Selama ini Akram hanya tinggal berdua dengan sang kakak yaitu Rani, Akram diangkat menjadi anak oleh keluarga Rani saat dirinya masih berusia 5 tahun, kini kedua orang tua mereka sudah meninggal, jadi mereka hanya tinggal berdua. Rani sudah pernah menikah, namun bercerai setelah lima tahun tak dikaruniai seorang anak, suaminya memilih untuk menikah dengan wanita lain untuk melanjutkan keturunan.
Hari ini katanya Rani menikah, Akram tak ikut karena dia ada urusan di kampus, dia adalah mahasiswa kedokteran semester akhir jadi lumayan sibuk di kampus. Lagipula acaranya hanya akad dan makan-makan sederhana, jadi Rani tak mempermasalahkan saat Akram tak turut hadir.
Akram pulang ke rumah sore itu, rumah sudah sepi.
“Assalamualaikum,” ucap Akram yang lantas menutup pintu yang tersambung dengan garasi.
“Waalaikumsalam.” Rani langsung menyambut Akram dan membiarkan adiknya itu mencium punggung tangannya.
“Kakak mau kenalin kamu sama abang dan keponakan kamu yang baru,” ujar Rani penuh senyuman, ini adalah pertama kalinya Akram melihat lagi senyuman tulus dari kakaknya itu.
“Kakak angkat anak?” tanya Akram.
“Bukan, anaknya suami kakak, cantik banget, nanti kamu temenin dia kalau dia butuh temen ya,” pesan Rani, Wanita itu langsung menggandeng tangan Akram untuk menuju ruang keluarga di mana suami dan anak tirinya berada.
Sesampainya Rani dan Akram di sana, Fadli-suami Rani-bangkit dari duduknya, dia langsung mengulurkan tangan ke Akram berkenalan, kakak dan abang iparnya itu menikah dengan proses ta'aruf jadi Akram benar-benar belum pernah bertemu dengan abang iparnya itu.
“Akram ya?” tanya Fadli.
“Iya Bang.” Akram mengangguk.
“Haura sini!” Fadli memanggil anak perempuannya yang masih duduk di karpet sembari menonton TV.
“Kenalan sama om Akram,” suruh Fadli.
Haura tersenyum kemudian menyalim tangan Akram. “Haura Om,” ucap Haura.
“Akram,” balas Akram mengusap kepala Haura.
Lalu keadaan hening.
“Haura main yuk ke halaman samping,” ajak Akram karena merasa bahwa Rani dan Fadli butuh waktu untuk mengobrol.
Haura mengangguk kemudian menggandeng tangan Akram keluar dari rumah.
Keduanya naik ke ayunan yang ada di samping rumah.
“Umur Haura berapa?” tanya Akram, gadis di depannya ini sangat cantik walau tampak masih kekanakan.
“Dua belas tahun Om,” jawab Haura sambil mengayunkan ayunannya.
Akram mengangguk-angguk, dia lantas menyandarkan punggungnya ke sandaran ayunan, Akram memperhatikan Haura, wajah gadis dengan rambut lurus di depannya benar-benar cantik, sangat natural.
“Katanya om Akram dokter ya? Nanti obatin Haura ya,” ujar Haura.
“Masih calon, tapi kalau ada yang sakit bilang aja, nanti Om obatin,” kata Akram mengacak puncak kepala Haura. Usianya baru dua belas tahun, namun gadis itu cukup mampu membuat Akram merasa kalau dia benar-benar cantik.
***