Survival 22

1245 Kata
Karena Yeona meminta rumah dengan sistem keamanan tinggi di tempat paling aman di distrik itu, maka lokasi di mana rumahnya berada terletak di pusat kota yang pastinya jauh dari lokasi dinding perbatasan. Untuk mencapai kota, Yeona harus naik turun bus beberapa kali dan melintasi beberapa daerah asing. Dalam perjalanan itu juga, Yeona akhirnya menyaksikan betapa banyaknya mutan di distrik itu, mulai dari yang berpenampilan imut hingga yang tampak menakutkan dan mengerikan. Bahkan, di salah satu bis, Yeona harus duduk di sebelah mutan dengan sisik yang menguarkan bau anyir. Untungnya, Yeona bisa mencapai perumahan tujuannya tepat sebelum matahari tenggelam. Perumahan tempat Yeona membeli rumah tampak lebih normal dari yang dia perkirakan, memang memiliki pengamanan tinggi di gerbang dan terlihat seperti sekumpulan villa dengan jalan-jalan sepi dan taman yang luas di dalam, tapi Yeona terkadang masih berpapasan dengan mutan, hanya saja dengan penampilan yang masih cukup baik. Dan karena di distrik itu banyak yang sengaja menyembunyikan penampilannya seperti Yeona, penampakan dirinya yang tertutup jubah dari ujung kepala ke kaki tidak cukup untuk menarik perhatian siapapun. Rumah yang Yeona beli adalah rumah berlantai dua yang cukup besar untuk dia tinggali sendiri, terletak di pusat perumahan itu dan dikelilingi pagar tinggi yang diatasnya terdapat kawat berduri. Menurut agen properti tempat Yeona membeli, saat sistem keamanan rumah diaktifkan, kawat-kawat itu akan dialiri listrik transparan yang bahkan lalatpun tidak bisa melewatinya tanpa tersetrum. Untuk berjaga-jaga, Yeona memilih untuk mengendap-endap dan masuk melalui gerbang belakang, kemudian mengaktifkan semua sistem keamanannya sebelum akhirnya bisa sedikit bernapas lebih tenang. Karena lelah, Yeona memilih untuk tidak menjelajahi rumah dulu dan langsung mencari kamar untuk beristirahat, menutup rapat semua jendela, tirai dan pintu, kemudian menyalakan lampu yang redup sebelum tidur. Di pagi hari, Yeona dibangunkan oleh suara auman dan pertarungan. Karena kewaspadaan yang terlatih semenjak di kereta, Yeona bangkit dengan cepat dan mematikan lampu, kemudian berlari ke jendela. Namun Yeona tidak bisa melihat apa-apa dari sana karena terhalang oleh pagar rumahnya, yang terlihat hanya getaran di dinding jika sesuatu menabraknya dengan keras. Yeona berbalik dan berlari ke lantai dua dan akhirnya melihat apa yang terjadi. Di bawah, sedang terjadi perkelahian antar dua mutan. Satu mutan dengan totol-totol macan tutul dan satunya lagi adalah sosok tinggi berkulit coklat yang pecah-pecah, seperti kulit pohon tua. Seperti sifat alamiahnya, Mutan macan tutul itu bergerak sangat cepat dan lincah, menggunakan cakar dan taringnya untuk menyerang musuh. Tapi lawannya tidak memiliki daging yang mudah koyak, jadi hanya dalam beberapa detik, mutan macan tutul itu sudah menempel di dinding pagar rumah Yeona dengan tubuh yang dilubangi oleh banyak akar pohon dari lawannya. Saat dilepaskan, Yeona melihat mutan macan tutul itu menggelepar sebelum akhirnya berhenti bergerak di atas genangan darahnya. Setelah menang, mutan kayu itu tidak langsung pergi, dia berbalik dan menghampiri sosok ringkih nan mungil yang bersembunyi di balok pohon tak jauh dari sana. Melihat totol-totol macan tutul di tubuhnya serta penampilannya yang hanya seumuran bocah delapan tahun, Yeona membelalak dan menatap kembali pada mayat mutan macan tutul itu. Karena postur tinggi tegak dan kecepatannya, Yeona sama sekali tidak menyadari bahwa dia seorang ibu. Tanpa sadar, Yeona langsung mengarahkan tangan ke perutnya yang rata sebelum mengalihkannya untuk mengambil pistol di saku. Anak mutan macan tutul itu memberontak dan menendang-nendang ketika akar-akar kuat mencengkeram dan mengangkat ke udara, bahkan dari balik jendela, Yeona seolah bisa mendengarkan rintihannya. Yeona menyipitkan mata dan memantapkan pendirian sebelum menyingkap tirai dan membuka jendela untuk mengarahkan moncong pistolnya ke bawah. Tindakan ini sangat beresiko, mengingat bahkan cakaran dan taring dari mutan macan tutul sebelumnya tidak bisa mengalahkan mutan kayu itu, maka tidak ada jaminan peluru Yeona akan mempan. Namun, Yeona juga tidak tahan melihat pemandangan anak itu di siksa. Yeona yakin bisa membidik dengan benar karena pengalaman berlatihnya selama bertahun-tahun bersama William, namun jika satu peluru tidak bisa langsung membunuh mutan itu, maka tempat persembunyiannya akan ketahuan. Rintihan keras anak di bawah menarik Yeona kembali ke kenyataan, tangisan itu seolah merasuk hingga ke dalam hatinya. Yang kemudian membuatnya tanpa ragu membidik kepala Mutan kayu itu, menarik hammer dan menyentuh pelatuk. Tapi, hanya sesaat sebelum Yeona melepaskan tembakan, sosok kecoklatan bergerak dengan cepat dan memotong akar yang mengikat anak itu dengan kapak, kemudian melempar mutan kayu itu hingga menabrak pohon yang beberapa meter jauhnya. Sosok lain juga bergerak cepat dan menangkap anak yang terjatuh dari udara. Keadaan berbalik dengan cepat, dan Yeona yang sadar campur tangannya tidak dibutuhkan lagi, menarik pistolnya kembali, kemudian menutup jendela dan tirai, hanya menyisakan sedikit ruang untuknya mengamati keadaan. Yang menyerang mutan kayu itu adalah sosok beruang besar berwajah manusia dengan kapak, berdiri dua meter tingginya dan menjadikan Mutan kayu itu bulan-bulanan hingga tak bisa bergerak lagi, sedangkan yang menangkap anak mutan sebelumnya adalah seorang gadis dengan telinga dan ekor kucing. Selain mereka berdua, ada beberapa orang lagi yang berjalan mendekat, dan salah satu dari mereka adalah orang yang sangat Yeona kenali. Fu Qiu Shen. Pria itu berjalan di belakang wanita berkuncir tinggi, melangkah dengan pelan dengan kedua tangan di dalam saku, tidak banyak yang berubah, hanya saja penampilannya jadi sedikit lebih rapi dibandingkan saat di kereta. Yeona menatap cukup lama, bahkan lupa untuk berkedip, dan mungkin saja membuat pria itu meras diperhatikan, karena dia tiba-tiba menoleh dan mendongak tepat ke arah Yeona mengintip. Untungnya gerak refleks Yeona cukup cepat dan langsung menjauh dari jendela, tapi dari balik tirai, Yeona masih bisa melihat siluet pria itu yang menatap ke arah jendelanya dan berhasil membuat Yeona merasa bahwa tatapan mereka benar-benar bertemu meskipun ada kaca jendela dan tirai diantaranya. "Qiu Shen, apa yang kau lihat?" Wanita berkuncir kuda di hadapan Qiu Shen mengikuti arah pandang pria itu dan tidak melihat apa-apa. "Tidak ada." Qiu Shen menarik pandangannya kembali. "Bukankah rumah ini rumah yang rencananya ingin kita beli untuk base camp guild kita?" Wanita bertelinga kucing yang menggendong anak di lengannya menatap ke bangunan dua tingkat itu dengan mata menyipit. "Apakah benar-benar sudah terjual?" Karena di mata mereka, rumah itu masih terlihat kosong. Gadis berkuncir kuda itu menghela napas. "Ya, agen properti memberitahuku bahwa rumah ini sudah terjual kemarin." "Wah, rumah ini sudah lama terus kosong karena harganya yang tinggi. Ketua, menurutmu guild mana yang membelinya?" Gadis berkuncir kuda itu adalah ketua mereka, hanya menggelengkan kepala tidak tahu. Mutan beruang yang baru saja kembali menggeram marah. "Jika ketua menginginkannya, aku akan menyerang dan membunuh guild manapun yang mengambil rumah yang ketua inginkan." Beberapa orang di belakang Qiu Shen mengangguk setuju. "Benar, rumah ini sudah menjadi target kita selama bertahun-tahun, kita tidak boleh menyerah hanya karena dibeli oleh guild lain." "Memalukan." Hening. Gadis berkuncir kuda di depan Qiu Shen menoleh. "Kau mengatakan sesuatu?" Qiu Shen sama sekali tidak mengubah wajahnya. "Orang-orangmu memalukan, saat tidak berhasil mendapatkan sesuatu dengan cara yang adil, maka mereka akan merebutnya secara paksa?" Dia mendengus. "Lalu apa bedanya kalian dengan Guild lain? Di saat Guild kalian mengatasnamakan keadilan untuk merekrut anggota." "Kau!" Mutan beruang itu menggeram marah dan mengangkat kapaknya ke arah Qiu Shen. "Beraninya mengatakan itu di depan ketua!" "Ben!" Wanit berkuncir kuda menahan kibasan kapak itu dengan tangan kosong. "Hentikan, sesama anggota, tidak boleh ada kekerasan." "Tapi Karen, anak baru ini kurang ajar." Mutan kucing itu cemberut. "Cathy, apakah yang dia katakan salah atau yang dikatakan anggota lama kita salah?" Karen menatap pria yang mengusulkan penyerangan dan Ben bergantian. "Aku justru merasa tegurannya benar." Dia menatap ke arah Qiu Shen. "Terima kasih. Sejak awal merekrutmu aku tahu pilihanku benar. Qiu Shen tidak menanggapi, hanya menoleh ke jendela lantai dua rumah di hadapan mereka sejenak sebelum melanjutkan langkahnya mengikuti rombongan. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN