Bab 8. Perjanjian Sehidup Semati

1012 Kata
Cindy duduk di sofa di ruangannya dengan kedua tangan tetap memegang ujung blazernya agar tidak memperlihatnya bagian depan tubuhnya. Ia tengah memperhatikan beberapa dokumen yang diletakkan di atas meja oleh seorang pengacara bernama Lefrant Emir. “Ini adalah seluruh rincian pinjaman uang yang sudah diterima oleh suami Anda, Melvin Hadinata pada Bapak Sebastian Arson. Perjanjian terakhirnya adalah Melvin menyerahkan Anda sebagai jaminan utang yang harus ia tebus dalam waktu satu minggu. Sayangnya, ini bahkan sudah jatuh tempo dan melewati tenggat waktu bayar,” ujar Lefrant dengan sikap dingin. Pria berkaca mata itu memandang Cindy yang tampak tertegun sekaligus ketakutan. Cindy meneteskan air matanya tanpa ia sadari. Matanya menatapi lagi dokumen perjanjian utang Melvin. “Berapa jumlahnya?” Cindy bertanya dengan suara sangat rendah. “Totalnya 15 milyar.” Cindy membuka mulutnya tak percaya lalu mengatupkannya lagi erat-erat. Kedua tangannya mengepal serta meremas ujung blazer sambil menelan ludah pahit serta getir di ujung lidah. “Karena Bapak Melvin tidak bisa membayar, itu sebabnya mengapa Anda harus bekerja di sini menjadi sekretaris Bapak Sebastian Arson. Anda harus menandatangani perjanjian ini untuk melunasi pembayarannya,” ujar Lefrant masih dengan sikap dingin dan tatapan tajamnya. Cindy menggeleng cepat. “Saya ... saya akan membayar ....” Cindy mencoba bernegosiasi. “Apa Anda memiliki uangnya sekarang?” tanya Lefrant membungkam Cindy. Cindy menggeleng. “Tapi saya bisa meminta bantuan keluarga saya.” Cindy kembali mengusulkan meski ia tidak yakin. Air muka Lefrant langsung berubah. Ia sedikit memicingkan matanya dengan ekspresi yang tidak berubah. “Siapa?” Cindy berhenti sejenak dan berpikir lagi. Keluarga mana yang bisa ia minta pertolongan? “Saya ....” “Nona Cindy, sebaiknya masalah ini segera diselesaikan sebelum merembet pada hal lain. Pak Sebastian Arson, gak suka dengan pengutang yang selalu berjanji membayar tapi tidak pernah menepati.” Lefrant kembali mengancam dengan halus. Cindy makin merasa terjepit. Bagaimana caranya dia bisa keluar dari situasi seperti ini? “Saya gak mau bekerja untuk Pak Sebastian. Dia sudah ... dia sudah berbuat jahat pada saya. Dan tadi, Anda lihat sendiri seperti apa dia menyakiti saya,” tolak Cindy bersikeras tidak mau bekerja untuk Sebastian. Lefrant hanya menanggapi santai sembari mengangguk pelan. “Jangan lupa kalau Anda juga memiliki utang di masa lalu dengan Pak Sebastian.” Cindy kembali menggeleng cepat. “Saya gak ngerti apa yang kalian bicarakan sebenarnya. Saya gak kenal Sebastian Arson sebelumnya.” Lefrant menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat. Ia terus menatap tajam pada Cindy yang masih tidak mau mengaku tentang apa yang terjadi. “Terserah jika Anda masih bersikeras. Jika sudah mengerti, tolong ditanda tangani surat perjanjian ini.” Tanpa rasa belas kasihan, Lefrant meletakkan sebuah pena di atas dokumen perjanjian pembayaran utang milik Melvin. Cindy langsung menggeleng. “Saya tidak mau. Saya tidak sanggup membayar.” “Itulah mengapa Anda harus bekerja untuk Pak Sebastian Arson. Seluruh gaji, fasilitas akan disediakan sesuai dengan kontrak. Setelah Pak Sebastian merasa seluruh utangnya lunas, maka Anda barulah boleh mengundurkan diri,” ujar Lefrant menjelaskan. Cindy tertegun mendengar penjelasan seperti itu. Kali ini dirinya benar-benar sudah dijual untuk seorang pria yang telah menyakitinya oleh suami yang seharusnya melindunginya. Air mata Cindy menetes begitu saja. Ia terjebak dan tidak tahu caranya keluar. Bagaimana caranya meminta tolong pada seseorang? “Silakan.” Lefrant mendesak Cindy lagi untuk segera menandatangani perjanjian pelunasan utang tersebut. Cindy hanya bisa menelan ludah dan makin meremas blazernya. “Apa yang harus saya lakukan untuk melunasi semua ini?” tanya Cindy lagi. Ia mulai pasrah dan putus asa. “Lakukan apa pun yang diminta oleh Pak Sebastian termasuk melayani kebutuhannya.” Lefrant menjawab ringan. Rasanya ingin meledak menangis dan berteriak keras tapi yang terjadi malah Cindy merasa seperti kebas dan tak bisa berpikir. Udara di paru-parunya semakin menipis. Ia didesak menandatangani perjanjiannya yang hanya akan menjadikannya sebagai b***k. Lefrant tidak memiliki banyak waktu serta kesabaran. Ia mendesak Cindy dengan memberikan pena yang semula diletakkan di atas meja. Cindy tidak bisa berpikir jernih dan baik saat mengambil pena dari Sebastian. Sambil gemetaran, Cindy menggoreskan tanda tangannya. Lefrant langsung mengamankan dokumen tersebut dan berdiri dari kursinya. Cindy bahkan belum bisa memproses semuanya. “Ikut aku!” Lefrant memerintahkan sembari berbalik dan berjalan lebih dulu dari Cindy. Cindy pun mengikuti dan mereka kembali ke ruangan CEO. Sebastian seperti sudah mengetahui apa yang terjadi. Begitu Cindy masuk, Sebastian langsung melipat tangan di atas perutnya dengan kaki terlipat menatap Cindy dengan angkuh. “Apa dia sudah mau mengaku sekarang?” tanya Sebastian pada Lefrant. “Belum, Pak.” Sebastian lalu memberikan kode dengan jarinya sehingga dua orang pria yang tidak dikenal dengan cepat menyeret Cindy ke sebuah ruangan kecil di sebelah ruang CEO. Cindy kebingungan dibawa ke sebuah ruangan asing yang lebih kecil. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang akan terjadi lagi selanjutnya. Ia hanya bisa pasrah dan berharap semua ini akan segera berakhir. Tiba di ruangan itu, Cindy didudukkan pada sebuah kursi dan Sebastian berdiri di depannya. “Sekarang jawab pertanyaanku. Siapa yang sudah menyusun skenario untuk menjebakku sampai masuk penjara di New York?” tanya Sebastian dengan wajah dingin. Kening Cindy mengernyit bingung. “Penjara apa? saya bahkan gak kenal sama Bapak sebelumnya!” sahut Cindy bersikeras. Ia sangat yakin jika Sebastian sudah salah informasi tentang dirinya. “Udahlah mau sampe kapan kamu mau bohong terus!” hardik Sebastian kembali kesal. “Saya gak tau apa pun sama sekali. Saya bersumpah,” ujar Cindy masih membela diri. Sebastian mengangguk dan melipat kedua lengannya di d**a. “Apa kamu pernah tinggal di New York?” Cindy menggeleng. Sebastian makin mendengus sinis tak percaya. Cindy begitu kukuh melupakan masa lalu mereka. Sebastian yang geram mendekat dengan memegang sisi kursi dan wajah yang berada di depan Cindy dan sejajar dengannya. “Kalo kamu gak mau mengaku, kamu harus membayar dengan hidup kamu. Aku akan buat hidup kamu menderita sampai kamu ingin mati, tapi aku gak akan mengizinkan kamu mati,” ujar Sebastian lalu menyeringai jahat. Cindy hanya bisa memandang mata jahat Sebastian tanpa bisa berbuat apa pun. “Tugas pertama kamu ....” tangan Sebastian dengan cepat menarik dagu Cindy. “Lepaskan pakaian kamu sekarang!”.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN