Survival 47

1359 Kata
Melihat semua orang diserang, Yeona tidak mungkin tinggal menonton saja. Terlebih, karena jumlah lebah yang menyerang sangat banyak, kelompok mereka jadi kewalahan, beberapa bahkan sudah terluka parah. Yeona menarik busurnya dan mulai membantu beberapa anggota yang terlihat paling banyak terluka. Namun, siapa yang menyangka, lebah-lebah itu memiliki kulit dan sayap yang sangat keras, beberapa panah Yeona tidak berhasil melukai mereka sama sekali. “Bagian kepala adalah kelemahan mereka.” Qiu Shen melompat di belakang Yeona dan berbisik pelan sebelum kembali menyerang beberapa lebah terdekat. Setelah mendapakan petunjuk seperti itu, Yeona akhirya bisa menembak lebih mudah dan mampu meringankan beban beberapa anggota. Tapi entah bagaimana, lebah yang datang seolah tak ada habisnya. “Mereka tidak akan habis jika kita tidak menemukan dan membunuh ratunya.” Ben membunuh dua ekor lebah sekaligus dengan kibasan kapaknya, namun tetap saja ada benjolan besar yang mengeluarkan darah di dahinya. “Bagaiaman caranya kita menemukan ratunya?” “Temukan sarangnya,” ujar Qiu Shen. Dia menatap sekeliling dan menyipitkan mata pada benda trasnparan di atas pohon. “Di sana.” Yeona menoleh tapi tidak melihat apapun. “Di mana?” Ben juga tidak melihatnya, jadi pertanyaan mewakili semua orang. Qiu Shen menjawab dengan tindakan, menarik dua anak panah sekaligus dan mengarahkan busurnya ke udara kosong di atas pohon besar. Banyak orang ragu dengan tindakannya, tapi Yeona tidak. Dia menarik busurnya juga dan menembak semua lebah yang mendekati Qiu Shen, yang entah bagaimana semakin banyak. Melihat itu, Ben juga mulai percaya. Karena Qiu Shen menemukan ratu mereka, maka lebah yang menyerang member lain juga mulai mendekat dan menjadikan pria itu target utama mereka. Dalam sekejap, posisi Qiu Shen menjadi pusat pertarungan. Dikelilingi oleh semua anggota dan lebah. Hingga pria itu menmbakkan panah yang entah ke berapa, suara memekakkan telinga terdengar. Yeona menutup telinga dan secara refleks membungkuk. Suara itu terlalu nyaring seolah mampu memecahkan gendang telinga. Lalu, para lebah jantan berhenti menyerang, bersamaan dengan suara kepakan sayap yang terdengar, juga bayangan besar yang menutupi sinar matahari. Sosok lebah raksasa yang tiba-tiba muncul mengejutkan semua orang. Mereka pikir, lebah jantan yang menyerang mereka pertama kali sudah besar, tapi ternyata ratu mereka jauh lebih besar. Ukurannya hanya sedikit lebih kecil dari beruang yang pernah Yeona temui. “Bagaimana bisa seekor lebah tumbuh sebesar ini?” seseorang bertanya. Namun tidak seorangpun yang bisa menjawab pertanyaannya. Qiu Shen mengeluarkan pedangnya, berlari dan melopat ke atas pohon tedekat. Tujuannya jelas, memulai serangan lebih dulu. “Persetan dengan ukuran tubuh, jika ingin hidup kita harus membunuhnya.” Ben mengeluarkan satu kapak lagi, berlari memanjat satu pohon yang lain dan menyerang bersama Qiu Shen. Dengan bergeraknya dua sosok senior mereka, anggota yang lain juga mengeluarkan senjata mereka masing-masing, memanjat pohon dan tempat tinggi yang bisa mereka daki agar bisa lebih dekat dengan lebah raksasa itu. Yeona juga menarik busurnya, mundur beberapa meter dan membidik kepala si lebah. Pertarungan cukup sengit, karena tubuhnya yang besar, lebah itu bisa menghempas seseorang dengan sayapnya, tapi karena tubuh besarnya juga, dia tidak bisa terbang terlalu tinggi karena kondisi hutan yang rindang seakan mengurungnya. Qiu Shen dan Ben adalah dua penyerang utama, sedang yang lain mencoba untuk mengalihkan perhatian si monster. Lalu, sebagai satu-satunya penyerang jarak jauh, Yeona harus bisa membaca situasi dan memastikan anak panahnya tidak akan terhempas oleh kibasan angin dari lebah itu. Pertarungan berlangsung tidak begitu lama, karena Qiu Shen bisa menemukan titik lemah lebah itu dengan cepat, kemudian bersama dengan Ben, keduanya menyerang di tempat yang sama dan mengakhiri perlawanan monster itu dengar teriakan panjang. Begitu ratu mereka dikalahkan, lebah jantan yang berkumpul di sekitar ratu untuk melindunginya dari setiap serangan tersebar seperti lalat tanpa kepala, sebelum satu persatu jatuh ke tanah dan mati. Yeona menjatuhkan diri bersama busurnya, tangannya perih, lengan dan bahunya pegal, tapi kelegaan setelah kemenangan membuatnya menghela napas keras. Semua orang yang berpartisipasa dalam pertarungan kelelahan, sedangkan anggota seperti Mila dan beberapa gadis lain yang tidak memiliki skill bertarung yang mumpuni, mengeluarkan air mineral dan membagikannya ke anggota lain. “Yeona, minum air dulu.” Mila datang menghalau cahaya matahari dari wajah Yeona dan menawarkan sebotol air mineral, tersenyum lebar sembari mengulurkan tangan. “Terima kasih.” Yeona menyambut uluran tangan gadis itu dan duduk, sebelum menerima air yang dia tawarkan. Mila berjongkok di hadapan Yeona sambil menopang dagu. “Kau sangat hebat tadi. Aku sangat iri, tapi juga bangga.” Dia tersenyum lebar. “Jika kau mengurangi waktu bermain dan mulai berlatih, kau juga bisa belajar beberapa metode bertarung,” kata Yeona. “Benarkah? Tapi aku tidak punya kekuatan yang sama sepertimu.” Mila mengerucutkan bibir. “Iyan juga sangat menyebalkan. Padahal aku meminta untuk diajari cara bertarung, tapi dia selalu menolak karena sibuk.” Yeona minum sekali lagi sebelum menutup botol airnya. “Kenapa kau tidak minta ke Karen? Dia bisa menetapkan instruktur bela diri pribadi untukmu.” Mendengar itu, Mila langsung mengerutkan hidungnya. “Dia memilih Cathy sebagai instrukturku. Tapi aku mau Iyan. Oh ya, kalau tak salah Iyan jadi instruktur tinjumu?” Yeona mengangguk. “Lalu, bisakah aku bergabung?” “Tentu saja, tapi kau harus memberitahu Karen dulu agar kau bisa memiliki akses masuk ke tempat latihan.” Mila lemas lagi. “Sudah, dia tidak setuju. Katanya aku harus mulai dari bela diri dulu. Tidak bisakah aku ikut diam-diam saja.” Yeona mengerutkan kening. “Tidak, jika Karen sudah menolak, maka aku tidak bisa melanggar peraturannya.” “Yeona ... Mila merengek beberapa kali, namun jawaban Yeona tetap sama. Tapi dari jauh, kondisi itu justru terlihat seperti Yeona yang tidak banyak menunjukkan emosi merundung Mila yang sudah hampir menangis. “Apa ini? Terang-terangan membully yang lebih lemah?” beberapa gadis datang dan mendekati mereka. Yang salah satunya menarik Mila dan menyembunyikannya di balik tubuh mereka. Yeona sudah lama tahu bahwa gadis-gadis ini tidak suka padanya, jadi ketika mereka datang, dia sudah mengepak barang-barangnya untuk pindah ke tempat lain. “Mau kemana? Apa kau tidak minta maaf dulu.” wanita yang memimpin mereka semua adalah seorang gadis yang mahir berpedang, jadi memiliki cengkeraman yang cukup keras. “Kenapa aku harus minta maaf?” Yeona menepis tangannya. “Aku tidak melakukan kesalahan apapun.” “Tidak melakukan apapun tapi kau membuat Mila menangis?” Yeona manatap ke arah Mila. “Apa aku membuatmu menangis?” tanyanya. Mila menggeleng dengan cepat dan meraih tangan gadis tinggi di depan Yeona. “Raya, Yeona tidak membuatku menangis, kami hanya mengobrol.” Raya mendengus. “Tentu saja Mila tidak akan berani mengaku kalau kau mengganggunya, terlebih dengan wajah menakutkanmu itu di depan kami.” Dia membuat garis melintang dari dahi ke pipinya dengan telunjuk kemudian memasang wajah mengejek untuk mengolok-olok bekas luka Yeona. Wanita di belakangnya Raya selain Mila ikut tertawa, dibarengi dengan tatapan merendahkan mereka. “Raya, kau tidak boleh seperti itu, Yeona benar-benar tidak melakukan apapun padaku.” “Mila, bahkan jika dia pernah menyelamatkanmu sekali, bukan berarti kau bisa membiarkannya membullymu seenaknya.” Mila memelas. “Tapi dia tidak mebullyku, sungguh. Yeona teman yang sangat baik.” “Baik?” Raya tertawa pelan dan menoleh kembali ke Yeona. “Jika memang dia baik padamu, dia sudah pasti akan memberitahumu cara agar tidak digigit serangga dan tidak diserang monster, tapi lihat. Dia satu-satunya yang tidak diserang lebah tadi, sedangkan kau mati-matian berlari agar tidak disengat. Apakah itu yang dinamakan teman yang baik?” Mila terdiam, meremas ujung bajunya dan melirik Yeona diam-diam. “Dia pasti punya alasan tidak memberitahuku, lagipula semua orang punya rahasainya masing-masing.” “Rahasia?” Raya menyeringai. “Lalu ayo kita cari tahu, apa rahasia itu. Teman-teman periksa dia.” “Raya!” Mila memekik. Yeona tidak sempat bereaksi ketika beberapa dari gadis itu menangkap lengannya dan mulai meraba pakaiannya. “Lepas!” Yeona memukul gadis yang memegang salah satu lengannya dengan siku, kemudian menjatuhkan gadis yang lain, tapi menjadi lengah pada serangan Raya yang tiba-tiba maju dan mencengkeram kerah bajunya. Yeona berhasil menghindari pukulan gadis itu, tapi kaos turtle neck yang Yeona pakai untuk menutupi bekas gigitan Onix sobek hingga mengekspose salah satu bahunya. Onix menyembuhkan luka akibat gigitannya namun tidak menghilangkan bekasnya, jadi masih terlihat sangat jelas di kulit Yeona yang putih. Suasana menjadi sangat hening setelah tarikan napas terkejut mereka. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN