya pengecoh saja. Sampai kini, Rachel masih bersikap semaunya pada Shilla. Bedanya lebih berhati-hati. Berhati-hati di sini, mempunyai arti tidak menunjukkannya di depan umum. Akan bersikap manis apabila banyak orang. Dan bersikap kejam saat hanya ada dirinya dan Shilla.
Rachel tak tanggung-tanggung akan menampar atau menjambak bila Shilla melakukan kesalahan. Walau kesalahan kecil.
Rasa benci Rachel pada Shilla menutupi hatinya. Dirinya terlalu sakit mengingat kemarahan kedua saudaranya pada dirinya setelah insiden pagi itu. Ditambah kini kakaknya -Raka- yang lebih perhatian pada Shilla.
Shilla merebut segalanya. Merebut kasih sayang kedua orang tuanya. Merebut perhatian Raka. Merebut rasa bahagianya.
Rachel sangat benci itu. Benci ketika kedua orang tuanya membedakan antara Shilla dan dirinya.
Rachel tau dan sadar diri, dia tidak terlalu pintar. Dia hanya mahasiswi dengan nilai standar di kampus. Dan anak terbodoh diantara kakak-kakaknya. Dia ingin menjadi dirinya sendiri. Tapi paksaan kedua orang tuanya, seolah membutakan pikiran dan melakukan cara kotor untuk menaikkan nilai akademiknya.
Cara kotor itu, baru-baru ini diketahui kedua kakaknya. Untung saja kedua orang tuanya tak mengetahui. Bisa berabe.
Back to topic
"Kak Raka, ajarin yang ini dong," tunjuk Shilla pada nomor yang dianggapnya sulit.
"Coba sini. Oh, ini tuh harus kaya gini dulu terus gini ..bla bla bla," jelas Raka panjang lebar.
Ya, mereka sedang mengadakan belajar bersama. Belajar bersama di balkon kamar Raka. Sebenarnya juga ini Raka yang memaksa. Walaupun Raka mengambil kedokteran, namun ia juga belajar mata kuliah manajemen. Belajar adalah hobi Raka.
Belakangan ini mereka memang dekat. Shilla mulai nyaman dengan Raka. Shilla menganggap Raka seperti kakak kandungnya sendiri yang selalu ada. Tidak dengan Raka, yang menganggap Shilla sebagai wanita. Bukan adik.
Shilla yang telah mengetahui bahwa Raka menyukainya mencoba bersikap biasa saja. Shilla buang jauh-jauh ingatan itu. Berteman dengan Raka sudah cukup. Dirinya tau diri kok. Siapa dia dan siapa Raka.
Mereka tidak tau saja, ada orang yang melihat mereka dari balik pintu yang tidak terkunci. Memegangi dadanya yang terasa sesak. Dia Revan. Ingin sekali rasanya menggantikan posisi Raka di samping Shilla saat ini, dan nanti.
Ada satu hati yang terluka akan kedekatan Shilla dan Raka. Hati yang dulunya beku. Hati yang dingin. Sekarang berubah menjadi hati yang rapuh.
Baru saja kemarin Revan merasakan pertama kalinya jatuh cinta. Tapi cinta pertamanya itu langsung berujung pada patah hati. Untuk pertama kalinya.
"Kak." panggilan itu menghentikan pandangan Revan pada dua manusia berbeda jenis kelamin yang kini tengah tertawa bersama.
"Ya, ada apa?" Itu Rachel. Sejak insiden waktu itu, Revan merubah sikapnya pada Rachel.
Terlalu kecewa pada adik yang disayanginya bisa berbuat sejauh itu. Walau sudah selalu berusaha mengembalikan sikap dan menghilangkan ingatan tentang itu, dirinya selalu tak bisa. Tak bisa kembali lagi menjadi Revan yang dulu sangat lembut pada adik perempuan satu-satunya.
"Bantu aku ngerjain tugas yah?" Pintanya manja. Rachel tak berubah. Walau Revan telah berubah.
"Oh, oke. Ayo." Untuk pertama kalinya Rachel melihat senyum itu lagi.
Revan berpikir, jika Rachel memintanya untuk membantu mengerjakan tugas, kemungkinan besar Rachel sudah berubah. Tak meminta Shilla lagi yang mengerjakan.
“Mungkin Rachel sudah benar-benar berubah,” kata batin Revan lega.
“Maaf Kak,” Rachel sebenarnya tak ingin melakukan semua ini.
Mereka belajar di kamar Rachel. Kamar yang berdampingan dengan kamar Raka. Dimana ada Shilla di sana. Revan dapat mendengar tawa Shilla saat Raka mengeluarkan lelucon-leluconnya. Begitu juga sebaliknya.
Hatinya makin sakit. Makin hancur. Makin remuk. Ternyata Shilla lebih bahagia dengan Raka, dan tanpa kehadirannya. Sekarang wajah yang akhir-akhir ini muram terganti dengan wajah berseri bahagia.
Mungkin inilah akhirnya. Akhir dimana kisah cinta pertama Revan. Cinta pertama yang berujung sakit hati walau belum sempat terucap.
Revan takut dengan cinta. Cinta pertamanya gagal. Mungkin juga akan terjadi pada cinta-cinta berikutnya. Hatinya terlalu sakit untuk merasakan cinta lagi.
******
"Shilla, kamu tau gak?" tanya Raka.
"Gak," jawab Shilla langsung.
"Ih, belum selese." Raka yang gemas mengacak rambut Shilla pelan.
"Kak Raka mah sukanya gitu." Shilla mengerucutkan bibirnya sebal. Tangannya terangkat unruk merapikan rambut panjangnya.
"Hhehehe." Raka terkekeh.
"Gajah terbang keliatan apanya?" Raka mencoba bermain tebak-tebakan dengan Shilla.
"Keliatan bohongnya lah," jawab Shilla cepat.
"Yah, kok tau sih? Harusnya kamu tuh tadi pura-pura gak tau aja," gerutu Raka sebal.
Shilla yang melihat itu tertawa lepas. Bagaimana mungkin seorang Raka bersifat kekanakan seperti ini?
Raka yang melihat itu makin kesal.
"Udah dong. Aku ngambek nih," ancam Raka serius.
Shilla berusaha mengatur napasnya untuk berhenti tertawa.
"Oke oke."
"Nah gitu dong."
Shilla melihat sekelilingnya. Dan terhenti saat matanya menangkap bayangan seseorang yang sedang menatap di balik pintu balkon kamar sebelah. Kamar Rachel. “Apa itu Rachel?”