Puluhan kilat cahaya yang berasal dari kamera para wartawan terus menghujani sosok anggun yang tengah berjalan di atas karpet merah. Setiap gerakannya terpotret sempurna dalam banyak bingkai kamera mereka. Wajah Xena Archer yang menebarkan senyuman menawan bagaikan sebuah mahakarya yang telah dipahat sedemikian sempurna oleh pengukirnya. Tubuhnya yang tinggi dan ramping terbalut indah dalam gaun merah tanpa lengan dengan panjang bawahan yang menjuntai hingga menutupi kaki jenjangnya. Tampak seperti sebuah gaun yang memang dirancang khusus untuk seorang wanita spesial yang sedang menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia dalam satu tahun terakhir.
Nama Xena Archer memang sudah berkeliaran di dunia entertainment selama hampir sembilan tahun. Namun, kini tengah melambung kian tinggi, menapaki tangga popularitas dengan cepat setelah berhasil membintangi sebuah film series romantis yang juga dibumbui oleh genre thriller dan action. Film berjudul ‘Blood on Your Eyes’ ini menceritakan tentang seorang psikiater wanita —Hilda Willer— yang bertemu dengan seorang pria psikopat licik —Theo Wilson— yang hidupnya tidak pernah luput dari darah dan kematian.
Sepasang kriminal dan psikiater itu menjalani kisah cinta mereka dengan penuh tantangan. Ada banyak kesalahpahaman yang mendera mereka, menciptakan ribuan luka yang tidak pernah berakhir pada setiap episodenya. Walau begitu, kisah cinta mereka tidak luput dari romantisme murni yang menghangatkan hati. Theo merupakan seorang kriminal dan pembunuh handal, tapi tidak pernah sekalipun melayangkan kekerasan kepada Hilda. Sedangkan, Hilda yang seorang psikiater selalu berusaha memahami masa lalu kelam dan trauma yang memicu Theo sampai menjadi seperti ini.
Dua orang dengan latar dunia yang berbeda, saling melengkapi dan menjaga satu sama lain. Jalan cerita seperti ini sungguh membuat para penonton merasa kecanduan dan terus mengulang series. Bahkan para penggemar terus menyerukan banyak pujian kepada Xena Archer dan Dion Nixon karena telah berhasil menciptakan Chemistry pasangan yang tampak murni dan natural. Saking bagusnya akting mereka, para penggemar sampai mengira bila Xena dan Dion benar – benar merupakan pasangan.
“Xena Archer! Melambailah kesini!”
Xena menghentikan langkahnya, memberikan beberapa pose sederhana kepada para wartawan yang telah setia mengikutinya sejak ia menginjakan kaki di atas karpet merah. Disebelahnya, Dion Nixon turut berhenti dan berpose dekat dengan Xena. Terlihat wartawan yang memberikan isyarat kepada keduanya agar berdiri lebih dekat dan lebih intim. Tanpa mengatakan apapun, Dion meletakan tangannya di pinggang Xena. Wanita itu sedikit terkejut, tapi tidak menampakan ekspresi yang berarti dihadapan kamera. Bagaimanapun juga, dia harus menjaga citranya di depan media.
Acara yang dihadiri oleh Xena bukanlah hanya sekedar acara biasa. Acara ini merupakan acara penghargaan untuk produksi film yang sudah terkenal luas di telinga masyarakat dunia ‘The Academy Awards’ atau seringkali juga disebut sebagai Penghargaan Piala Oscar. Karena itulah banyak aktor dan aktris yang sedari awal menebarkan pesona mereka dihadapan media sekaligus untuk memamerkan diri mereka yang mendapatkan kartu undangan Piala Oscar yang tampak bersinar keemasan.
“Tuan Nixon. Nona Archer. Bisakah kalian memberitahu kami hubungan apa yang kalian miliki sejauh ini?” seorang wartawan mendorong mikrofon ke depan Xena dan Dion.
Xena tersenyum, dia lantas tertawa pelan kemudian menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. “Kami hanya teman.”
Di lain sisi, Dion malah memberikan jawaban yang ambigu dan memancing banyak spekulasi kasar. “Tebaklah.”
Suara riuh rendah terdengar dari para wartawan dan penggemar yang berdiri di pinggir. Mereka tampaknya senang saat mendengar jawaban Dion yang dipenuhi tanda tanya itu dan mulai menjalankan sirkuit di otak mereka untuk kemudian di salah artikan menjadi ‘Dion Nixon secara sengaja ingin mendeklarasikan hubungan tersembunyinya bersama Xena Archer.’
Xena hanya tersenyum saat mendengarkan suara ribut mereka. Dia tidak lagi menanggapi dan memberikan lambaian tangan terakhir sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam bangunan Theater klasik yang berdiri di Los Angeles.
Ruang interior dari theater besar itu di d*minasi oleh warna merah lembut yang dipadukan dengan warna keemasan hingga memanjakan mata. Terlihat begitu elegan sekaligus mewah di mata para kalangan elit yang menghadiri acara ini.
Kursi – kursi yang terletak di lantai satu dan persis di depan panggung merupakan tempat yang biasa di isi oleh selebritas kalangan atas serta produser film terkemuka yang namanya sedang melalang buana pada tahun kemarin. Semakin seorang artis duduk dekat dengan panggung, maka kemungkinan untuk menang penghargaan tahun ini semakin besar.
Xena dan Dion duduk di barisan ketiga pada kursi lantai pertama. Mereka menyapa beberapa senior yang sudah duduk terlebih dahulu untuk menunjukkan kesopanan, kemudian duduk pada kursi yang tertuliskan nama mereka.
“Tuan Nixon, nampaknya anda sangat menikmati sandiwara di luar tadi.” Bisik Xena kepada Dion tepat saat mereka duduk. Kalimatnya mengandung sarkatisme yang halus dan tidak menyakitkan sehingga membuat aktor yang lebih senior dari dirinya itu tidak merasa tersinggung.
Dion Nixon tersenyum samar, “Walaupun kamu berkelak kita hanya teman baik. Media hanya akan menganggapmu bersikap denial, karena mereka mengharapkan jawaban yang mereka inginkan, bukan jawaban yang sesungguhnya. Lebih baik membuat mereka ribut dengan spekulasi liar daripada harus terus mengekori kita.”
“Tampaknya saya masih harus belajar banyak dari senior.” Balas Xena. Alasan Dion cukup bisa diterima, dan Xena juga bukan orang yang mudah tersinggung apabila skandal kecil tentang percintaan palsu ini menyebar luas.
“Kamu juga sudah bekerja di dunia hiburan selama kurang lebih sembilan tahun. Pasti juga sangat paham mengenai media massa.”
Xena tersenyum, kemudian menyanjung Dion dengan ucapan, “Pasangan aktor saya tidak ada yang sehebat anda. Tentu saja reaksi media sangat berbeda.”
Karir Xena selama sembilan tahun ini memang sudah cukup baik dan dikenal luas oleh masyarakat. Hanya saja, kali ini dia bisa naik ke tangga popularitas begitu tinggi berkat bermain peran dengan Dion Nixon yang pernah memenangkan piala penghargaan Oscar dua tahun lalu. Wajahnya yang rupawan setidaknya telah mengisi belasan nama majalah populer.
“Kamu terlalu banyak menyanjung. Xena sendiri juga sudah bekerja keras selama ini.”
“Karena kita berdua sudah bekerja keras selama hampir satu tahun belakang ini. Saya harap kita berdua atau salah satu dari kita bisa memenangkan aktor utama terbaik.” Kata Xena seraya tersenyum. Jauh di lubuk hatinya, dia sangat mengharapkan kemenangan malam ini dan memegang Piala Oscar yang selalu didambakan oleh banyak aktor dan aktris.
Dion membalas dengan senyuman juga, kemudian menepuk tangan Xena ringan. “Tahun ini, kamu pasti menang.”
Xena mengangguk, matanya beralih ke arah panggung yang dipenuhi oleh sinar lampu yang menyilaukan mata. Selama ini dia hanya bisa masuk ke dalam nominasi, tapi sama sekali belum pernah pulang sebagai pemenang. Xena sesungguhnya juga tidak terlalu mempermasalahkan bila memang kalah. Namun, harapan besar yang selalu dijatuhi oleh publik kepadanya kadang kala membuat Xena merasa terbebani.
Kerumunan berisi kumpulan selebritas dan produsen film terkemuka mulai mengisi tempat duduk yang masih kosong. Keheningan di dalam Theater pecah oleh suara tawa dan kata – kata pujian yang tidak ada habisnya. Para kalangan atas tidak pernah menyia – nyiakan kesempatan untuk melebarkan koneksi mereka kepada orang – orang terkemuka yang hadir di tempat seperti ini.
“Senang bertemu dengan anda, saya harap kita dapat berhubungan baik kedepannya dan saling mendukung.”
“Saya sudah menonton film anda beberapa waktu lalu. Kemampuan akting anda sangat memukau.”
“Jangan terlalu memuji. Anda sendiri juga sama baiknya.”
Entah sudah berapa banyak Xena melontarkan kalimat yang persis sama malam ini. Energinya terkuras begitu banyak setelah memasang wajah penuh kepalsuan dihadapan para kalangan atas yang hanya ingin saling memanfaatkan satu sama lain.
Sampai akhirnya seluruh lampu di dalam theater mulai mati, pertanda bahwa acara akan segera dimulai dan mengharuskan para tamu undangan untuk tidak mengeluarkan suara lagi.
Xena menghela napas lega setelah mengucapkan salam kepada senior di depannya dan segera menyandarkan punggung pada kursi. Dia dan Dion tidak begitu dekat sehingga mereka juga sangat jarang mengobrol bila tidak berada dihadapan kamera.
“Paman memintaku duduk disini, aku juga sebenarnya tidak mau.” Xena menajamkan telinganya saat mendengar suara bisikan dari seorang pria yang perlahan mulai mendekat dan berhenti tempat di sampingnya.
Xena melirik melalui sudut mata, mendapati seorang pria yang mengenakan jas panjang berwarna hitam duduk di bangku kosong yang berada di sebelah Xena. Sebelumnya, Xena tidak sempat melihat nama yang tertera di atas kursi sehingga dia juga tidak tahu identitas dari pria tersebut.
“Jangan berkata seperti itu, mereka juga bagian dariku.”
Xena akhirnya menoleh, merasa penasaran dengan orang yang sedari tadi berbicara dengan pria itu. Namun, Xena malah mendapati pria itu berbicara kedepan dan tidak ada satupun orang disekitarnya yang juga berbicara.
Pria ini bicara seorang diri!
“Iya, disini memang membosankan. Tapi, paman memaksaku untuk duduk disini, padahal aku lebih senang berdiri di belakang.” Pria itu berbisik kecil, tetapi Xena masih mampu mendengarnya.
Xena mulai berpikiran positif, mungkin saja pria itu sedang melakukan panggilan telepon sehingga tampak seperti berbicara sendiri. Akhirnya Xena memutuskan untuk tidak memperdulikannya dan memusatkan pandangan kepada panggung yang mulai menyala terang.
Seorang pembawa acara terkenal —Luna Lubov—menaiki panggung theater dan mulai membuka acara yang sudah lama dinanti – nanti oleh banyak orang. Seusai sesi penyambutan dan hiburan, Luna Lubov mulai memberi tahu nomine untuk kategori aktor utama terbaik.
Layar besar di belakang Luna berkedip, memunculkan cuplikan film dari setiap nomine aktor yang namanya tertulis di layar. Nama Dion Nixon tertera paling awal, layar kemudian memperlihatkan potongan adegan ‘Blood on Your Eyes’, dimana karakter Theo tengah menangisi karakter Hilda yang sekarat setelah melindungi pria itu dari tembakan polisi.
Adegan ini dapat dikatakan sangat memukau, karakter Theo terbingkai dengan sempurna dibawah tangan Dion Nixon, membuat para penonton akan menangis haru saat menyaksikan Theo yang kehilangan harapan dan cahaya hidupnya.
Setelah itu, nama – nama dari aktor lain mulai muncul sebagai nomine. Xena bukanlah orang yang mempunyai banyak waktu senggang sehingga dia belum pernah menonton film dari aktor – aktor yang masuk ke dalam nomine.
Layar berhenti berkedip, Luna akhirnya membuka suaranya kembali diiringi dengan musik bernuansa ketegangan yang kental, “Dan kategori pemeran utama pria terbaik jatuh kepada … Dion Nixon! Selamat untuk Tuan Nixon, anda saya persilahkan naik ke atas panggung!”
Suara tepuk tangan langsung menggelegar di dalam Theater, memercikan perasaan penuh kebanggan di permukaan tapi sesungguhnya memiliki keirian yang sangat dalam. Dion Nixon tersenyum dan bangun dari kursinya, lamgkahnya dipenuhi rasa percaya diri yang sangat ketara, pertanda bahwa dia memang sudah menantikan namanya disebut oleh Luna Lubov.
“Saya tidak menyangka akan mendapatkan penghargaan ini lagi tahun ini. Saya tidak akan bisa sampai disini tanpa para penggemar serta rekan saya, Xena Archer yang juga banyak membantu saya selama masa shooting berlangsung.”
Ketika nama Xena disebut, secara samar – samar Xena dapat mendengar para aktris wanita langsung berbisik pelan. Dibalik begitu banyak orang yang senang saat Dion dan Xena dipasangkan, tentu saja akan ada pula orang – orang yang tidak menyukai hal itu. Terutama para aktris yang merasa iri kepada Xena karena berhasil melakoni peran bersama dengan salah seorang aktor terbaik pada masa ini.
Xena memilih untuk menutup telinganya dan tidak mendengarkan perkataan buruk tentangnya.
“Xena ini pasti akan mendapatkan banyak kesialan karena banyak disumpahi oleh orang disini.”
Kali ini Xena langsung memutar kepalanya menuju sumber suara yang berada di samping kirinya. Dan mendapati sosok pria asing yang berbicara dengan dirinya sendiri. Xena memang tidak perduli dengan berita miring tentangnya, tapi dia juga merasa tidak senang bila ada orang yang berbicara buruk tepat di sebelah telinganya.
Pria ini duduk di barisan yang sama dengan Xena, pertanda bahwa dia juga orang penting yang mempunyai kemungkinan menang malam ini. Tapi, tingkah lakunya yang buruk semakin membuat Xena tidak tahan untuk mengomel.
“Permisi Tuan, sebaiknya anda mengakhiri panggilan teleponnya. Karena acara ini melarang kita menggunakan ponsel.” Kata Xena memperingatkan.
Pria itu berhenti bicara, kemudian menoleh untuk melihat Xena. Lampu di dalam Theater sempat berputar ke arah penonton sehingga mereka mampu melihat wajah satu sama lain hanya dalam hitungan detik. Ketika melihat penampilan pria itu, Xena tertegun dalam beberapa detik akibat terkesima dengan wajahnya. Pria itu mempunyai rambut panjang yang diikat kebelakang, menyisakan sedikit untaian rambut yang lebih pendek pada bagian depan wajahnya.
Dia mengenakan sebuah anting berliontinkan permata merah di telinga kanannya yang tampak sangat serasi dengan kulitnya yang cerah. Xena sudah seringkali melihat banyak wajah tampan di dalam dunia hiburan, tetapi baru kali ini melihat seseorang mempunyai fitur ketampanan dan kecantikan yang seimbang sehingga menghasilkan wajah yang begitu menawan mata.
Kenapa Xena belum pernah melihat pria ini sebelumnya?
“Oh, tapi aku sedang tidak memakai ponsel.” Balas pria itu seraya tersenyum.
“Saya mendengar anda berbicara sedari tadi, saya pikir anda sedang melakukan panggilan.”
Dia tertawa, “Aku sedang berbicara dengan temanku yang sudah tinggal disini sejak lama.”
Xena memiringkan kepalanya, berusaha mencerna ucapan dari pria itu yang terdengar aneh. “Teman? Saya tidak melihat teman anda.”
“Dia memang tidak bisa dilihat oleh sembarangan orang.”
Tidak waras!
Pria ini pasti tidak waras!
Xena ingin sekali berkata demikian, tapi dia harus memperhatikan tata kramanya di saat banyak pasang mata hadir di sekitarnya. “Mohon maaf Tuan, tapi saya belum pernah melihat anda sebelumnya. Apa saya boleh mengetahui nama anda?”
“Tidak perlu. Tidak perlu. Aku bukan aktor atau produser film disini. Kamu tidak perlu mengingat namaku.”
Xena semakin bingung, “Jika bukan aktor, mengapa anda duduk disini?”
“Paman memintaku untuk duduk disini, aku hanya menurutinya. Padahal biasanya aku selalu berdiri dibelakang setiap tahunnya.”
Setiap tahun dia disini? Memangnya dia melakukan pekerjaan seperti apa sampai bisa terus hadir di dalam acara penghargaan bila bukan aktor atau produser.
“Siapa paman and—”
Suara Xena terpotong saat Luna Lubov berseru tinggi untuk memperlihatkan nomine aktris terbaik pada layar. Matanya berbinar saat melihat penampilannya pada series Blood on Your Eyes, Xena tidak bisa memungkiri bahwa keterampilan akting Xena di dalam series ini sangat sempurna berkat arahan dari Dion dan sutradara yang berpengalaman.
“Kamu Xena Archer itu!” pekik pria yang berada disampingnya sampai membuat Xena terlonjak kaget.
Xena tidak menyangka bila pria ini sama sekali tidak mengenal identitasnya, padahal wajahnya selalu terpampang jelas di banyak saluran televisi dan sosial media.
“Benar, itu saya.” Xena tertawa renyah, menekan perasaan kesal yang bermuara di dalam hatinya.
“Kategori pemeran utama wanita terbaik jatuh kepada … Elaine Chastelair yang memerankan karakter Nina dalam film layar lebar berjudul ‘Sparkling Under The Star’. Silahkan kepada Nona Chastelair untuk naik ke atas panggung.”
Xena meremas kursi dengan kuat, merasa sangat kesal saat namanya tidak disebutkan sebagai pemeran utama wanita terbaik. Padahal dia sudah bekerja keras selama satu tahun terakhir ini untuk mendapatkan penghargaan, padahal Xena telah berlatih sangat lama hanya untuk memainkan peran Hilda. Tapi, mengapa dia masih dikalahkan oleh Elaine Chastelair yang bahkan baru menapaki jalur industri perfilman tiga tahun yang lalu.
“Xena, masih ada waktu tahun depan. Kamu tidak perlu merasa sedih.” Dion tersenyum lembut seraya menepuk tangan Xena pelan.
Seusai mendengarkan kata – kata Dion, Xena langsung terkesiap dan memperbaiki ekspresinya yang mungkin tampak buruk dihadapan publik. “Sepertinya saya memang masih sangat kurang sehingga belum pantas menerima penghargaan.”
Dion mendekatkan bibirnya ke samping telinga Xena, kemudian berbisik, “Lagipula banyak kabar miring tentang Nona Chastelair. Film yang ia bintangi kali ini banyak menunjukkan adegan dewasa, mungkin saja penilai merasa senang melihatnya.”
Xena tidak menanggapi gosip miring yang disebarkan oleh Dion, tetapi hatinya diam – diam menyetujui ucapan Dion. Elaine baru saja menapaki dunia entertainment selama kurang lebih tiga tahun, namun sudah begitu banyak produser film yang berbondong – bondong mencarinya. Xena mengetahui hal itu karena dirinya dan Elaine berada di dalam satu agensi yang sama.
“Aku sarankan, sebaiknya kamu jangan menjadi orang pendendam.” Pria asing itu kembali membuka suara, membuat Xena mengerutkan keningnya sejenak.
“Saya tidak mendendam.”
“Saat ini, bukankah kamu merasa kesal kemenanganmu dicuri oleh orang lain? Kamu tahu, perasaan dendam bisa menarik hantu jahat yang akan memakan energimu, dan kemudian hantu itu pasti tidak akan terus menempelimu dalam kurun waktu yang lama.”
Xena semakin merasa pria ini sudah kehilangan akal sampai membicarakan makhluk seperti hantu yang jelas saja tidak nyata. Dia memang tidak percaya, tetapi masih menanggapi dengan intonasi kesal. “Memangnya apa yang terjadi bila ada hantu yang mengikuti saya?”
Pria itu tersenyum, “Kamu bisa mendapatkan kesialan.”
“Saya tidak percaya.”
“Kamu sebaiknya percaya. Karena tampaknya sudah ada satu hantu yang tertarik denganmu sekarang.” Pria itu menatap lekat ke belakang Xena, seolah benar – benar sedang menatap sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain.
Secara mengejutkan, Xena mendapati tulang punggungnya mendingin dan bulu – bulu halus di tubuhnya mulai berdiri. Menghantarkan sensasi tidak nyaman yang membuat Xena menggigil. Pikiran Xena langsung berusaha menempis perasaan tidak logis tersebut, berpikir bahwa mungkin itu hanyalah sugesti setelah mendengar omong kosong dari pria yang kini tengah merogoh bagian dalam saku jasnya.
Selembar kertas kuning dengan tulisan aneh berwarna merah dikeluarkan dari saku dalam jasnya. Setelah dipikir lebih jauh, kertas kuning tersebut sangat mirip dengan tampilan jimat yang biasanya diberikan biksu di kuil – kuil.
Apakah dia adalah agen yang ingin merekrut orang – orang masuk ke dalam ajaran agama baru?
Xena buru – buru menjauhkan tubuhnya dari kursi pria itu dan melipir menuju kursi Dion yang untungnya tidak begitu memperhatikan interaksi Xena dan pria tidak waras ini karena sedang fokus memperhatikan hiburan di atas panggung.
“Bawa ini! Ini adalah jimat pembawa keberuntungan. Bisa menangkal banyak makhluk jahat dan membuatmu aman.” Pria itu menarik tangan Xena dan menyerahkan selembar kertas jimat kuning itu ke tangannya.
Xena mendesis kecil, merasa bahwa pria berpakaian hitam ini sangat tidak sopan sampai menarik tangannya tanpa izin. “Saya tidak membutuhkannya.”
Xena hendak mengembalikan jimat ke tangannya, tetapi wajah pria itu mendadak berubah menjadi serius dan menekan jimat tersebut ke tangan Xena. “Kamu benar – benar harus membawanya atau hal buruk akan menimpamu nanti.”
“Lepaskan tanganku.” Kesal Xena yang bahkan sudah membuang formalitas di antara mereka berdua.
Pria itu masih menekan tangan Xena sampai akhirnya terlepas tatkala suara musik kencang mengagetkan mereka berdua. Tidak lagi mau berhadapan dengan pria yang semakin tampak tak jelas itu, Xena meminta Dion bertukar tempat duduk dengan alasan tempat duduk Xena terkena udara pendingin ruangan secara langsung yang membuatnya merasa tak nyaman.
Dion tidak banyak bertanya dan langsung menyetujui sehingga sampai akhir acara Xena tidak lagi berbicara dengan pria itu.
• • •
“Xena!! Bagaimana hasilnya? Kamu masuk nominasi? Kamu menang?”
Felix Bailey, manager Xena langsung menghujani Xena dengan pertanyaan begitu wanita itu masuk ke dalam mobil. Wajah Xena berubah kesal tatkala mendengar pertanyaan Felix sehingga dia hanya mendengus dan membuang muka ke arah jendela.
Sebagai manager, Felix sudah terbiasa dengan sikap Xena yang terkadang sering mengabaikan orang lain ketika berada dalam suasana hati yang buruk. Karena itulah, dia berasumsi bahwa Xena sepertinya tidak mendapatkan penghargaan dan merasa sangat marah terhadap dirinya sendiri.
“Xena … jangan berkecil hati. Masih ada tahun depan.” Felix menepuk punggung Xena. Tapi, bukannya menurunkan amarah Xena, tingkah laku Felix malah membuatnya semakin marah.
“Selalu seperti itu! Selalu tahun depan, tahun depan, dan tahun depan! Selama sembilan tahun aku menapaki jalur ini dan bekerja begitu keras untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Tapi, mengapa belum pernah mendapatkan penghargaan paling tinggi itu.” Xena memuntahkan amarahnya dalam satu tarikan napas. Sesungguhnya dia tidak berniat melampiaskan emosi kepada Felix, tetapi dia juga tidak bisa menahan diri.
“Walaupun kamu belum pernah mendapatkan penghargaan Oscar, bukankah kamu sudah pernah memenangkan banyak penghargaan lain? Xena, penghargaan Oscar bukanlah patokan atas kesuksesanmu.” Felix masih berusaha bersikap tenang agar suasana hati Xena tidak semakin buruk.
Xena memerintahkan supir untuk menyalakan mesin mobil, kemudian kembali berkata dengan kesal. “Kamu bisa berkata demikian bila aku bukanlah aktris yang lahir dari keluarga Archer.”
Felix seketika terdiam, tahu bahwa topik ini sudah berada di luar kapasitasnya. Keluarga Archer selalu menduduki puncak teratas dalam industri bisnis dan hiburan. Ayahnya —Adryan Archer merupakan pemilik dari perusahaan produksi film bernama Arc Studio yang kebanyakan filmnya mampu meraih box office serta beberapa kali memenangkan penghargaan oscar, Ibunya —Lidia Archer dahulunya adalah seorang penyanyi bersuara emas yang mampu menggebrak industri musik dunia dengan mengeluarkan belasan album yang memuncaki tangga lagu hits, sayangnya Lidia harus berhenti dari dunia hiburan setelah suaranya sudah tidak lagi sehebat dahulu akibat bertambahnya usia.
Adapun salah seorang anggota keluarga Archer yang paling membanggakan sejak dari usia muda, yaitu kakak kandung Xena sendiri —Helios Archer yang kini masuk ke dalam jajaran sepuluh model pria dengan bayaran tertinggi menurut majalah Forbes.
Xena lahir di keluarga Archer sebagai keturunan terakhir dan telah merasakan banyak keuntungan sejak dia di lahirkan ke dunia berkat menyandang nama Keluarga Archer. Namun, karena perlakuan khusus itu jugalah yang pada akhirnya menjadi bumerang tersendiri untuk Xena.
Semua orang hanya memandangnya sebagai Archer bukan sebagai Xena yang berjalan di atas panggung sandiwara dengan penuh rasa lelah dan kerja keras. Semua orang selalu berkata bahwa dia hanya menikmati ketenaran dari keluarganya dan tidak seharusnya mendapatkan popularitas tinggi.
Hanya dengan mendapatkan penghargaan paling tinggi sajalah yang mungkin bisa membungkam semua orang yang menghina Xena di belakang punggungnya.
“Felix, setelah hari ini mungkin judul berita di sosial media akan dipenuhi dengan kalimat ‘Xena Archer memanfaatkan Dion Nixon untuk memanjat popularitas’. Minta divisi Public Relation untuk menghapus semua berita miring seperti itu.” Xena menyandarkan kepalanya ke kaca mobil, merasa begitu lelah hari ini.
Felix mengetikkan sesuatu di ponselnya sebelum ia berkata. “Sudah kulakukan. Biarkan aku yang menangani kabar miring, kamu hanya harus fokus ke pekerjaanmu saja saat ini.”
Xena mengangguk, kemudian merogoh saku untuk mengambil ponselnya. Namun, dia malah mendapati jimat yang diberikan oleh orang asing masih dia bawa tanpa sadar. Xena mengambil jimat tersebut dan mengamatinya lebih dekat. Tulisan yang ada di atas jimat tidak terlihat seperti huruf dari bahasa yang Xena kenal, mungkin saja itu hanyalah huruf asal yang ditulis oleh pria yang kehilangan akalnya.
“Buang ini.” Pinta Xena seraya meremas jimat tersebut menjadi bola dan melemparnya ke Felix.
Felix menangkap buntalan kertas kuning tersebut, alisnya saling bertautan akibat merasa bingung. “Apa ini?”
“Seseorang yang tidak waras memberikannya kepadaku. Benda itu terlihat membawa kesialan, jadi buang saja.”
Felix tidak bertanya lagi dan membuang jimat tersebut keluar jendela. Tepat ketika kertas jimat yang sudah kusut itu melayang di udara sebelum akhirnya jatuh ke tanah aspal, dua titik cahaya yang menyilaukan terlihat dari arah yang berlawanan dengan mobil Xena.
Xena membulatkan kedua matanya tatkala sebuah truk besar melaju dengan kecepatan tinggi menuju mobilnya. Supir membanting setir ke tepi jalan, membuat empat roda yang berhenti mendadak tergelincir oleh aspal yang masih basah oleh hujan. Xena merasa pandangannya berputar dengan cepat, menarik kuat seluruh ketakutan yang terkumpul dalam pikiran Xena.
PRANG!
Mobil menghantam pembatas jalan, menyebabkan kaca mobil di samping Xena pecah menjadi kepingan – kepingan kecil yang melayang cepat menuju Xena.
Xena bahkan belum sempat merasakan sakit yang mendera seluruh tulangnya sebelum penglihatannya menjadi gelap dan kosong.
‘Seharusnya aku tidak membuang jimat keberuntungan itu.’ Pikirnya dalam hati.
• • • • •
To Be Continued
28 April 2021