Transformation 22

1241 Kata
Yeona beristirahat selama beberapa hari sebelum Qiu Shen akhirnya mau membawanya keluar dinding untuk berlatih. Karena target mereka memang berlatih, jadi alih-alih menghindari monster, mereka justru sengaja mencari mereka untuk bertarung. Tak jarang, mereka akan berpapasan dengan penyintas yang sedang terjebak oleh monster-monster yang sulit ditaklukkan kemudian berakhir menjadi bantuan terbesar mereka untuk melarikan diri. Jadi selama beberapa bulan itu, tersebar berita bahwa Lonewolf yang biasanya selalu menjalankan misi dan bertarung sendirian, kini punya partner yang tak kalah aneh darinya. Aneh dalam hal ini, punya kekuatan yang mencengangkan dan tak biasa. Dengan begitu, nama Yeona sebagai Silver Spider yang memiliki benang baja yang sangat tajam mencuat ke permukaan. Lalu suatu hari, sekali lagi tanpa sengaja mereka bertemu kenalan lagi. Tapi kali ini, Yeona tidak punya niat untuk mengabaikan mereka. BeeOne guild. Selain Karen dan Cathy, ada juga sosok-sosok familiar yang tidak akan pernah Yeona lupakan, Raya dan ketiga temannya. Yeona tersenyum tipis. "Dia masih hidup." Tak jauh darinya, Qiu Shen duduk di salah satu dahan, bersedekap dengan sebilah pedang diantara lengannya. "Aku selalu ingin membunuhnya ketika bertemu, tapi berkali-kali aku juga ingat bahwa saat kau kembali, kau harus balas dendam sendiri agar lebih puas." Yeona menoleh. "Kau begitu yakin aku akan kembali?" "Hatiku hanya satu, jika hilang, maka aku tidak mungkin masih bernapas." "Hah?" Yeona menganga dengan kalimat ambigu itu. "Apa kau sedang menggodaku sekarang? Di sini?" "Tidak." "Lalu maksud ucapanmu tadi apa?" "Secara harfiah." Yeona justru semakin bingung. Terkadang, Qiu Shen mengatakan hal-hal aneh yang tidak mudah dimengerti, tapi menolak untuk menjelaskan dengan alasan. 'Kau akan tahu nanti.' Tapi, nantinya itu kapan! "Konsentrasi." Qiu Shen memegang kepala Yeona dan membuatnya menoleh ke arah rombongan Karen lagi. "Apa yang akan kau lakukan pada mereka?" Seketika itu, perhatian Yeona sepenuhnya teralihkan. "Aku ingin membuatnya merasakan apa yang aku rasakan." "Perlu bantuan?" "Sedikit," ujar Yeona dengan seringai tipis di bibirnya. Itu adalah raut yang tidak pernah lagi dia perlihatkan semenjak meninggalkan kereta, tapi tidak keberatan dia tampilkan lagi jika berurusan dengan musuh. Semenjak itu, kelompok BeeOne yang Karen pimpinan mulai mendapatkan kesialan yang beruntun. Mulai dari matinya salah satu anggota tim mereka. Mayat yang ditemukan bernama Fiona, bersimbah darah tak jauh dari tempat mereka berisitirahat, dengan mulut dan mata yang melebar seolah terkejut, sedangkan di tubuhnya penuh dengan luka tusukan pedang. Cathy memperhatikan luka-luka gadis itu dan berkata, "dia ini jelas-jelas mati dibunuh manusia." Tidak ada yang bisa membantah kalimat itu, karena jika yang menyerang monster, mereka tidak mungkin masih bisa tidur nyenyak, dan lagi tubuh Fiona tidak kurang satu organpun. Juga, monster tidak membunuh dengan pedang. Tebakan pertama mereka adalah gadis itu bangun untuk menyelesaikan panggilan alam ketika akhirnya dibunuh. Karena sepanjang malam, selalu ada yang berjaga selagi yang lain tidur, jadi tidak mungkin dia diseret menjauh dari tim tanpa disadari siapapun. Karen masih berjongkok di sisi Fiona, memeriksa beberapa hal sebelum akhirnya berdiri. "Dia meninggal sekitar jam tiga dini hari, saat itu siapa yang berjaga?" Raya dan seorang gadis, serta satu pria mengangkat tangan. "Apa kalian melihatnya meninggalkan tempat tidurnya saat itu?" Ketiganya menggeleng. "Bagaimana bisa kalian tidak melihatnya pergi? Apa yang kalian lakukan selagi menjaga?" Satu-satunya pria yang menjaga menunduk. "Maaf, aku mengakui kalau semalam aku sama sekali tidak bisa menahan kantuk, jadi tertidur." "Aku juga." Gadis yang berdiri di samping Raya juga menundukkan kepala. "Aku sudah berusaha untuk tetap bangun, tapi tadi malam aku tidak bisa menahannya." Karen mengalihkan tatapannya ke Raya. "Bagaimana denganmu Raya?" "Aku juga tertidur, maaf." "Dia tidak tidur," Cathy tiba-tiba menarik semua perhatian orang-orang ke arahnya. "Jam setengah empat, aku bangun karena haus. Dan melihatnya terjaga sendirian, aku juga menyadari bahwa Fiona sudah tidak ada di tempat tidurnya, tapi saat itu aku pikir dia pergi sebentar saja untuk buang air, jadi aku tidur kembali." Seketika, Raya mendapatkan berbagai macam pandangan aneh. Tetap terjaga tapi mengaku tidur saat ada kasus pembunuhan. Tentu sangat mencurigakan. Karen tidak ingin menyebabkan perpecahan di dalam tim, jadi dia menyelesaikan diskusi itu dengan sangat cepat. Tapi Cathy yang memang sudah lama kesal pada Raya tidak mau melepaskan gadis itu begitu saja. Dia mendekat dan mengelilingi gadis yang jauh lebih tinggi darinya itu. "Katakan, kenapa kau bohong? Apa yang kamu sembunyikan?" Raya menghela napas. "Tapi aku benar-benar tidur." "Apa kau pikir aku buta?" Cathy meninggikan suaranya dan tiba-tiba membelalakkan mata ketika tanpa sengaja menatap ke arah sepatu Raya. "Hey, itu darah kan?" Yang menemukan mayat Fiona pertama kali adalah salah satu temannya bernama Poppy, sedangkan Raya datang cukup terlambat karena tidur nyenyak dan tidak pernah berdiri terlalu dekat untuk menginjak genangan darahnya. Jadi dari mana darah di sepatunya berasal. Karen tahu bahwa masalah ini akan jadi besar jika dilanjutkan, jadi memotong pembicaraan dan menyuruh para pria menguburkan Fiona. Siapa yang tahu, dua malam kemudian, salah satu teman Raya yang bernama Vera ditemukan tergantung di salah satu pohon, dengan tubuh yang penuh luka sayatan. Kali ini, Raya kembali dicurigai karena yang menggantung Vera adalah tali tim mereka, yang seharusnya ada di tangan Raya. "Apa aku bodoh? Untuk apa aku membunuh temanku sendiri. Dan juga, bukankah aneh karena semua petunjuknya mengarah padaku dengan sangat jelas?" Cathy mendengus. "Ya, memang sangat aneh hingga bisa dijadikan alasan yang masuk akal." "Cathy, aku tahu kau sudah lama tidak suka padaku. Tapi menuduhku membunuh tanpa bukti itu keterlaluan." "Siapa bilang tanpa bukti?" Raya mengepalkan tangan dengan sangat erat dan menatap sekeliling dengan marah. "Seseorang pasti sedang mencoba untuk menjebakku!" Karen memijat kepalanya dan memerintahkan orang lagi untuk menurunkan Vera, lalu dikuburkan. Hanya saja, keesokan harinya. Poppy juga meninggal. Tapi kali ini, tanpa provokasi dari Cathy pun, semua orang sudah mengarahkan pandangan pada Raya. Karena di salah satu tangan Poppy terdapat sobekan baju milik Raya, juga pisau yang menembus dadanya adalah pisau milik gadis itu. "Tidak, aku tidak membunuhnya!" Raya juga mulai panik. Selama beberapa hari ini dia telah mendapatkan banyak tekanan dari kematian beruntun ini. Meski tidak secara terang-terangan, tapi semua anggota tim sudah menetapkan bahwa dialah tersangkanya, jadi tidak ada lagi yang mau bicara dan dekat dengannya. "Karen percayalah padaku," Raya mendekati Karen dengan wajah memelas, tapi sedetik kemudian menarik pedangnya dan mulai menyerang pemimpin guild mereka. "Raya! Apa kau sudah gila?" Karen menangkis, tapi Raya masih tidak berhenti menyerang, bahkan mulai membabi buta. Tapi dalam keadaan seperti itu, tetap ada yang memperhatikan bahwa tatapan Raya kosong. "Apa mungkin dia dikendalikan parasit?" Saat seseorang mengatakan itu, serempak semua orang menjauh dari Raya. Bahkan, Karen juga mulai merasa ragu. "Dia tidak bisa ikut dengan kita lagi." Cathy mendongak ke arah Karen. "Kau harus tegas Karen, sebelum lebih banyak korban yang jatuh." Raya berkedip beberapa kali dan mendapatkan kendali tubuhnya lagi. Matanya menatap bingung bercampur takut pada pedangnya yang terhubunus dan orang-orang yang menjauh darinya, sebelum memasang wajah memelas kembali. "Tidak! Maafkan aku Karen! Aku benar-benar tidak tahu kenapa aku seperti ini. Aku tidak bisa mengendalikan tubuhku." Tapi sudah terlambat, kata-kata itu bahkan semakin menjelaskan pikiran orang-orang tentang parasit. Saat Raya akhirnya berdiri di tengah hutan sendiri, menatap nanar teman-teman yang meninggalkannya. Yeona melompat turun dari pohon dan tertawa penuh kepuasan. "Bagaimana rasanya ditinggal karena sesuatu yang tidak kau lakukan Raya?" tanyanya. Raya berbalik dan menyipitkan mata, melihat rambut silver dan sosok putih yang begitu unik, dia tiba-tiba ingat bahwa memang ada sosok seperti itu yang sering menjadi topik pembicaraan penyintas. "Silver Spider." "Ya, itu aku. Tapi sebelumnya aku punya identitas lain." Yeona tertawa pelan dan melepaskan topeng, tentu saja tetap melindungi Kristal nukleusnya. Seketika, mata Raya membelalak dengan sanga lebar seolah hendak menggelindingkan bola matanya. "Yeona!" Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN