Transformation 19

1264 Kata
Setelah kembali ke Athena dan mencapai ibukota distrik seratus satu, Yeona belum sempat pulang ke rumah dan berpikir bahwa rumah itu mungkin saja sudah tak terawat dan berdebu. Tapi faktanya, saat Yeona kembali. Rumah itu masih sangat bersih, seolah tidak pernah ditinggalkan pemiliknya. Yeona melirik punggung Qiu Shen dan bertanya-tanya apakah pria itu tinggal selama dia tidak ada. "Kenapa kau masih sangat suka berbicara dalam hati? Jika ingin menanyakan sesuatu tanyakan saja langsung." Qiu Shen membawa Yeona ke ruang tamu dan menyuruhnya untuk duduk. Sesuai permintaan, Yeona bertanya, "Kau tinggal di sini?" "Hn. Kupikir saat pemiliknya kembali, dia akan pulang. Tapi ternyata dia lebih suka lari." Yeona menunduk penuh rasa bersalah. "Maaf." "Duduk, dan bukan jubahmu," ujar Qiu Shen, tapi saat mendengarnya, Yeona justru mundur dan semakin menunduk. Qiu Shen mengerutkan kening. "Ada apa?" Yeona mundur lagi begitu melihat bayangan Qiu Shen mendekat, bahkan menarik tudung jubahnya agar semakin menutup wajahnya. Dia benar-benar tidak siap memperlihatkan penampilannya saat ini pada pria itu. Saat itulah Qiu Shen melihat kelainan di tubuh Yeona. Dulunya, Yeona juga termasuk gadis yang putih saat pertama kali keluar dari distrik dua, kemudian setelah beberapa bulan di distrik seratus satu dan sering terpapar cahaya matahari asli, warna kulitnya jadi lebih gelap dan terlihat sehat. Tapi saat ini, Yeona bahkan jauh lebih putih dari saat pertama kali Qiu Shen melihat. Sebenarnya, pucat lebih tepat untuk menggambarkannya. Hanya dalam dua langkah, Qiu Shen sudah berdiri tepat di depan Yeona dan menangkap pergelangan tangan gadis itu, tapi dalam keadaan panik, Yeona justru menarik tangannya kembali dan berjalan menjauh. Untuk sesaat keduanya mematung, masing-masing dengan perasaan berbeda. "Maaf," Yeona berbisik sangat pelan, tapi cukup yakin, Qiu Shen bisa mendengarnya. Qiu Shen menghela napas pelan dan berbalik ke dapur. "Duduk dulu, aku akan bawakan air minum." Semenjak Yeona mengenal Qiu Shen, pria itu tidak pernah melayani siapapun, tapi kali ini dia melakukannya, bukan karena marah dan ingin menghindar tapi karena ingin memberi Yeona ruang agar bisa lebih nyaman. Sebab, tidak ada yang tahu penderitaan apa saja yang telah gadis itu alami di luar dinding selama dua tahun. Di dapur, Qiu Shen mengisi gelas hingga penuh, tapi sama sekali tidak bergerak untuk kembali ke ruang tamu. Beberapa kali dia menghela napas dengan pikiran yang mengelana entah ke mana. "Qiu Shen." Mungkin karena terlalu dalam tenggelam dalam pikirannya sendiri, Qiu Shen yang biasanya sangat peka tidak menyadari Yeona yang masuk ke dapur juga dan berdiri di belakangnya. Qiu Shen sekali lagi menghela napas pelan sebelum berbalik. Tapi pemandangan di depannya berhasil membuatnya tercengang. Yeona melepaskan jubahnya. Tapi sosok gadis yang ada dalam ingatan Qiu Shen hampir sepenuhnya berubah. Rambut Yeona telah memanjang hingga pinggang, tapi tidak lagi berwarna hitam seperti aslinya, namun berwarna putih keperakan, tidak hanya rambut, tapi bulu mata juga alis gadis itu berwarna sama, senada dengan kulitnya yang sangat pucat. Selain itu, pupil matanya yang dulu berwarna kecoklatan, kini salah satunya berwarna violet. Qiu Shen keluar dari keterkejutannya dengan cepat dan bertanya dengan hati-hati. "Yeona, apa kau menyerap kristal nukleus laba-laba albino itu?" Yeona mengangguk pelan sebagai jawaban dan baru saja ingin mengatakan sesuatu ketika Qiu Shen sudah menariknya ke dalam pelukan erat. Pelukan hangat dengan aroma yang familiar akhirnya memberikan Yeona perasaan kembali ke rumah, yang selama dua tahun ini selalu dia damba dan rindukan. Dia membalas pelukan Qiu Shen sama eratnya. "Maaf, aku lari bukan karena tidak ingin bertemu denganmu, aku hanya belum siap memperlihatkan penampilanku yang seperti ini." Qiu Shen hanya membalas dengan anggukan dan tetap memeluk Yeona dalam waktu yang cukup lama. Mungkin bagi sebagian orang, saat mendengar kata transformasi, mereka hanya akan membayangkan proses para spem ketika bermutasi, yang hanya demam tinggi selama tiga hari atau paling lama satu minggu untuk membangunkan kekuatan. Atau mungkin para Average yang tidak merasakan apa-apa sedangkan di zaman ini para mutan hanya lahir sebagai mutan tanpa proses transformasi. Tapi, Qiu Shen tahu betapa sakitnya proses transformasi itu, seolah tubuhmu di rajam ribuan jarum kemudian dicabik-cabik dalam keadaan sadar. Membayangkan Yeona mengalami itu semua membuat hati Qiu Shen sakit, tapi tidak ingin membuatnya ingat jadi tidak bertanya. Setelah memeluk cukup lama, Qiu Shen akhirnya melepaskan Yeona dan menatap wajah gadis itu dengan lekat. "Jangan lihat." Yeona menoleh ke samping untuk menyembunyikan wajahnya menggunakan rambut. "Wajahku sangat aneh kan?" "Apa aku bilang seperti itu?" Qiu Shen menarik wajah Yeona agar menatap ke arahnya kembali. "Yang berubah hanya rambut dan kulit, wajahmu masih sama." Yeona mengigit bibir. "Tapi aneh." "Cantik." Wajah Yeona seketika dijalari warna merah. Ini pertama kalinya Qiu Shen memuji jadi jangan salahkan responya yang terlalu berlebihan. Qiu Shen berdehem pelan dan mengarahkan tangannya ke dahi Yeona. Sebenarnya dibandingkan perubahan penampilan, perhatiannya lebih banyak tertarik pada kristal nukleus oval berwarna putih bening di dahi Yeona yang sangat menonjol. "Kenapa kau tidak menyembunyikannya? Ini berbahaya." Sekarang Yeona punya kristal nukleus, jadi setara dengan punya jantung kedua yang lebih vital. Jadi, harusnya disembunyikan dengan baik. Yeona mengulurkan tangan ke dahinya juga dan terlihat cemas. "Aku belum bisa menyembunyikannya, kurasa levelku masih sangat rendah." Level yang sangat rendah hingga masih belum bisa menyembunyikan kristal nukleus, tapi Yeona sudah hampir memenangkan turnamen. Qiu Shen tidak terkejut, lagipula laba-laba albino adalah salah satu monster level tinggi yang masih ada hingga kini. Qiu Shen menyodorkan air minum yang tadinya memang siap dia berikan kepada Yeona. "Kita akan bicarakan lagi masalah ini setelah kau beristirahat." Yeona minum dengan cepat dan mengangguk. Lagipula dia memang sangat lelah. Bahkan jika dirinya tiba di ibukota sejak kemarin, dia tidak pernah bisa beristirahat dengan nyaman karena merasa tidak aman. Sebelum istirahat, Yeona membersihkan diri terlebih dahulu sebelum berganti baju. Kemudian berdiri di depan cermin selama beberapa saat. Selama di alam liar, Yeona hanya bisa melihat penampilannya melalui pantulan air, tapi saat melihat di cermin, barulah dia sadar bahwa bekas luka yang dulu dibuat oleh Iris sudah hilang sepenuhnya. Saat Qiu Shen mengatakan bahwa dia cantik, Yeona merasa sangat senang, tapi saat melihat wajah aneh, kulit aneh dan rambut anehnya ini, Yeona kembali merasa tidak percaya diri dan ingin bersembunyi di balik jubah. "Masih suka berbicara dalam hati?" Qiu Shen tiba-tiba membuka pintu kamar mandi dan menatapnya dari cermin. "Kenapa kau selalu membaca isi kepalaku?" tanya Yeona kesal. "Apa yang bisa aku lakukan, suaramu terdengar begitu saja." Yeona berbalik dan mengikuti pria itu keluar. "Apakah kemampuanmu tidak bisa ditutup sementara?" "Jika tidak bisa, aku bisa gila karena terlalu berisik." "Lalu kenapa kau selalu mendengar isi kepalaku?" Qiu Shen melirik sekilas. "Karena aku mau." "Hey! bukankah itu namanya menguping!" "Kau berani mengatakan aku menguping!" Yeona menutup mulut dengan bibir mengerucut. Jika sudah kalah argumen, Qiu Shen selalu saja menggunakan kata dan nada tekanan seperti itu, padahal memang benar sedang menguping. "Kau bilang apa?" Yeona berlari cepat ke dalam kamarnya, tapi sebelum dia naik ke tempat tidur, Qiu Shen juga membuka pintu dan mengejutkannya. "Kenapa ke sini?" "Kenapa? Selama kau tidak ada, kamar ini kamarku," ujar Qiu Shen tanpa mengubah raut wajahnya, kemudian sebelum Yeona bisa mengatakan hal lain, pria itu sudah menariknya untuk berbaring bersama di atas tempat tidur. Yeona merasa jantungnya akan meledak saat itu juga. "Qiu ... "Hawa keberadaanmu sangat tipis, jangan terlalu jauh." Bisikan tiba-tiba akhirnya menutup mulut Yeona. Tentang hawa keberadaannya yang terlalu tipis, Yeona memang belum bisa mengendalikannya, jadi dalam jarak tertentu, Qiu Shen pasti merasa dia tidak ada dan bisa saja lupa bahwa dia sudah pulang. Yeona menghela napas pelan dan berbalik untuk membalas pelukan Qiu Shen. Keinginan Qiu Shen untuk menemukannya pasti sangat kuat hingga bisa menyadari keberadaannya di venue dengan cepat, di saat orang lain hanya akan bereaksi sama seperti petugas pemeriksaan di gerbang, melupakannya dengan sangat cepat. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN