Bab 9: Rahasia Buku Diary (3)

1073 Kata
Manda berulang kali mencoba menghubungi Anora tapi selalu gagal, sedangkan di kantor ia terus-terusan diteror oleh atasannya. Terlebih lagi kini Reynaldi, sepupunya menyembunyikan buku Diary Anora yang membuat Manda semakin gelisah. Mondar mandir Manda di rumahnya, ia tak makan, tak tidur bahkan ia tak ke kamar mandi selama delapan jam lebih. Manda turun dari ranjangnya menuju gudang lantai bawah rumahnya yang menyimpan beberapa wine koleksi keluarganya. Ia mengambil satu botol wine, menuangkannya dalam gelas lalu meneguknya dengan cepat. Ia berharap mabuk kemudian tertidur dan bangun dalam kondisi lebih baik, bahkan ia berharap ketika bangun nanti semua keadaan buruk yang menimpanya- gara-gara kelancangannya menuliskan buku diary Anora- sirna dibawa malaikat maut. Tentu saja ia tak berharap malaikat maut turut serta membawanya. Ia tak siap, ia belum menikah. Di tempat lain, Reynaldi juga sibuk menghubungi Anora, ia telah menamatkan membaca seluruh buku diary Anora. Semakin ia membacanya, rasa ingin memiliki Anora semakin tinggi. Ia sudah jatuh cinta pada perempuan itu saat pertama kali bertemu beberapa tahun silam. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menemukan Anora kembali, dan ia tak menyangka akan bertemu Anora lewat kliennya, Haris.  Tentu saja ia cukup bahagia, tidak, bukan cukup, melainkan sangat bahagia. Pertama kali bertemu lagi setelah sekian tahun mencari, ia sudah bertekad akan memiliki Anora dengan segala cara, salah satunya dengan menghadirkan Diana dalam rumah tangga Anora. Reynaldi mengambil ponselnya, memandangnya sebentar lalu melemparkan ponsel itu sekenanya di atas kasur. Haris berusaha menghubunginya dan ia hanya tersenyum simpul melihatnya sembari mengingat apa yang Haris katakan beberapa hari lalu. "Lo bilang ke gue Diana hamil, maka itu gue harus ceraikan istri gue!"kata Haris geram sembari mencengkram erat kerah baju Reynaldi. Matanya penuh amarah, ketika ia membaca buku Diary Anora ia kaget mengetahui bahwa Anora menuliskan buku Diarynya dan mengatakan bahwa ia tidak bisa  hamil, sedang kenyataan yang diketahui oleh Haris sel telur Anora baik-baik saja. Ia dan Anora telah mengunjungi  dua puluh lebih dokter spesialis kandungan. "Anora maksud lo?! Dia sekarang mantan istri lo! bukan  istri lo lagi!" seru reynaldi seraya melepaskan cengkraman tangan Haris darinya dengan kasar. "Lo tidur kan sama Diana?" "Tapi Diana gak hamil!" "Gue gak ngerti soal itu, yang jelas Diana datang ke gue minta tolong buat lo tanggung jawab ke dia karena lo telah tiduri dia!" "Apa urusan lo sampek ikut campur rumah tangga gue!" "Mau tahu jujur?" ledek Rey. Haris diam, firasatnya tak enak. "Gue gak suka Anora dalam pelukan lo!" kata Rey tajam.  "Dasar b******k!" Haris hendak menghantam wajah Rey dengan pukulan tangannya, tapi badan dan tubuh Rey lebih atletis dari Haris, sehingga ia malah mengunci gerakan Haris yang dilayangkan padanya. Dengan sekali dorongan saja, Rey sudah bisa membuat Haris terkapar di lantai. "Jangan salahin gue kalau lo sendiri yang mudah terhasut dan gak percaya sama istri lo!" kata Rey tajam, kemudian meninggalkan Haris begitu saja. Ponsel Rey berbunyi, panggilan dari Anora membuyarkan semua lamunan Rey. Buru-buru ia mengangkat ponselnya. "Ya, Ra?" tanya Rey. "Gue butuh ngomong sama Manda! Minta nomernya!" kata Anora tegas. "Buat apa, ra?" "Gue gak bisa ngomong selain sama Manda! Kasih tahu aku nomernya, atau gue lapor polisi karena mempublikasikan buku Diary gue ke publik tanpa ijin!" ancam Anora. Suasana yang semakin rumit membuat Anora harus berpikir cepat dan tanggap. Ia ingin segera menyelesaikan masalahnya, lalu pergi jauh dari siapapun, terutama Andre. "Oke, gue send, tapi please jangan matiin hape lo!" "Buruan send kontak Manda, gue tunggu!" Belum sempat Reynaldi menjawab, Anora sudah memutuskan percakapannya. Reynaldi mendesah kesal, ia tak ingin memberikan kontak Manda pada Anora sebenarnya, tapi ketika Anora mengancam, ia tak bisa berkutik lagi.  Anora menerima nomer kontak Manda tak lama setelah mematikan teleponnya. Buru-buru ia menghubungi Manda namun tak tersambung sama sekali. Kakinya bergerak-gerak cemas, dan ia selalu mengawasi keadaan jalan raya dari tempatnya berdiri-Mini Market-. Berulang kali Anora memposisikan topinya agar turun dan menutupi sebagian wajahnya. Anora masih mencoba menghubungi Manda, namun tak tersambung, sedangkan puluhan hingga ratusan pesan masuk tak ia baca atau lihat sama sekali, padahal salah satunya ada inbox dari Manda. Anora tak tahu bahwa Manda sengaja mematikan ponselnya karena bosan ditelepon terus oleh atasannya. Anora menghela napas kesal, rencana awal menghubungi Manda sendiri tak berhasil, yang berarti ia harus melancarkan rencana cadangannya. Kali ini ia kembali mencoba menghubungi Reynaldi. "Kafe Mutiara, besok jam tujuh malam, tolong datang bersama Manda!" kata Anora pada Reynaldi singkat lalu mematikan kembali ponselnya sebelum Andre berusaha menghubunginya kembali. Buru-buru Anora keluar dari Mini Market setelah memastikan bahwa Tania dan Andre tak ada disekitarnya. Ia hanya perlu menyebarang sebentar dan naik bus, lalu pergi dari sana. Untuk saat ini ia tak bisa bertemu dengan Andre ataupun Tania. Ia kesal dan marah pada Andre setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Tania. Anora sudah berhasil menyebrang. ia hanya tinggal menunggu bus saja. Saat bus datang, Anora sempat melihat Andre dengan wajah kebingungan melihat-lihat jalan. Ada haru di d**a Anora ketika melihat lelaki itu nampak frustasi mencarinya. Ia ingat bagaimana rasanya dahulu ia juga pernah berada dalam posisi Andre, mencari Andre hingga kehujanan dan kelelahan. "Anora! tunggu!" teriak Tania. Anora tersentak, begitupun dengan Andre yang menyadari bahwa Anora berada di seberang jalan dan akan naik bus. Andre nampak terkejut sangat hingga tanpa sadar langkah kakinya bergerak begitu saja menuju Anora tanpa melihat jalan, membuat Tania berteriak dan suara klakson berbunyi nyaring.  Andre hampir saja tertabrak, ia kaget, begitupun dengan Anora dan Tania. Anora sempat ingin turun kembali dari bus. tapi urung ketika menyadari bahwa Andre berdiri dan baik-baik saja. Setidaknya Anora merasa lega. Anora duduk di bus, ia bisa melihat Andre masih berusaha menghampirinya meski bus telah berjalan. Andre berhasil menyebrang, tapi Anora sudah jauh. Ada sedikit sesak di d**a Anora ketika melihat Andre nampak putus asa mengejarnya. Anora menghidupkan ponselnya dan mencoba mengirim Andre pesan. 'Sorry, gue lagi pengen sendiri.' 'Kita bisa ngomong baik-baik, ra...' balas Andre 'Not now, Ndre! gue butuh sendiri! please ngertiin gue.' 'Oke. Tapi sampek kapan?' "Entahlah, ndre...' "Gue udah nunggu lo selama sepuluh tahun lebih, ra! please dengerin penjelasan gue dulu...' membaca pesan itu membuat hati Anora terkikis pelan-pelan. Rasanya aneh, ia iba dan benci sekaligus. Telepon Anora berdering, panggilan masuk dari Andre, ia menutup telepon tersebut. 'Jangan telepon, atau gue matikan ponsel gue.' ancam Anora. 'Oke, but dont leave me, please....' jawab Andre. Anora mendesah berat  'Fine.' Anora diam, ia me-silent ponselnya, lalu memandang nanar ke luar lewat jendela. Menikmati hiruk pikuk kota yang sibuk dan padat. Sebuah bayangan muncul di benaknya, bayangan yang menyakitkan dan ingin segera ia lupakan. Seperti sebuah tabir yang membuka lorong lintas waktu, Anora terseret kembali ke masa lalu, masa lalu yang sangat ingin sekali ia lupakan. Di sana terlihat seorang gadis yang masih mengenakan baju abu-abu putih turun dari mobil dan tercengang melihat bendera kematian tertancap di depan rumahnya...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN